“Menghasilkan sebuah karya sebenarnya bukan perkara mudah dan tidak dapat diperoleh secara instan laiknya di lembaga bimbingan belajar. Ketika memutuskan menjadi penulis, seseorang harus memiliki sikap pantang menyerah. Kuncinya adalah terus menulis, nikmati prosesnya sampai akhirnya nanti melalui tahapan hingga melahirkan karya yang sesuai harapan.” - Mahfud Ikhwan -

JOMBANG - Membicarakan literasi seoalah tidak bisa lepas dari pasangan abadi membaca dan menulis. Dua unsur ini memiliki kesinambungan satu dengan lainnya yang tiada dapat dipisahkan. Misalkan saja, ketika membutuhkan bacaan maka harus ada tulisan. Demikian sebaliknya, saat akan menulis maka disarankan agar membaca lebih dahulu. Selain untuk menambah perbendaharaan kata, tentunya semakin membuka cakrawala dalam membangun kepekaan maupun sudut pandang.

Hal serupa diakui oleh Mahfud Ikhwan, pria kelahiran Lamongan yang pernah menerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) yakni sebuah ajang penghargaan bagi dunia kesusastraan Indonesia yang didirikan oleh Ricard Oh dan Takeshi Iciki. Dilaksanakan sejak tahun 2001 acara ini, sebelumnya bernama Khatulistiwa Literary Award, namun berganti nama sejak tahun 2014. Pemenang KSK didasarkan pada buku-buku puisi dan prosa terbit dalam kurun waktu 12 bulan terakhir yang kemudian diseleksi secara ketat oleh para dewan juri. Menurutnya, saat ditemui di Warung Boenga Ketjil - Parimono bilamana tidak dapat dipungkiri masih banyak penulis yang kurang menyukai membaca. Hal itu dapat dilihat dari karyanya saat sudah diterbitkan. Pasti didalamnya ada ide atau gagasan yang hendak disampaikan, namun karena minimnya perbendaharaan kata penyusunan kalimat kurang maksimal. Akhirnya menjadi hambar dan kurang menarik di baca.

“Menghasilkan sebuah karya sebenarnya bukan perkara mudah dan tidak dapat diperoleh secara instan laiknya di lembaga bimbingan belajar. Ketika memutuskan menjadi penulis, seseorang harus memiliki sikap pantang menyerah. Kuncinya adalah terus menulis, nikmati prosesnya sampai akhirnya nanti melalui tahapan hingga melahirkan karya yang sesuai harapan,” terang Mahfud Ikhwan

Bila dicermati sebenarnya serangkaian proses belajar menulis memiliki kesamaan dengan menjalani kehidupan sehari-hari, yakni berdasarkan kemauan. Ketika sudah mengkehendaki, maka sesegera mungkin dimulai. Jika ditunda, sama halnya menyia-nyiakan momentum yang telah datang. Demikian juga saat belajar mengenai suatu hal baru, tentu mulanya ragu tetapi apabila tidak dicoba otomatis tidak pernah mampu selamanya.

Terutama pada titik penggalian ide dan perihal penataan suasana hati. Keduanya menjadi persoalan umum dialami setiap orang. Namun setelah rutin menulis dan membaca, penulis akan semakin peka menghadapi persoalan tertentu. Berjalannya waktu, pasti ditemukan langkah penanganannya sendiri. Sebab, pemecahannya bergantung kenyamanan pribadi masing-masing.

Walaupun secara teori terkesan sulit dan membutuhkan waktu cukup lama, tetapi semuanya bisa dipelajari secara perlahan. Apabila menemui kendala maupun kebuntuan di saat menulis jangan dihindari, melainkan dihadapi. Tunggu sampai lembar kerja di hadapan terisi rangkaian kata-kata sesuai gagasan yang ingin disampaikan.

Laki-laki pecinta musik India itu menjelaskan, “Poin selanjutnya adalah berani menanggung resiko. Seperti orang belajar berjalan tentu resikonya berani jatuh. Begitu pula menulis, harus berani menerima kritik dan saran dari pembaca yang kedepannya dapat digunakan sebagai perbaikan tulisan di karya berikutnya.”

Saat disinggung mengenai geliat literasi, laki-laki lulusan Sastra Indonesia Universitas Gajah Mada tersebut bependapat bahwa di kalangan peserta didik Indonesia masih cukup tinggi. Hal itu terbukti dari banyaknya kegiatan bedah buku, diskusi, dan banyaknya buku kumpulan karya peserta didik terbit secara umum. fakhruddin
Lebih baru Lebih lama