Adanya Pelatihan Bimbingan Teknis (Bimtek) tentang pembinaan dan penguatan mental guru juga diharapkan dapat mengantisipasi kembali munculnya oknum guru atau PNS yang melakukan penyimpangan.

JOMBANG, MSP – Berprofesi sebagai seorang guru menuntut seseorang untuk selalu memperhatikan baik sikap atau perilaku sehari-hari juga perkataan yang diucapkan. Karena seorang guru disamping bertugas untuk mencerdaskan peserta didik melalui proses pembelajaran, guru juga bertugas untuk membentuk karakter peserta didik melalui proses mendidik. Namun bagaimana jika seorang guru justru melanggar aturan dan melakukan tindakan yang tidak terpuji atau bahkan tindakan melanggar hukum?

Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang, Dr. Pri Adi, MM mengatakan bahwa pada hakikatnya seseorang bisa diterima menjadi seorang guru jika memenuhi empat kompetensi dasar, yakni kompetensi profesional, pedagogik, sosial, dan kepribadian. Kompetensi profesional berhubungan dengan kemampuan guru dalam menguasai secara mendalam materi pelajaran yang diampu, kompetensi pedagogik melihat pada kemampuan guru menerapkan metode pengajaran, kompetensi sosial berhubungan dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan serta peran serta dalam kegiatan sosial masyarakat, dan kompetensi kepribadian melihat bagaimana pribadi seorang guru apakah ia memiliki pribadi yang mantab, kuat, dan berintegritas sehingga patut untuk dicontoh dan ditauladani.

“Namun jika guru tidak memenuhi dari keempat kompetensi itu maka ia tidak layak untuk disebut sebagai guru,” ucap Pri Adi.

Ketua Dewan Pendidikan, Ir. H. Handi Widyawan, M.Si menambahkan bahwa sesungguhnya dalam proses menjadi seorang guru atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), calon PNS telah mendapatkan berbagai macam gemblengan termasuk penanaman serta pemahaman akan ideologi dan dasar-dasar negara. Termasuk penjelasan tentang kode etik keprofesian PNS sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Digugu dan Ditiru

Namun ketika ada seorang guru atau PNS yang melakukan sebuah pelanggaran sudah pasti harus diberikan sanksi dengan aturan yang berlaku termasuk jika guru atau PNS tersebut melanggar hukum.

“Seperti oknum guru di salah satu SMP negeri yang melakukan tindakan asusila dimana jelas-jelas melanggar hukum, maka harus diproses berdasar hukum. Ketika nanti telah ada keputusan hukumnya, akan diproses sanksi terkait pelanggaran etik PNS dan gurunya,” ujar Handi Widyawan.

Untuk mencegah supaya kejadian serupa tidak terjadi, pria yang akrab disapa Handi ini berharap digalakkannya kembali pengingatan, pemahaman, serta pendalaman kembali etika keprofesian PNS beserta dg sanksi-sanksinya. Adanya Pelatihan Bimbingan Teknis (Bimtek) tentang pembinaan dan penguatan mental guru juga diharapkan dapat mengantisipasi kembali munculnya oknum guru atau PNS yang melakukan penyimpangan.

Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang sendiri, menurut Pri Adi sebenarnya juga telah melaksanakan program wawasan kebangsaan dimana program ini diharapkan dapat mencegah penyimpangan perilaku pada guru dan PNS dalam lingkup Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang. Hanya saja karena keterbatasan anggaran, guru dan PNS yang telah dibina melalui program wawasan kebangsaan ini baru Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan, Kepala SMP, dan guru Pendidikan Kewarganegaraan.

Sementara itu, menurut Dosen Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Meilina Juwita Andini, M.Pd berpendapat bahwa adanya oknum PNS khususnya guru yang melakukan pelanggaran menunjukkan bahwa oknum tersebut keblinger atau lupa akan esensi makna dari seorang guru.

“Pada falsafah jawa, guru itu digugu lan ditiru (didengarkan dan dicontoh). Sehingga segala jenis ucapan dan perilakunya harus dijaga karena menjadi contoh dari peserta didiknya. Sehingga supaya guru selalu berada dalam koridor tugas dan etiknya. Menyadari dan memahami sebuah makna seorang ‘guru’ menjadi sebuah keharusan,” ungkap Meiliana Juwita Andini. fitrotul aini.
أحدث أقدم