Proses sertifikasi guru mengalami beberapa perubahan. Dari hanya mengumpulkan berkas-berkas pendukung dalam bentuk portofolio hingga harus mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).

JOMBANG, MSP – Guru memiliki peran yang sangat strategis dalam bidang pendidikan. Dalam tugasnya seorang guru tidak hanya mengajar, mentransfer ilmu, menyampaikan materi pembelajaran saja untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan serta yang dimiliki peserta didik dan mampu menerapkannya. Namun juga berkewajiban untuk mendidik yakni membangun watak dan kepribadian peserta didik, mengembangkan nilai-nilai kehidupannya, serta menanamkan berbagai nilai yang kedepannya akan dijadikan bekal peserta didik untuk berbaur di masyarakat.

Dengan tugas yang tidak mudah tersebut, seorang guru dituntut untuk profesional. Menurut Moh. Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional, profesional adalah keahlian yang dimiliki seorang guru sebagai bukti akan kompetensi yang dimilikinya untuk melayani dan membuat orang lain lebih baik lagi. Sedangkan profesionalisasi adalah usaha untuk selalu meningkatkan profesinya tanpa ada batasan waktu dan tempat. Seorang guru dinyatakan sebagai guru profesional salah satunya ditunjukkan dengan memiliki sertifikat pendidik.

Untuk dapat memperoleh sertifikat pendidik, seorang guru harus mengikuti serangkaian proses yang disebut sebagai sertifikasi guru. Sertifikasi guru merupakan sebuah proses mendidik, membina dan memberikan latihan kepada guru dalam rangka mendapatkan sertifikat pendidik. Selanjutnya, guru yang sudah mendapatkan sertifikat, akan disebut sebagai guru yang profesional yang mendapatkan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP).

Sejatinya program sertifikasi guru dan TPP merupakan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Kedua peraturan tersebut mengamanatkan tunjangan profesi guru diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan dan telah tersertifikasi.

Dalam perjalanannya, proses sertifikasi guru mengalami beberapa perubahan. Dari hanya mengumpulkan berkas-berkas pendukung dalam bentuk portofolio hingga harus mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Begitupun dengan standar kelulusannya, dari yang hanya ditentukan oleh kelengkapan portofolio hingga penilaian kompleks yang ada dalam komponen penilaian PLPG yang meliputi penilaian tugas-tugas selama PLPG, penilaian teman sejawat, Ujian Tulis Lokal, dan Ujian Tulis Nasional. Passing grade kelulusan sertifikasi pun berubah dari tahun ke tahun, dari yang hanya 65 pada tahun 2015 berubah menjadi 80 pada tahun 2016.

Pasca guru dinyatakan lulus sertifikasi diharapkan guru tidak lantas stagnan melainkan harus tetap meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya sebagai seorang guru. Karena tujuan utama dari sertifikasi ini adalah peningkatan mutu pendidik agar dapat melahirkan guru profesional yang bermartabat dan juga cerdas.

Uji Kompetensi Guru (UKG) menjadi salah satu indikator untuk mengukur sekaligus mengembangkan potensi guru dalam rangka meningkatkan kualitas. Bagi guru yang sudah bersertifikat pendidik (sudah mengikuti proses sertifikasi) kompetensi dasar yang diujikan akan disesuaikan dengan bidang studi sertifikasi. Sementara bagi guru yang belum memiliki sertifikat pendidik (belum sertifikasi) materi yang diujikan disesuaikan dengan kualifikasi akademik seorang guru.

Nilai standard kelulusan UKG pun meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2014 standar kelulusan hanya sekitar 4.7, tahun 2015 meningkat menjadi 5.5, tahun 2016 menjadi 6.0 dan pada tahun 2017 ini menjadi 7.0. Sedangkan untuk tahun 2018 nanti standar kelulusan untuk UKG menjadi 7.5 dan pada tahun 2019 menjadi 8.0. Dengan semakin meningkatnya standar kelulusan UKG maka standard kualitas guru pun seharusnya diharapkan semakin meningkat.

Selain UKG, Penilaian Kinerja Guru (PKG) juga akan turut menjadi indikator pengembangan potensi dan kualitas guru. Jika UKG hanya menilai dari komponen standard pedagogik, profesional, dan manajerial, maka PKG akan menilai dari komponen sosial dan kepribadian.

Menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika seorang guru pasca sertifikasi nilai UKG atau PKG yang didapatkannya justru menurun dibanding dengan nilai yang didapat sebelum atau ketika mengikuti proses penilaian sertifikasi? Apakah akan berdampak pada penerimaan TPP-nya?

Kepala Seksi Pendidik dan Tenaga Kependidikan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang, Abdul Madjid, S.Psi menjelaskan, “Belum ada aturan yang menjelaskan mengenai konsekuensi terhadap penerimaan TPP jika nilai kompetensi yang didapatkan guru menurun.”

Sehingga dapat diartikan ketika guru sudah lulus sertifikasi dan menerima TPP, TPP masih bisa dibayarkan selama syarat teknis penerimaan TPP sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) yang dikeluarkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dapat terpenuhi.

Namun, menurut Abdul Madjid tidak adanya sanksi yang berdampak terhadap penerimaan TPP tersebut bukan berarti guru boleh ‘bersantai’ namun sebaliknya justru guru harus terus meningkatkan kualitas dan kompetensinya. Selain mengingat nilai standar kelulusan UKG yang setiap tahun naik, namun juga sebagai bentuk tanggung jawab terhadap penghargaan yang diberikan oleh pemerintah berupa TPP yang telah diterimanya.

Disisi lain, dalam kenyataannya penggunaan TPP oleh guru yang telah sertifikasi ternyata menunjukkan kecenderungan penggunaan TPP digunakan untuk pemenuhan kebutuhan konsumtif bukan digunakan untuk keperluan pengembangan profesinya. Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang, Dr. Pri Adi, MM memakluminya.

Menurut Pri Adi, “Tujuan awal dari sertifikasi guru ini adalah mensejahterakan kehidupan guru. Guru itu harus sejahtera dan juga bermartabat. Jika guru sudah sejahtera, tidak terbebani pikiran untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari maka diharapkan ia akan sadar untuk meningkatkan mutu dan kualifikasi kompetensi profesinya.”

Ditambahkan pria berkumis tipis ini, profesi guru di masyarakat itu menempati tempat yang tinggi. Guru akan dijadikan panutan oleh masyarakat. Jika kehidupan guru menjadi sejahtera diharapkan guru ini menjadi inspirasi pada generasi muda. Besar kemungkinan semakin banyak generasi muda yang tertarik untuk menjadi seorang guru.

“Disinilah tugas kami di Bidang Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan agar tidak pernah lelah untuk selalu menyokong guru supaya mengembangkan kompetensi dan kualitasnya. Sehingga kompetensi guru dari tahun ke tahun tidak statis. Dengan demikian, guru yang bermutu mampu melahirkan lulusan unggul dalam materi serta realisasi hasil pembelajarans,” tutup Abdul Madjid. 

chicilia risca / fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama