Salah satu peserta didik mencari referensi penulisan naskah drama di perpustakaan. (ist)


DIWEK – Tahun 1873-1910 Perang Aceh bergolak. Pada periode ketiga Perang Aceh, tepatnya pada periode 1881-1896, tentara kolonial dibuat kelabakan dengan semangat perlawanan rakyat Aceh yang dimotori oleh Teuku Achmad Mahmud atau Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Cik Ditiro, dan Panglima Polim. Serangan demi serangan dilancarkan, hingga pada suatu waktu keadaan berbalik. Satu per satu tokoh tersebut gugur di palagan. Tinggal menyisakan sosok Teuku Umar yang kemudian membuat siasat menyerahkan diri ke tentara kolonial, yang ternyata hanya digunakan sebagai strategi untuk mengelabuhi kelemahan bangsa londo.

Dari hasil pementasan pun, juga dapat diketahui bakat yang telah terasah dari peserta didik, sehingga kedepannya dapat diolah dalam bentuk pengembangan literasi lainnya.

Selepas taktik tersebut dijalankan, dengan segera Teuku Umar membentuk kembali kekuatan dari Rakyat Aceh. Bertemu dengan Cut Nyak Diek, Teuku Umar mendapat kabar bahwa tentara kolonial telah menyusun kekuatan baru. Sehingga dimintalah Teuku Umar untuk menjadi Panglima Perang bersama barisan muslimin. Mendengar kabar tersebut, Teuku Umar justru semakin berapi-api.

“Aku tak takut mendengar semua itu. Sebaiknya kau bantu aku, sebarkan berita ke seluruh pelosok kampung. Besok pagi, sebelum salat subuh aku akan berada di kaki bukit. Siapapun yang ingin syahid bersamaku, aku tunggu di sana,” tegas Teuku Umar.

Baca Juga: Cara Sederhana Mengatasi Kesemutan

Bersamaan dengan itu pula, para penonton yang mayoritas wali peserta didik, turut terhenyak dan terkesima menyaksikan adegan demi adegan dalam drama Perang Aceh yang dipentaskan oleh Kelas IX Sain SMP Al Furqan Madrasatul Quran Diwek pada (29/8) dalam perhelatan Special Week yang mengusung tema Muslim Heroes Carnival. Bertempat di Gelanggang Olahraga Pondok Pesantren Madrasatul Quran Diwek, delapan belas rombongan belajar SMP Al Furqan Madrasatul Quran Diwek, seluruhnya bergantian mementaskan gerilya para pahlawan muslim pejuang kemerdekaan Indonesia.

Kepala SMP Al Furqan Madrasatul Quran Diwek, Rahmat Hidayat, M.Pd. menjabarkan, helatan Muslim Heroes Carnival memiliki latar belakang untuk mengaktualisasi proses berliterasi peserta didik dalam bidang seni. Sebab dari proses pra produksi pementasan dalam tempo ± satu minggu, tiap kelas yang didampingi wali kelas dan guru pendamping, memilih tema melalui proses riset data penulisan naskah, karakter penokohan, hingga kebutuhan properti panggung.



“Seluruhnya, terangkum dalam bingkai yang menempatkan nilai sejarah dapat menjadi sumber pembelajaran untuk merefleksikan kaidah perjuangan masa lalu, untuk ditempa di masa kini. Melalui proses kreatif semacam ini, peserta didik pun juga antusias dalam mengeksplorasi pengetahuan baru, dan menyerap intisari kesejarahan para tokoh terdahulu untuk dijadikan suri tauladan. Baik dalam berfikir dan bertindak mencari ilmu,” urai Rahmat Hidayat.


Latihan sebelum pementasan Muslim Heroes Carnival. (ist)

Turut dibenarkan oleh Koordinator Muslim Heroes Carnival yang juga mengampu Pendidikan Agama Islam Kelas IX SMP Al Furqan Madrasatul Quran Diwek, Mohammad Latifi, S.Pd. berdasarkan proses kreatif produksi pentas drama yang dilalui peserta didik bersama wali kelas dan guru pendamping, memang menjadi pengejawentahkan minat literasi dan kesenian peserta didik. Dari hasil pementasan pun, juga dapat diketahui bakat yang telah terasah dari peserta didik, sehingga kedepannya dapat diolah dalam bentuk pengembangan literasi lainnya.

Adegan yang memperagakan dialog Teuku Umar. (ist)

Sekretaris Muslim Heroes Carnival dan juga Guru Bahasa Indonesia Kelas VII SMP Al Furqan Madrasatul Quran Diwek, Irys Ika Dyah Elvandari, S.Pd. menegaskan, bentuk lain dari pertautan literasi dan seni dalam Muslim Heroes Carnival, seluruh uraian dan iktisar naskah drama turut dibukukan. Sehingga, secara berurutan semua proses kreatifnya, turut mewadahi potensi peserta didik dan literasi tak sekedar dimaknai membaca dan menulis. Melainkan mewujudkan gagasan dan membentuk pola pikir baru.

Reporter/Foto: Donny Darmawan/Istimewa

أحدث أقدم