KABUH – Setiap bangunan memiliki kisah dan sejarahnya masing-masing. Tidak terkecuali di SDN Tanjungwadung Kabuh. Bangunan di sekolah ini berbeda dengan sekolah kebanyakan. Jika sekolah pada umumnya menggunakan tembok dari batu bata, di SDN Tanjungwadung didominasi penggunaan bahan kayu.

Kepala SDN Tanjungwadung, Suyadi, S.Pd., M.MPd mengungkapkan bahwa bangunan yang terbuat dari kayu itu dulunya bagian dari SDN Tanjungwadung I dan digunakan sebagai ruang kelas. “Namun sejak SDN Tanjungwadung I dan SDN Tanjungwadung II Kabuh dimerger pada 9 Juli 2019, ruangan-ruangan yang ada di gedung tersebut dialihfungsikan menjadi ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Koperasi, serta ruang olah raga dan kesenian,” katanya.

Suyadi menambahkan, gedung dengan luas hampir 238 meter persegi itu berdiri pada 1957. Namun hingga saat ini bangunan tersebut tidak banyak mengalami perubahan. Bahkan bisa dibilang tidak ada perubahan sama sekali kecuali hanya renovasi penggantian genting dan pengubahan lantai menjadi keramik pada 2008.

Baca Juga: Keuntungan Melukis Dinding Bikin Merinding

“Tidak ada perawatan khusus. Terpenting gedung dan ruangannya tetap digunakan. Kemudian kami melakukan pengecatan secara berkala. Tujuannya, agar tetap terlihat bagus dan terawat,” ujar Suyadi.

Salah satu mantan guru senior SDN Tanjungwadung I Kabuh, Sumarmi yang ditemui di kediamannya menceritakan alasan dan asal mula bangunan sekolah tersebut menggunakan kayu. Di antaranya adalah karena mayoritas bangunan yang ada di Desa Tanjungwadung kala itu masih menggunakan kayu. Selain itu, lokasi desa tempat berdirinya sekolah tersebut berada pada tanah atau lahan gerak. Sehingga bangunan berbahan kayu di nilai lebih tepat. Karena lebih bisa bertahan pada tanah gerak.

“Sebelum ada gedung sekolah, kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan menumpang di rumah milik warga. Mungkin karena sudah saatnya untuk memiliki gedung sekolah sendiri, para wali peserta didik berinisiatif untuk mengajukan pembangunan sekolah,” ungkap Sumarmi.

Adik ipar Sumarmi, Sukarsih menambahkan, “Bapak saya dulu merupakan salah satu pengurus Persatuan Orang tua Murid dan Guru (POMG). Beliau yang membantu proses pembangunan sekolah. Profesi bapak kala itu sebagai pegawai Perusahan Umum (Perum) Perhutani yang dekat dengan Sinder atau Asisten Perhutani (Asper)membuat beliau bisa mendapatkan kayu-kayu terbaik yang kemudian dijadikan untuk membangun sekolah,” terangnya.

Berdasar penuturan Sukarsih dan Sumarmi, yang dipilih sebagai bahan utama pembangunan gedung sekolah tersebut adalah kayu jati kualitas terbaik. Kayu jati dipilih karena ketahanan serta keawetannya terhadap jamur dan rayap. Maka tidak heran, hingga saat ini bangunan SDN Tanjungwadung masih kokoh berdiri.



Secara desain, bangunan lama SDN Tanjungwadung ini dibuat sangat sederhana. Hanya berbentuk kotak memanjang menyesuaikan area lahan. Di bagian bawah, papan-papan kayu setinggi lebih dari dua meter disusun secara membujur mengikuti desain kerangka membentuk bagian dinding.

Sementara bagian atas papan, balok-balok kayu seukuran lima sentimeter persegi sepanjang lebih kurang satu meter juga disusun memanjang dengan jarak masing-masing lebih kurang 30 sentimeter melingkar mengikuti desain gedung. Penataan seperti itu membuat bagian atas gedung sedikit terbuka membentuk ventilasi alami sekaligus sebagai sumber pencahayaan.

Di tengah, bangunan-bangunan yang sudah menggunakan batu-bata sebagai bahan bangunannya. SDN Tanjungwadung Kabuh akan tetap mempertahankan gedung lama berbahan kayu itu sebagai salah satu peninggalan bahkan cagar budaya yang terus dijaga keberadaannya.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini
أحدث أقدم