Kabupaten Layak Anak merupakan kabupaten atau kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Di tengah era perkembangan zaman ini pendidikan seks bagi anak sudah tidak lagi menjadi suatu topik yang tabu untuk disampaikan, karena pembahasan tentang seks bukan hanya sebatas hubungan badan saja. Sementara ditinjau dari segi bahasa, seks artinya adalah jenis kelamin pembeda antara laki-laki dan perempuan secara biologis.

Oleh sebab itu orang tua bersama guru selaku pendidik utama peserta didik harus benar-benar memahami pendidikan seks secara luas. Pengenalan tentang beberapa bagian tubuh yang dilarang disentuh seseorang, himbauan agar tidak mudah mempercayai orang asing, hingga kesehatan alat vital merupakan topik dasar yang perlu diketahui anak supaya terhindar dari kejahatan ataupun perbuatan seksual.

Pada tahun 2018 untuk kelima kalinya Kabupaten Jombang memperoleh predikat Kabupaten Layak Anak (KLA). KLA merupakan kabupaten atau kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Namun berdasar data yang dihimpun dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Jombang, pada bulan Agustus 2018 tercatat 175 orang atau sebesar 11,15% penduduk wanita Jombang melakukan pernikahan dini (menikah di bawah usia 20 tahun).

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten (DPPKB) Kabupaten Jombang, Senen, S.Sos., M.Si menyikapi bahwa kondisi tersebut masih tergolong dalam ambang wajar. Karena dilihat dari berbagai aspek, mencapai persentase nol persen untuk pernikahan dini dirasa tidak mungkin. Hal yang dapat dilakukan adalah menjaga persentase kasus tidak semakin bertambah setiap tahunnya.

“Beberapa faktor yang memicu masih terjadinya pernikahan dini itu diantaranya adalah adat atau tradisi warga terutama yang bertempat tinggal di pinggir kota, rendahnya pendidikan serta keterbatasan ekonomi orang tua yang kemudian lebih memilih menikahkan anaknya supaya tidak membebani keluarga juga bisa menjadi penyebab,” terang Senen.

Dalam realita, pernikahan dini memiliki berbagai dampak. Pernikahan dini yang didasarkan pada keterpaksaan, kedua pihak pasangan yang juga belum siap secara mental dan ekonomi hingga psikologis yang masih labil cenderung belum matang, mudah terpancing emosi membuat kondisi rumah tangga pada pernikahan dini rentan konflik hingga kekerasan. Sehingga dari pengalaman dan cacatan angka perceraian akibat pernikahan dini cukup tinggi. 
 Reporter Majalah Suara Pendidikan
Lebih baru Lebih lama