Guru adalah ujung tombak keberhasilan pendidikan di sekolah. Sepandai apapun seorang peserta dodol, peran guru tetap sangat penting sebagai pendidik dan pembimbing.

JOMBANG, MSP – Namun fenomena dipidanakannya guru oleh wali peserta didik hanya karena mendisiplinkan peserta didik tampak seperti menyalahkan apa yang dilakukan guru. Sehingga dampaknya beberapa guru memilih untuk bersikap asal kewajiban mengajar telah dilaksanakan, maka kewajiban sebagai guru pun telah usai dilaksanakan.

Sekretaris Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Jombang, Heri Mujiono, S.Pd., M.Pd mengatakan, “Hal tersebut justru akan menghambat esensi pendidikan. Pendidikan sendiri ada tiga unsur yakni pengajaran, pelatihan, bimbingan. Ketika guru hanya mengajar, itu hanya menyampaikan pengetahuan, padahal mendidik itu bagaimana guru mendorong peserta didik untuk memiliki karakter dan keterampilan. Hal ini tidak akan tersentuh jika guru takut atau acuh.”

Beruntung, ketakutan para guru tersebut tidak berlangsung terlalu lama karena pemerintah telah mengesahkan peraturan mengenai perlindungan pendidik dan tenaga pendidikan. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2017 (Permendikbud 10/2017) tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, pendidik dan tenaga kependidikan akan mendapatkan perlindungan hukum, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau hak atas kekayaan intelektual.

“Kehadiran peraturan menteri ini akan sangat bagus sekali karena guru juga butuh perlindungan. Dengan adanya peraturan menteri ini akan sangat memberikan jaminan yang lebih bagus bahwa guru akan punya keleluasaan kembali dan otonomi manajemen kelas akan lebih kuat. Karena dalam mendidik, dua alat pendidikan yaitu reward dan punishment harus ada. Misal seorang peserta didik gagal mencapai target yang ditentukan tentunya akan diberikan punishment. Hanya saja punishment yang diberikan haruslah yang edukatif. Karena guru-guru juga sudah punya ilmu bahkan guru memiliki etika serta kode etik tentang seharusnya guru bertindak,” urai Heri Mujiono.

Diharapkan dengan adanya Permendikbud 10/2017, diharapkan kejadian guru dipidanakan akan dapat diminimalisir, wali peserta didik kedepannya tidak akan mudah menuntut. Syukur-syukur ke depan bisa menjamin tuntutan baik kepada guru atau anak tidak ada lagi. Sehingga perlu adanya sosialisasi pada masyarakat luas bahwa guru sebagai tokoh masyarakat yang berjuang untuk mendesain, mengkonstruksi karakter anak adalah seorang profesional yang perlu juga untuk dilindungi. Disamping juga tetap perlu memenuhi hak serta memberikan perlindungan kepada anak sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Kekerasan Terhadap Anak.

Sosialisasi di sekolah perlu untuk dilaksanakan demi kepentingan lembaga agar di dalam melaksanakan tugas guru maupun manajemen sekolah dapat berjalan nyaman semua. Sehingga pihak-pihak yang terkait dengan sekolah harus sama-sama tahu bahwa anak-anak punya hak untuk dilindungi tetapi guru juga punya sama dalam perlindungan. Hal ini tidak lain adalah demi proses pendidikan itu sendiri. Jangan sampai proses pendidikan berhenti hanya karena pelaku pendidikan terbelenggu oleh aturan yang tercipta.

Selain di sekolah, sosialisasi tentang Permendikbud 10/2017 juga diberikan pada tokoh-tokoh masayarakat agar sama-sama mendukung. Karena pendidikan anak tidak hanya di sekolah, tetapi juga di masyarakat. Pihak-pihak lain seperti media massa juga diharapkan dapat menggaungkan peraturan tersebut.

“Yang terpenting sekarang kita sama-sama percaya bahwa di dunia pendidikan harus humanis. Ketika berbicara humanis, maka tidak hanya diperlakukan pada anak-anak. Tapi guru juga diperlakukan humanis. Karena disamping punya tupoksi, guru pun juga manusia yang punya hak untuk dilindungi dalam melaksanakan profesinya. Dengan pemahaman yang sama antara guru dan wali peserta didik akan tercipta tujuan yang sama tentang bagaimana menciptakan pendidikan anak-anak ke depan agar anak bisa sehat jasmani dan rohani,” tutup Heri Mujiono. fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama