GLS pertama kali diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Anies Baswedan pada tahun 2015. Kegiatan ini sebagai upaya Kemendikbud untuk mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran.

Wiwik Andriani, S.Pd *)

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti. GLS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan budaya minat baca masyarakat, berdasarkan penelitian Uji Literasi dalam PIRLS 2011 International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke 45 dari 48 negara (IEA,2012). PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia menempati peringkat ke 64 dari 65 negara (OECD,2013). Sedangkan data hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh” Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada maret 2016, penilaian berdasarkan komponen infrastruktur Indonesia ada di urutan 34 di atas Jerman, Portugal, Selandia Baru dan Korea Selatan. Sedangkan tentang minat baca Indonesia menempati peringkat ke 60 dari 61 negara. Kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga perlu adanya perhatian yang serius dari berbagai elemen pendidikan.

GLS pertama kali diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Anies Baswedan pada tahun 2015. Kegiatan ini sebagai upaya Kemendikbud untuk mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran. Diharapkan Gerakan Literasi Sekolah ini dapat melibatkan semua warga sekolah (Kepala Sekolah, Guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat sebagai bagian dari ekosistem pendidikan.

“Jadi budaya membaca itu hadir karena ada kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca ada jika ada rencana membaca secara rutin dan rutinitas dalam baca itu penting sekali,” Kata Anies (Kompas.com, 2016) dalam situs https://edukasi.kompas.com. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan memudarnya GLS ini bukan semata-mata karena kurang sempurnanya infrastruktur Indonesia tetapi lebih kepada rendahnya minat baca bangsa kita.

Kegiatan GLS pada akhir–akhir ini terlihat mulai memudar, banyak sekolah yang beralasan tidak dapat mengadakan kegiatan ini karena belum mempunyai gedung perpustakaan, tidak tersedianya buku bacaan yang menarik (infrastruktur yang kurang mendukung), kurangnya waktu untuk kegiatan pembelajaran, dll.

Menanggapi hal tersebut SDN Kepanjen 2 Jombang berusaha menumbuhkan kegiatan rutinitas literasi dengan memasukkan kegiatan tersebut dalam jadwal pelajaran secara resmi setiap hari, yaitu pada pukul 13.25 WIB sampai 14.00 WIB. Hal ini dilakukan dengan harapan kebiasaan membaca akan timbul dengan sendirinya dari dalam diri peserta didik karena adanya kegiatan rutinitas literasi tersebut.

Untuk mendukung kegiatan tersebut saya sebagai wali kelas IV-A berusaha untuk menghadirkan perpustakaan mini Sudut Baca Kelas yang menarik, karena tidak mungkin kegiatan literasi yang sudah terjadwal dengan waktu yang sama serta jumlah rombongan belajar 17 kelas dapat bersama-sama membaca buku di perpustakaan sekolah.

Sudut baca kelas ini saya buat dengan ukuran 2 meter x 1 meter di salah satu sudut kelas, sebagai tempat buku memanfaatkan beberapa bambu yang dipotong dengan ukuran 35 sentimeter dan di cat dengan berbagai warna agar lebih indah. Bambu-bambu tersebut di susun di dinding sedemikian hingga dan dapat dijangkau peserta didik.

Agar lebih menarik sudut baca dihiasi poster yang mengispirasi kegiatan membaca. Untuk kenyamanan terdapat karpet sebagai alas untuk membaca. Dalam pembuatan sudut baca ini melibatkan semua peserta didik dengan harapan meningatkan kreativitas dan menumbuhkan rasa memiliki sehingga akan menjaga sekaligus memanfaatkan sudut baca kelas ini dengan baik.

Supaya tidak bosan buku-buku bacaan di sudut baca ini setiap minggu diganti, tekniknya peserta didik kelas IV-A sejumlah 39 orang, saya meminjam buku perpustakaan sejumlah 50 buku. Buku-buku tersebut dibaca selama satu atau dua minggu secara bergantian, setelah selesai dikembalikan ke perpustakaan seraya meminjam buku dengan judul yang lain.

Untuk menambah koleksi buku saya juga meminta peserta didik untuk membawa satu buku yang mereka punya untuk disimpan di sudut baca kelas, jika satu peserta didik telah membaca satu buku miliknya sendiri maka dia memiliki pilihan untuk bertukar buku dengan 38 peserta didik lainnya di dalam kelas. Pilihan judul buku bervariasi fiksi, non fiksi, majalah dan lain sebagainya.

Manfaat sudut baca kelas ini sangat banyak sekali diantaranya : 1. Peserta didik tidak perlu pergi ke perpustakaan sekolah untuk membaca buku pada jam literasi, 2. Peserta didik dapat mengisi kegiatan luang mereka misalkan waktu istirahat untuk membaca buku, 3. Mengurangi tingkat pertengkaran diantara peserta didik karena sibuk membaca, 4. Ruang kelas lebih menarik, 5. Buku-buku di sudut baca dapat dimanfaatkan ketika pembelajaran berlangsung misalkan ketika pelajaran Bahasa Indonesia untuk mencari ide pokok, gagasan pendukung, unsur–unsur cerita. Sementara itu dalam kegiatan literasi dapat diisi dengan beberapa kegiatan diantaranya:

a. Membacakan nyaring interaktif (Interactive read aloud)

Guru membacakan buku/bahan bacaan dan mengajak peserta didik untuk menyimak dan menanggapi bacaan dengan aktif.

b. Membaca terpadu (Guided Reading)

Guru memandu peserta didik dalam kelompok kecil (4-6 anak) dalam kegiatan membaca untuk meningkatkan pemaham-an mereka.

c. Membaca bersama (Shared Reading)

Guru dapat membaca bersama-sama dengan peserta didik, lalu meminta peserta didik untuk bergiliran membaca. Metode ini bertujuan untuk memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk membaca dengan nyaring dan meningkatkan kefasihan mereka.

d. Membaca Mandiri (Independent Reading)

Peserta didik memilih bacaan yang disukainya dan membacanya secara mandiri. Salah satu bentuk membaca mandiri adalah membaca dalam hati (Sustained Silent reading)

Untuk lebih mendukung terlaksananya program literasi ini saya mencoba untuk menciptakan Buku Catatan Literasiku. Buku ini di desain untuk kegiatan literasi dalam satu tahun. Sementara didalammnya setiap halaman berisi : Hari/tanggal membaca buku, judul buku yang dibaca, halaman buku yang dibaca, resume bacaan serta terdapat tanda tangan/paraf dari wali kelas dan orang tua sehingga orang tua pun turut memantau kegiatan literasi peserta didik.

Diharapkan buku ini sebagai wadah bagi peserta didik untuk menuangkan konsep yang sudah direduksi menjadi pengetahuannya dari semua hal yang diperoleh saat membaca diantaranya ringkasan bacaan, kata-kata sulit yang ditemukan selama membaca, ide pokok atau ide pendukung dari bacaan yang dibaca, peta konsep bacaan, unsur-unsur cerita (tema, tokoh, watak dan latar), menganggapi isi bacaan dengan bahasa peserta didik sendiri, menceritakan kembali, dan lain sebagainya.

Permasalahan-permasalahan yang telah dituliskan peserta didik pada Buku Catatan Literasiku ini selanjutnya dapat dibacakan oleh peserta didik di depan kelas secara bergantian sehingga dapat melatih keberanian peserta didik untuk menyampaikan pendapat di depan kelas selanjutnya dibahas bersama peserta didik dan guru.

*) Guru SDN Kepanjen 2 Jombang.
Lebih baru Lebih lama