Ditilik dari sejarahnya, sepeda lowrider sebenarnya meniru bentuk mobil-mobil mewah yang beredar di Amerika Serikat pada tahun 1950-an yang kala itu tengah ngetren.

JOMBANG – Kreativitas tanpa batas. Mungkin istilah tersebut cocok disematkan pada para penghobi sepeda lowrider. Mereka memodifikasi bahkan merakit bentuk sepeda menjadi seuatu yang lain hingga terlihat unik dan nyentrik. Sehingga ketika orang lain melihat akan langsung timbul decak kagum.

Salah seorang penghobi sepeda lowrider di Jombang, Bayu Supriono mengaminkan bahwa sepeda lowrider bisa dibilang sebagai sepeda unik karena memiliki bentuk yang berbeda jika dibanding dengan sepeda pada umumnya.

“Bentuknya lebih datar (ceper) dan posisinya juga lebih rendah. Sehingga ketika seseorang ingin mencoba untuk mengendarai sepeda ini perlu keahlian khusus atau harus latihan terlebih dulu,” tambah Bayu Supriyanto.


Baca Juga : Sepak Terjang Lulusan LKP

Ciri-ciri sepeda lowrider sendiri diantaranya memiliki diameter ban ideal 20 inci, setang kemudi tinggi, frame rainbow (berangka pelangi) dan springer (garpu depan) melengkung. Untuk tempat duduk, sadel lowrider biasa disebut jok banana (pisang). Sebab, bentuknya memang panjang seperti pisang dengan besi menjulang di bagian belakang yang terkadang digunakan untuk menyandarkan badan.

Pria 22 tahun itu kemudian mengisahkan pertama kali dia tertarik dengan modifikasi sepeda ini bermula pada ketertarikannya pada model sepedanya yang unik. Disisi lain menurutnya sepeda ini memiliki gengsi tersendiri karena dengan desain modifikasinya yang unik itu dia bisa menantang diri sendiri dengan beradu kreativitas mengikuti kontes desain modifikasi sepeda lowrider.

Menurut Bayu Supriono, untuk bisa memiliki sebuah sepeda lowrider seseorang bisa memodifikasi sepeda yang sudah ada atau merakit sepedanya dari awal. Namun jika memodifikasi sepeda yang sudah ada, ternyata hanya bagian-bagian tertentu yang bisa digunakan.

“Idealnya merakit saja sendiri dari awal karena sepeda lowrider memiliki frame atau kerangka khusus yang berbeda dengan sepeda biasa. Begitu pun untuk bagian yang lain, sepeda lowrider memiliki spesifikasinya sendiri,” ungkap Bayu Supriono.

Sayangnya di Kota Santri, onderdil untuk perakitan sepeda lowrider belum tersedia. Sehingga bagi penghobi sepeda unik ini, Bayu Suprianto dan teman-temannya yang lain harus berburu ke luar kota. Diantaranya ke Pandaan, Pasuruan, Surabaya, Kediri, hingga Malang.

Saat semua onderdil sudah tersedia dan desain bentuk sepeda juga sudah terkonsep, Bayu mengaku hanya membutuhnya waktu selama lebih kurang dua hingga tiga jam untuk merakit sepeda lowrider. Namun waktu itu bisa bertambah seiring dengan kerumitan desain yang dibuat atau ketersediaan onderdil yang belum lengkap hingga masih harus dicarikan atau dibuatkan lebih dulu.

“Kalau yang benar-benar custom atau yang memiliki budget tipis, pengerjaan sepeda lowrider bisa sampai satu bulan bahkan bisa lebih. Tergantung selera masing-masing,” ungkap Bayu Suprianto.

Untuk satu rakitan sepeda standar, rata-rata membutuhkan biaya satu hingga tiga juta rupiah. Sementara untuk kelas kontes satu rakitan sepeda bisa mencapai lima hingga lebih dari limabelas juta rupiah.

“Sayangnya, sekarang harga lowrider yang sudah mulai merosot jauh, jadi banyak penyuka lowrider mulai banyak yang rugi hampir jutaan, karena biaya pembuatannya yang sangat tidak cocok dengan harga jualnya. Namun karena semuanya berasal dan dilakukan atas dasar senang dan cinta jadi tetap ditekuni,” tambah Bayu Suprianto.

Ditilik dari sejarahnya, sepeda lowrider sebenarnya meniru bentuk mobil-mobil mewah yang beredar di Amerika Serikat pada tahun 1950-an yang kala itu tengah ngetren. Pada dekade itu, anak muda heboh mengendarai mobil yang diceperkan. Sayangnya, tidak semua anak muda bisa bergaya dengan mobil itu karena harganya yang mahal. Dari situlah muncul kreasi modifikasi sepeda ceper yang disebut lowrider buatan George Barris. fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama