Sri Ani Setiowati, S.Pd.SD *)

Membincangkan persoalan remaja di era globalisasi ini, tak akan lepas dari maraknya kasus kriminalitas di kalangan mereka. Baik bagi mereka yang hidup di kota- kota besar maupun di kota kecil bahkan terpencil. Bukan tidak mungkin memang, canggihnya dunia digital dan gaya hidup having fun yang sangat kental dengan dunia remaja, menjadi salah satu faktor pemicu persoalan di tengah-tengah mereka. Data BKKBN, Kepolisian, dan Dinas Sosial di berbagai kota menunjukkan angka kriminalitas remaja dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan. Taruhlah seperti Jakarta, pada tahun 2016 saja menurut Irjen Mochamad Iriawan kenakalan remaja naik 400 % . (http://megapolitan.kompas.com)

Menarik ke skala yang lebih sempit, bagaimana dengan remaja di kota kita (Jombang)? Ikon kota santri yang selama ini disematkan untuk kota kita, sudah seharusnya kita jaga dan lestarikan. Tak dipungkiri mayoritas usia remaja adalah usia- usia yang rentan terhadap kenalakan remaja. Di Jombang sendiri kita akan menemui masih banyaknya maslah kenakalan dan tindak kriminal remaja mulai dari tawuran, miras, narkoba, free sex yang mengakibatkan kehamilan, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh remaja. Jika Anda ingin membuktikannya, silahkan Anda dengan mengetik kata ‘kriminal remaja Jombang’ dari mesin pencari google, anda pasti akan disuguhi data yang tidak sedikit. Hal ini tentu membuat khawatir banyak pihak, terutama bagi kalangan pendidik.

Berbagai pihak telah berupaya untuk memperbaikinya. Salah satunya .dengan menetapkan kurikulum 2013 sebagai pengganti kurikulum 2006 dengan harapan mampu membentengi peserta didik dari arus globalisasi dan informasi yang tidak terbendung. Dalam kurikulum 2013 ini terdapat empat kompetensi inti yang lebih mengacu pada pendidikan moral. Empat kompetensi itu adalah semangat religius, sikap sosial sebagai anggota masyarakat, memiliki pengetahuan yang faktual, konseptual, prosedural, meta kognitif dan aplikasi kompetensi inti ini menjadi satu kesatuan.

Sebagai seorang pendidik tentu kita sudah tidak asing lagi dengan isi dari Kompetensi Inti (KI) pada kurikulum 2013 ini . Pada KI 1 kurikulum 2013 tertulis ‘Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya’. Dalam kompetensi tersebut jelas tertulis bahwa seorang peserta didik dalam kurikulum 2013 ini harus mempunyaikompetensi untuk mengenal dan mengetahui agama apa yang dianutnya, bangga dengan agama yang dianutnya sehingga ia menjadi insan yang bertaqwa pada Tuhannya. Yang pada akhirnya ia berkontribusi optimal untuk kebaikan negri ini.

Kembali pada persoalan kenakalan dan tindak kriminal remaja di Jombang, bahwa tidak bisa dipungkiri salah satu benteng yang bisa mencegah kenakalan dan tindak kriminal remaja adalah benteng keimanan. Keimanan ini akan berbanding lurus dengan ketaqwaan seseorang. Keimanan dan ketaqwaan ini ibarat rem pegendali perbuatan seseorang. Keimanan seorang akan tumbuh subur jika sejak kecil telah dirangsang naluri beragamanya. Sejak kecil ia telah merasa akan keberadaan Penciptanya, kekuasaan dan kebesaran Tuhannya. Dengan keimanan yang benar, peserta didik akan tumbuh menjadi insan bertaqwa sehingga keimanan dan ketaqwaannya itu menjadi benteng dalam setiap aktifitasnya.

Menjadi tantangan bagi kita para pendidik untuk merealisasikan KI 1 ini. Ketika pembelajaran IPA, bagaimana peserta didik menyadari kekuasaan dan kebesaran Penciptanya. Ketika pembelajaran Matematika, bagaimana peserta didik mampu mengkalkulasi kebaikan dan kebrukan yang ia lakukan. Ketika pembelajaran Bahasa Indonesia, bagaimana ia menyadari betapa indah kalam dari Tuhannya sehingga setiap ujaran yang ia sampaikan adalah hikmah dan nasehat yang baik. Betapa indahnya jika KI 1 ini bisa terealisasi. Kita akan temui peserta didik yang cerdas, berani dalam menyampaikan kebenaran, lembut hatinya,peduli pada sekitarnya, dan pada akhirnya menjadi insan-insan yang dibutuhkan untuk perbaikan negri ini.

Sebagai seorang pendidik, janganlah kita merasa phobia jika sejak kecil seorang anak telah mengenal dengan benar agamanya lalu tumbuh sifat ‘ radikal negatif’, intoleran, atau yang lainnya. Asumsi seperti itu akan menjadikan kita tidak memberi pemahaman yang komplit tentang ajaran agamanya. Akibatnya anak akan setengah-setengah dalam mencintai dan mengamalkan agamanya. Pada akhirnya ia tidak punya benteng keimanan dan ketaqwaan dalam bertingkah laku.

Menjadi kewajiban dan tanggungjawab kita mendampingi para peserta didik untuk mengenal,mencintai, dan mengamalkan ajaran agamanya . Di pundak peserta didik kitalah nasib negri ini dipertaruhkan. Bagaimana mungkin ia akan memimpin negri ini dengan penuh kebaikan, jika dengan Penciptanya saja ia tak acuh atau bahkan meniadakan adanya sang Pencipta. Wahai para pendidik, tugas kita tidak mudah tetapi dengan doa, keikhlasan dan kerja keras insyaAllah kita mampu mengemban tugas mulia ini.

*) Guru SDN Turipinggir 2 Megaluh.

Lebih baru Lebih lama