Kepala Dusun Kwaringan, Desa Gajah, Heru Budi Mulyono menuturkan menurut cerita turun-temurun dari para sesepuh yang dipercaya, diperkirakan pada zaman Kerajaan Majapahit ketika wilayah desa masih berupa hutan belantara terdapat banyak gajah yang tinggal disana. Gajah-gajah tersebut bahkan ada beberapa yang digembalakan.

NGORO – Setiap nama terkandung doa, makna hingga sejarah. Tidak hanya berlaku bagi nama orang, melainkan juga untuk nama desa atau sebuah wilayah di daerah tertentu.

Di wilayah Kecamatan Ngoro terdapat desa bernama Gajah. Sebuah nama yang identik dengan nama hewan berbadan dan bertelinga besar, serta berbelalai panjang.

Kepala Dusun Kwaringan, Desa Gajah, Heru Budi Mulyono menuturkan menurut cerita turun-temurun dari para sesepuh yang dipercaya, diperkirakan pada zaman Kerajaan Majapahit ketika wilayah desa masih berupa hutan belantara terdapat banyak gajah yang tinggal disana. Gajah-gajah tersebut bahkan ada beberapa yang digembalakan.

Hal itu sesuai dengan yang tertulis dalam bagian Profil Desa sub bab Sejarah Pendirian Desa di Laporan Rencana Jangka Panjang dan Menengah Daerah (RJPMD) Desa Gajah Tahun 2014-2018. Dalam laporan disebutkan bahwa berasal dari penuturan beberapa sesepuh yang masih ada, dahulu di jaman Hindia Belanda yaitu sekitar tahun 1800 M tersebutlah dua orang sahabat karib yang sedang mengembara. Dua sahabat tersebut bernama Ki Mberek dan Ki Sidin

Pada suatu ketika dua sahabat tersebut akhirnya membuka lahan hutan untuk dijadikan pedesaan supaya kelak bisa digunakan sebagai tempat mencari penghidupan. Pada saat membuka lahan hutan untuk dijadikan pedesaan keduanya bertemu dengan beberapa hewan liar, diantaranya ada yang dianggap binatang gajah.

“Sehingga dalam perkembangannya daerah tersebut dinamakan Desa Gajah,” tutur Kepala Desa Gajah, Suwandi.

Suwandi menambahkan nama Gajah selain berhubungan dengan nama desa secara keseluruhan, juga menjadi asal-usul salah satu dusun yang juga menjadi bagian wilayah administratif Desa Gajah. Dusun Ngampel dalam sejarahnya diyakini berasal dari nama ‘An-Fiil’ yang dalam Bahasa Arab berarti gajah.

“Sayangnya tidak ada sebuah peninggalan khusus yang bisa dijadikan penanda untuk membuktikan kebenaran dari cerita asal-usul desa ini. Ada pun peninggalan berupa kuncen/punden/makam kuno yang dianggap keramat oleh masyarakat, namun itu tidak berhubungan secara langsung dengan sejarah desa. Makam kuno tersebut lebih condong pada jejak Mbah Kyai Singojoyo yang dipercaya sebagai sesepuh yang babat alas wilayah Dusun Kwaringan,” urai Suwandi.

Filosofi gajah yang merupakan binatang sangat besar, maka diharapkan Desa Gajah bisa menjadi besar dan maju dengan harapan besar cita-citanya, semangatnya, dan kreativitasnya. fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama