“Cita-cita saya tidak lain adalah santri bisa mandiri ilmu, ibadah dan ekonomi. Sehingga ketika kembali ke kampung halamannya sudah memiliki bekal mengolah sebuah produk dan pemasarannya,” - M Sabilil Faroshi Attamimi -

TEMBELANG – Jika mendengar kata santri, yang terlintas dibenak kalangan masyarakat umum ialah akan membayangkan figur anak muda mengenakan sarung, kemeja dan peci di kepala yang ditarik sedikit ke belakang hingga sebagian terlihat di atas jidat. Mungkin bayangan tersebut tidak sepenuhnya keliru. Memang mayoritas santri berpenampilan seperti itu, terutama di pondok-pondok pesantren tradisional.

Santri juga diidentikkan dengan hidup dalam banyak batasan. Sejak bangun pagi, harus beribadah hingga waktu sekolah tiba. Sore hari, mereka disibukkan dengan berbagai kegiatan pondok, lalu mengaji dan belajar di malam hari. Waktu tidur relatif singkat, menu makanan terbatas dan tinggal dalam ruangan besar berisi belasan santri.

Namun sekarang banyak santri tidak lagi bersarung dan hanya pandai ilmu agama. M Sabilil Faroshi Attamimi, salah satunya. Santri Pondok Pesantren Kiai Mojo, Kecamatan Tembelang ini bisa mewakili identitas santri yang lebih modern. Sekali-kali ia mengenakan sarung dan membaca kitab. Tetapi ia terlihat meyakinkan ketika tampil dengan pakaian rapi dan berbicara di depan forum.

Pasalnya, laki-laki yang juga mahasiswa di Universitas KH. A. Wahab Hasbullah (Unwaha) Jombang Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian membuat ide membudidayakan tanaman buah naga sejak tiga tahun silam. Menurutnya, membudidayakan tanaman buah naga tergolong mudah serta manfaat buah naga juga sangat beragam untuk tubuh.

“Diantaranya adalah pencegah kanker dan diabetes, menjaga kesehatan jantung, peningkat kekebalan tubuh, pereda batuk dan asma serta penurun berat badan. Buah yang unik ini juga mengandung sekitar enam puluh kalori yang masing-masing kaya akan vitamin C, B1, B2, dan B3, serta mineral seperti zat besi, kalsium dan fosfor,” papar Roshi sapaan akrapnya.

Budidaya buah naga ini tidak hanya dirinya saja yang menjalankannya, namun dirinya mengajak santri-santri lain untuk ikut berbudidaya tumbuhan yang termasuk dalam keluarga Hylocereus atau kaktus tersebut. Selain itu, M Sabilil Faroshi Attamimi juga membuat program yaitu Pemberdayaan Ekonomi Santri dan Pemuda Mandiri (Pesat) dan Produk Kita. Kegiatan ini terfokus terhadap santri dan pemuda mengenai mengolah ekonomi secara mandiri dengan memberdayakan produksi yang dibuat sendiri.

“Program ini berjalan sejak tanggal 27 November 2015 sampai sekarang. Sudah ada lima belas santri yang mengikuti dan membantu saya dalam program tersebut,” jelasnya.



Mereka (santri) dapat merawat tanaman buah naga jika kegiatan di pondok lagi senggang atau libur, tambahnya. Para santri biasanya menyiramnya dua kali dalam satu minggu dan juga memberi pupuk. Jadi mereka dapat mengetahui bagaimana cara menanam dan merawat buah naga.

“Saya menerapkan penanaman dengan cara organik. Ini tidak lain karena banyak hal yang dapat di peroleh dari tanaman organik khususnya buah naga. Jika di tanam dengan cara tersebur maka buah naga akan berukuran lebih besar, kulitnya lebih tipis dan rasanya lebih segar. Selain itu harga jualnya pun lebih tinggi,” tandas M Sabilil Faroshi Attamimi.

Selain mengembangkan tanaman buah naga, M Sabilil Faroshi Attamimi bersama santri lainnya membuat bisnis dalam bentuk kuliner dengan bahan dasar buah naga. Tak ayal, sekarang ini terdapat beberapa produk yang sudah dipasarkannya, seperti ice cream, stik, krispi dan selai dari buah naga. Setelah mempunya produk maka selanjutnya ialah bagaimana cara memasarkan produk tersebut kepada masyarakat luas.

“Cita-cita saya tidak lain adalah santri bisa mandiri ilmu, ibadah dan ekonomi. Sehingga ketika kembali ke kampung halamannya sudah memiliki bekal mengolah sebuah produk dan pemasarannya,” harap M Sabilil Faroshi Attamimi.

Berkat ide kreatif tersebut, membawanya menjuarai kompetensi Pemuda Inspiratif 2018 yang dilaksakan di Simpang Gumul, Kabupaten Kediri. M Sabilil Faroshi Attamimi menyebutkan bahwa dirinya menawarkan program dedikasi usaha kreatif dan inspiratif petani. Mengusung pokok pembahasan bertani dengan membudidayakan buah naga ini menurutnya sangat efisien jika diterapakan di masyarakat khususnya di kawasan pondok pesantren.

Menanggapi tentang perlombaan Pemuda inspiratif dari Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia, mnurutnya, kegiatan ini sangat menarik karena ditujukan kepada warga negara Indonesia dengan rentan usia 16-30 tahun yang dikemas dengan kekinian, kreatif, patriotik dan kompetitif. M Sabilil Faroshi Attamimi pun bersaing dengan lebih kurang 200 peserta dari berbagai daerah yang menawarkan produknya unggulannya. Akhirnya berhasil meraih juara tiga dalam ajang bergengsi tersebut. aditya eko
Lebih baru Lebih lama