Keragaman budaya diantaranya terjadi pada bidang kesenian. Terdapat beberapa kelompok pecinta seni tersebar di seluruh pelosok Jombang. Salah satunya kesenian kuda lumping khas dari Desa Pakel, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang.

BARENG, MSP – Ragam budaya lokal dari Kabupaten Jombang sangatlah bervariasi. Tetapi kehidupan bermasyarakat di kabupaten yang dijuluki sebagai kota santri ini tidak pernah terjadi perselisihan dalam menjalani perbedaaan-perbedaan tersebut, bahkan seluruh elemen masyarakat mampu hidup berdampingan dengan baik.

Keragaman budaya diantaranya terjadi pada bidang kesenian. Terdapat beberapa kelompok pecinta seni tersebar di seluruh pelosok Jombang. Salah satunya kesenian kuda lumping khas dari Desa Pakel, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang. Desa yang berada di kaki Gunung Anjasmoro ini memiliki kesenian tari yang berbeda dengan tarian kuda lumping pada umumnya. Semua penari terdiri dari perempuan dan ibu rumah tangga, yang berasal dari masyarakat Desa Pakel kecuali warok beserta pemusiknya diisi oleh pemuda karang taruna. Warok tetap diperankan oleh laki-laki karena tokoh ini sebagai gambaran tokoh yang mempunyai kemampuan supranatural untuk menyembuhkan penari yang sedang mengalami kerasukan.

Kepala Desa Pakel, Kecamatan Bareng, Sudarmaji menuturkan, “Tarian kuda lumping khas dari Desa Pakel ini benar-benar tidak ada unsur magis, semua gerakan dan atraksi merupakan tarian tradisional yang dilatih oleh instruktur khusus dari desa tetangga, lebih tepatnya Desa Karangan.”

Akibat dari kecintaan akan dunia seni, kepala desa memikirkan bagaimana cara menyejahterakan masyarakatnya melalui kesenian supaya mendapatkan penghasilan tambahan bagi keluarga. Sejalan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia ke-72, terpikir oleh Sudarmaji untuk membentuk suatu kesenian yang berbeda dan bisa menjadi ciri tersendiri dari desa tersebut.

Antusias tinggi ditunjukkan seluruh masyarakat setelah asumsi tersebut didengar seluruh warga desa, terutama bagi kaum ibu-ibu dan perempuan. Sejak awal bulan Juni pun persiapan-persiapan serta latihan koreografi sudah intens dilakukan personil guna mengikuti karnaval di Desa Bareng.

Sekretaris Desa Pakel, Kecamatan Bareng, Hestik Fibriani menambahkan, “Semenjak dibentuk, latihan dilakukan secara intensif di setiap minggunya. Setidaknya dua kali dalam satu minggu latihan dilakukan sore hari, bertempat di kantor balai Desa Pakel.”

Tidak ada pungutan biaya sedikitpun untuk warga ataupun personil tari. Biaya operasional selama persiapan karnaval diambil dari dana Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN) desa. Mulai dari pembelian kostum, penyewaan alat musik, konsumsi dan administrasi semua ditanggung anggaran dana tersebut.

Prestasi pada awal keikutsertaan dalam ajang perlombaan, kelompok tari tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada ajang karnaval Desa Bareng, 20 kartini bersama 20 warok dan 7 pemusik mampu meraih predikat juara pertama. Bahkan undangan untuk tampil di kota lain pun pernah didapat.

“Terakhir, kami mendapatkan undangan untuk tampil di Jember dalam sebuah acara kehormatan di sana. Tetapi lagi-lagi terbatasnya anggaran menjadi penghalang grup tari kami, memang setelah selesai menyajikan tarian pasti mendapat upah, hanya saja jauhnya jarak menjadi pertimbangan utama karena tidak sebanding dengan hasil dari setiap personil kami,” tambah Hestik.

Banyaknya undangan untuk tampil di muka umum, tidak lepas dari keunggulan dan ciri khas dari kelompok tari ini. Selain perempuan sebagai anggota utama, saat karnaval berlangsung grup tari asal Desa Pakel tersebut mempunyai ketahanan fisik yang sangat kuat. Karena meski sebagai perempuan, pekerjaan berat yang biasa dikerjakan laki-laki pun bisa dilakukan. Selama berjalan mengelilingi desa, perempuan-perempuan tangguh itu mampu menyajikan tarian sambil berjalan dari garis start hingga garis finis. fakhruddin
Lebih baru Lebih lama