Rahmat Sularso Nh.*


Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2020/2021 di saat pandemi Virus Covid-19/Corona seolah sudah jatuh tertimpa tangga. Bagaimana tidak, seperti yang masih membekas diingatan bahwa jalannya PPDB beberapa perhelatan terakhir tak semulus yang dibayangkan. Terjadi banyak kesemrawutan saat pelaksanaannya, mulai dari sistem, petunjuk teknis, hingga pelbagai permasalahan yang timbul dan tidak terantisipasi sebelumnya membuat solusinya pun tekesan apa adanya.

Pelak membuat banyak masyarakat, khususnya yang buah hatinya sedang naik jenjang dibuat kelabakan. Akibatnya antrean berjibun terjadi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, tepatnya di beranda Gedung C yang merupakan ruang Bidang Pembinaan SMP. Lantaran ingin mengklarifikasi permasalahan yang dihadapi supaya mendapat pencerahan ataupun penilaian beberapa dokumen pendukung seperti pada jalur prestasi, perpindahan domisili orang tua, maupun keluarga miskin.

Padahal sudah disampaikan pemerintah pusat dan daerah mesti mengurangi bahkan meniadakan pertemuan yang berpotensi mengumpulkan massa. Hal itu sebagai langkah proteksi diri awal dalam rangka penyebaran virus yang berasal dari negeri Tiongkok ini.

Kalaupun tetap dilaksanankan wajib memperbaiki infrastruktur pendukung kesuksesan PPDB kali ini. Bukan hanya perihal aturan-aturan yang diberlakukan. Lebih lagi sudah menerapkan mekanisme zonasi. Harapannya, pemerataan kualitas pendidikan di Kota Santri benar-benar terjadi. Mulai dari penjaringan atau pendistribusian peserta didik sampai pada peningkatan kualitas di tiap sekolah.

Baca Juga: Petunjuk Teknis PPDB 2020

Namun disayangkan beberapa realisasi dalam menuju pemerataan kualitas pendidikan ini seakan hanya berjalan sebelah saja. Dikatakan demikian karena hanya subjek pembelajar/peserta didik yang dieksekusi. Secara umum melakukan pemerataan peserta didik dari segi kuantitas saja. Artinya peserta didik sekedar didistribusikan ke sekolah dalam zona yang telah ditentukan. Padahal bisa jadi perbandingannya tidaklah tertakar seimbang. Misalnya peserta didik SD/MI yang duduk di kelas enam jumlahnya tidak selaras dengan pagu (daya tampung sekolah) dalam zona tersebut, akhirnya pelbagai kemungkinan terjadi yang mengindikasikan kearah ketidakadilan jauh dari esensi zonasi itu sendiri.

Dirasakan seperti itu bila pagu di sekolah yang ada pada zona tersebut terpenuhi, maka peserta didik tidak dapat memilih sebagaimana yang dikehendaki seraya tidak jauh dari rumahnya. Boleh jadi menunggu hingga akumulasi akhir, kiranya pagu sekolah yang masih kosong baru bisa diisi. Besar kemungkinan peserta didik memperoleh sekolah yang jauh dari rumah di luar zonanya.

Menjatuhkan pilihan ke sekolah swasta memang ada, tetapi melihat kesadaran masyarakat sekarang atas pendidikan anaknya selalu mempertimbangkan kualitas sekaligus biayanya. Sedangkan sekolah-sekolah swasta yang tergolong baik serta favorit sudah dipastikan lebih awal menutup pendaftaran. Selain sudah terpenuhi, memang membuka PPDB sejak awal tahun baru bukan menyesuaikan dengan tahun pelajaran. Disebabkan harus ada beberapa tes yang dijalankan oleh calon peserta didik baru.

Sementara prinsip mendasar zonasi tidaklah terwujud hingga kini. Baik pemerataan guru berkompetensi dan berprestasi hingga kepada fasilitas juga program pendukung lain yang serupa dengan sekolah yang terlanjur terstigma sebagai sekolah favorit di pusat kota. Jadi bisa menjadi takaran ulang untuk dipikirkan perlunya menjalankan PPDB ala zonasi jika belum ada kesiapan seperti itu.

Memundurkan PPDB Tahun Pelajaran 2020/2021

Memundurkan jadwal pelaksanaan PPDB untuk saat ini rasanya masih kecil kemungkinan karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia dalam Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) pada salah satau poinnya menyampaikan PPDB tetap berlangsung dengan mekanisme mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19. Bahkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbud menyediakan bantuan teknis bagi daerah yang memerlukan mekanisme PPDB Online/daring.

Tetapi bukan hal yang mustahil kalau ada pertimbangan kuat lalu dilengkapi adanya tinjauan mengenai dampak yang diakibatkan adanya kemunduran tahun pelajaran. Tak ubahnya saat Ujian Nasional (UN) dibatalkan. Selain bertujuan memutus mata rantai penyebaran Virus Corona dapat diganti dengan ukuran lain dalam menentukan kelulusan peserta didik. Oleh karana itu, mengapa tidak dalam PPDB diundur atau mengganti mekanismenya memperhitungkan kesiapan hingga pertanggungjawaban usai dilaksanakan..

Padahal dalam pelaksanaan PPDB daring bukan semata dari penyediaan sistem hingga Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kapabilitas baik. Melainkan masyarakat pun yang bersangkutan langsung perlu memperoleh edukasi hingga terpahami secara sempurna. Kalau sampai gagal mengoperasionalkan dengan baik, yang terjadi jauh dari harapan yang dikehendaki. Tak berbeda kala penggunaan smartphone yang lazim ada di genggaman masyarakat, tapi hanya sebagian aplikasi saja yang dipakai. Sekedar aplikasi populer dipakai laiknya WhatsApp, selebihnya tidak memahami aplikasi lain sehingga jarang dijamah.

Fase edukasi PPDB baik mengenai teknis hingga penggunaan aplikasinya ini dibutuhkan sosialisasi intens dan berulang mencapai pemahaman paripurna. Di tengah mewabahnya Virus Corona ini perjumpaan merupakan hal yang tidak mungkin terjadi. Menggunakan ragam cara seperti sosialisasi melalui aplikasi daring yang dapat melibatkan banyak pihak, rasanya jika secara global semua wali peserta didik yang putera/puterinya duduk di bangku akhir SD/MI se-Jombang rasanya kurang efektif dilakukan. Ditambah kalau diperlukan ada tahapan simulasi aplikasi yang akan digunakan nantinya dalam PPDB daring, jelas makin tidak mungkin dikerjakan.

Untuk itu perlu pertimbangan yang matang. Dari banyaknya latarbelakang rasional kalau PPDB diundur, selain juga pada ulasan di awal. Selaku menjadi poros pelaksanaan PPDB, struktur sistem haruslah terbangun dengan sahih. Begitu juga SDM pelaksananya, kalau sebatas dapat menjalankan saja tanpa akurat memahami belantika di dalam sistem itu bisa menjadi boomerang nantinya ketika menghadapi situasi atau permasalahan tidak terduga sebelumnya.

Tentunya banyak sekali mekanisme daring yang masih terdapat sisi kelemahan kalau menengok balik kondisi di Jombang, utamanya dalam penguasaan Informasi Teknologi (IT) terbarukan. Tiada salahnya juga kalau menunda dulu. Selain adanya Corona, pertimbangan lain adalah mematangkan sistem yang bakal digunakan. Bahkan wacana untuk menggalakkan pemerataan pendidikan tidak mesti harus melalui PPDB semata, bisa dimungkinkan dengan langkah-lagkah lain dengan menyesuaikan keunggulan serta kemampuan tiap daerah. Tentunya harus dimulai dengan memperbaiki komponen penting dalam menuju pemerataan tersebut. Baik sebelum maupun sesudah pemerataan terjadi.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan.
أحدث أقدم