Sekolah yang berdiri di atas lahan Gereja Kulon Jawi Wetan (GKJW) Bongsorejo tersebut sempat kembali fungsinya menjadi lembaga pendidikan untuk Sekolah Dasar Negeri serta Kristen.

DIWEK – Penjajahan Belanda di Indonesia mencapai 3,5 abad meninggalkan banyak jejak arsitektur khas negeri Kincir Angin tersebut. Sangat mudah menemukannnya karena sangat mencolok bentuknya, dari atapnya yang tinggi menjulang, pintu serta jendela berukuran besar, serta ketebalan kontruksi bangunan bisa mencapai dua hingga empat kali lipat dari pada sekarang ini. Sehingga dari kejauhan begitu tampak kokoh seraya gagah dengan selalu mempertimbangan sistem sirkulasi udara.

Di Jombang pun juga banyak ditemukan jejak peninggalan zaman kolonial tersebut. Misalnya adalah sebuah sekolah di Desa Bongsorejo, Kecamatan Diwek. Banyak riwayat yang telah terekam oleh sekolah itu, diantaranya adalah ketika penjajahan belada sekitar tahun 1.800-am menjadi Sekolah Rakyat (SR). Sedangkan saat Tentara Kate (baca: Jepang) menduduki Indonesia, beralih menjadi balai pengobatan para pejuang.

Sekolah yang berdiri di atas lahan Gereja Kulon Jawi Wetan (GKJW) Bongsorejo tersebut sempat kembali fungsinya menjadi lembaga pendidikan untuk Sekolah Dasar Negeri serta Kristen. Konon menurut cerita yang berkembang di masyarakat sekitar, Bapak Bangsa, KH. Abdurrahman Wahid atau kerap disapa Gus Dur pernah mengenyam pendidikan disana sampai kelas IV.

Pengurus GKJW dan bangunan kuno Bongsorejo, Agung menjelaskan sejauh ini belum ada renovasi yang siknifikan. Walaupun usia bangunan sudah mencapai satu abad lebih, perawatan hanya sebatas pengecatan saja agar tidak rusak termakan waktu. Demikian guna menjaga estetika bangunan tersebuat agar tidak luntur kharismanya.

“Hingga saat ini pun bangunan ini masih difungsikan. Baik sebagai tempat pertemuan atau merayakan hari spesial,” terang Agung.

Bila berkunjung kesana sudah disambut hamparan rerumputan yang luas di halamannya. Sehingga banyak dimanfaatkan masyarakat setempat atau pelajar untuk bermain atau sekedar melepas penat. Tampak depan tiga pintu utama dan enam jendela kayu. Semakin gagah saat menyaksikan pilar tiang penyangga dan lengkap dihiasi lantai serta bentuk atap yang menegaskan polesan Belanda.

Agung juga mengatakan, “Bila ada yang ingin berkunjung dan masuk kedalam, wajib izin terlebih dahulu kepada pengelola.”

Bukan bermaksud membatasi dalam menikmati salah satu cagar budaya di Kota Beriman ini, melainkan hanya saja langkah antisipasi dari oknum yang ingin merusak. Contohnya mencoret dinding atau bahkan merusak komposisi bangunan dengan cara mencongkel-congkel dan lain sebagainya. Sebenarnya pengunjung pun diperkenankan kapan saja datang asalkan tetap menjaga keutuhan bangunan ini, tandas Agung. fakhruddin
أحدث أقدم