Penting untuk digarisbawahi bahwa fobia atau menolak sekolah berbeda dengan perilaku membolos karena ketidakpatuhan atu pelanggaran disiplin secara sengaja untuk bersenang-senang.

oleh : dr. Antina Nevi Hidayati, Sp.KJ*)

JOMBANG – Pernah menemui anak tiba-tiba beralasan yang macam-macam ketika akan berangkat sekolah? Entah itu sulit untuk dibangunkan, mendadak beralasan sakit perut, bermanja-manja pada orang tua, atau bahkan mendadak sering minta dijemput lebih awal dari sekolah? Jika iya, jangan buru-buru menuduh anak malas sekolah. Bisa jadi anak tengah mengalami gejala fobia sekolah.

Fobia sekolah adalah keadaan dimana anak menolak atau menghindari sekolah. Hal ini merupakan istilah menggambarkan kecemasan yang dialami oleh peserta didik akan paparan situasi sekolah, hingga menimbulkan perilaku khas untuk menghindar/menolak pergi ke sekolah, Jika dibiarkan atau dituruti akan berdampak pada angka absensi yang tinggi.

Fobia sekolah dapat berkaitan, atau merupakan kelanjutan dari gangguan cemas perpisahan atau separation anxiety disorder, yang umumnya muncul saat usia dini pada awal masa sekolah. Seperti yang sudah disebutkan, gejala fobia sekolah bisa terkait gejala fisik terkait kecemasan yang biasanya muncul menjelang sekolah atau pada saat terpapar situasi terkait sekolah, seperti sakit perut, mual, muntah, dan diare, sesak, sakit kepala, yang tidak dapat dijelaskan sebagai entitas gangguan medis tertentu. Clinging atau melekat pada figur pengasuh, menunjukkan perilaku rewel, dan panik karena menolak ditinggal. Selain itu bisa juga menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau ketakutan yang lain yang sebelumnya tidak ada atau makin berat, seperti takut gelap, takut sendirian, gelisah di tengah keramaian, peka terhadap kebisingan, sulit tidur, dan mimpi buruk. Melebih-lebihkan rasa takut terhadap sesuatu misal hantu, guru, pelajaran tertentu, dan atau kekhawatiran yang berlebih terhadap keselamatan anggota keluarga yang lain juga bisa menjadi salah satu gejalanya.

Baca Juga : 
Jatuh Hati Terhadap Seni Ukir Keris

Gejala atau keluhan semacam itu umumnya muncul setelah adanya masalah yang dihadapi oleh peserta didik baik karena kondisi di rumah, di sekolah ataupun dari dalam diri peserta didik sendiri. Beberapa contoh masalah dari rumah dan sekolah yang biasanya mengawali fobia sekolah diantaranya seperti perubahan yang mendadak dalam keluarga, telah absen dari sekolah dalam waktu yang lama, misalnya karena sakit, umroh, sesudah libur panjang. Gejala enggan sekolah umumnya lebih nyata segera sesudah akhir minggu.

Kondisi di sekolah pun ternyata juga bisa memantik munculnya fobia sekolah. Terjadinya perundungan, ketidaknyamanan terhadap sesuatu atau tempat tertentu seperti suasana toilet atau kantin yang tidak sesuai dengan harapan, hingga kemungkinan terjadinya permasalahan dengan guru atau sesama teman.

Selain kondisi lingkungan, nyatanya kondisi psikologis peserta didik sendiri juga bisa memicu munculnya fobia sekolah. Anak-anak yang perfeksionis yang takut mendapatkan nilai buruk di sekolah, kecemasan menghadapi tugas tertentu yang dirasakan tidak mampu dipenuhi seperti presentasi tugas kelompok, menyanyi di depan kelas, menyelesaikan PR matematika yang rumit juga bisa memunculkan gejalanya.

Sesungguhnya jika ingin disebutkan lebih detail, masih banyak faktor lain yang bisa memantik munculnya gejala fobia sekolah. Namun fobia ini umumnya pulih segera dalam hitungan minggu, utamanya bila orangtua bersikap perhatian namun tegas dan menekankan pentingnya kehadiran segera di sekolah. Meski dalam kasus tertentu memerlukan perhatian lebih serius dan bantuan profesional kesehatan mental. Pengabaian terhadap masalah ini dapat berakibat pada fobia sekolah yang kronis, penurunan capaian akademis, mundurnya hubungan dengan sebaya, bahkan dapat berkembang menjadi gangguan cemas, panik, dan berbagai masalah psikiatri saat dewasa.

Penting untuk digarisbawahi bahwa fobia atau menolak sekolah berbeda dengan perilaku membolos karena ketidakpatuhan atu pelanggaran disiplin secara sengaja untuk bersenang-senang. Pada kasus fobia, ketidak hadiran di sekolah lebih disebabkan karena ketakutan yang irasional terhadap situasi sekolah, dan umumnya makin bertambah dengan makin banyaknya hari absen, karena adanya kesadaran bahwa sekolah itu sebenarnya penting. Pada peserta didik yang sengaja membolos demi kesenangan, sekolah menjadi bukan hal penting; dan meski kecemasan mungkin ada dan mendasari perilaku, namun tidak menjadi isu yang utama. fitrotul aini.

*) Psikater RSUD Jombang.
Lebih baru Lebih lama