Berkat kedatangan bangsa asing tersebut sedikit banyak mempengaruhi pendidikan di Indonesia. Seperti halnya gaya rambut dan seragam. Semasa perjuangan, rambut panjang atau gondrong dekat dengan pejuang muda Indonesia. Selain peci serta berpakaian necis ala bangsawan, rambut gondrong menjadi sebuah simbol aktivis pergerakan.

Fakhruddin *)

Sejarah pendidikan di Indonesia telah melewati perjalanan panjang, bahkan sebelum zaman kemerdekaan. Dimulai dari masa perdagangan berkembang pada abad ke-16, bangsa Portugis datang ke Indonesia terlebih dahulu yang kemudian disusul Spanyol guna berdagang sembari menyebarkan agama Nasrani (Katolik). Berakhirnya kejayaan Portugis, datanglah penguasa baru bangsa Belanda. Masa itu persebaran agama Katolik dirasa kurang sesuai sehingga berganti dengan Protestan, menyesuaikan perdagangan VOC. Terakhir, bangsa Jepang juga turut merasakan membangun sekolah di Indonesia. Tetapi tidak terlalu lama, berkisar antara tahun 1942 sampai 1945.

Berkat kedatangan bangsa asing tersebut sedikit banyak mempengaruhi pendidikan di Indonesia. Seperti halnya gaya rambut dan seragam. Semasa perjuangan, rambut panjang atau gondrong dekat dengan pejuang muda Indonesia. Selain peci serta berpakaian necis ala bangsawan, rambut gondrong menjadi sebuah simbol aktivis pergerakan.

Setelah bangsa Indonesia berhasil merebut kemerdekaan, seragam tetap diterapkan hingga sekarang. Akhirnya pada masa pemerintahan Presiden Soeharto tahun 1982, turun Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Direktorat Jendral (Ditjen) Pendidikan Dasar dan Menengah berisi tentang penggunaan seragam sekolah bagi peserta didik beserta aturan pengaturan warna di setiap jenjang. Konon, peraturan penggunaan seragam ini dikeluarkan untuk menutupi kesenjangan sosial antar peserta didik.

Sebagaimana zaman terus berganti, banyak kebijakan baru pun bermunculan. Rambut gondrong identitas perjuangan pun telah usai. Kini rambut panjang dinilai serupa gaya hidup ala kebaratan, bahkan Presiden Soekarno memberi label “kontra revolusioner” dan kebarat-baratan.

Akibatnya, pada masa itu terlihat sejumlah anggota militer yang ajeg kemana-mana membawa gunting untuk melakukan razia rambut gondrong di kalangan masyarakat. Peserta didik, mahasiswa hingga seniman juga terkena getahnya. Seniman seperti WS Rendra, Taufik Ismail dan Achmad Akbar dibuat kesal dengan diberlakukannya aturan ini.

Untuk seragam sudah ada sejak penjajahan Jepang. Saat dijajah negara yang terkenal akan kedisiplinan militeristikannya itu, membawa budaya seragam dengan satu corak saja belum ada perbedaan di setiap jenjangnya.

Pencetus gagasan perbedaan warna ini adalah seorang Direktur Pembinaan Kesiswaan Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Idik Sulaeman. Penentuan warna seragam sekolah juga memiliki arti tersendiri di setiap jenjangnya. Warna putih pada baju serta merah sebagai bawahan peserta didik jenjang SD melambangkan energi dan keberanian untuk belajar. Sementara warna biru seragam SMP berarti komunikasi serta percaya diri. Sedangkan abu-abu di jenjang SMA menunjukkan kedewasaan beserta ketenangan.

Berjalannya waktu, sejumlah peraturan baru perihal seragam juga mengalami perubahan. Seperti halnya penyeragaman warna sepatu menjadi hitam. Dipilihnya warna hitam sebagai penyeragaman, karena lebih mudah dipadupadankan dengan corak lainnya sehingga berpengaruh di sisi kerapiannya juga. Sehingga kesatuan antar warna pada seragam akan terlihat sesuai tidak bertabrakan satu samalainnya.

Pelaksanaan Penertiban

Di era yang serba berkembang, penertiban tidak bisa disamakan seperti sedia kala. Perlu adanya penyesuaian pendekatan tertentu kepada peserta didik supaya bisa menerima sanksi secara lapang dada dan berubah lebih disiplin. Karena kondisi psikis peserta didik saat ini lebih sensitif, kurang bisa menerima kesalahannya serta mudah tersinggung.

Apabila terjadi kondisi demikian menunjukkan bahwa otak reptil peserta didik tengah bekerja. Otak reptil merupakan bagian yang menumbuhkan dan mengendalikan daya berontak manusia. Hasilnya, walaupun pemberontakan tersimpan di dalam sebuah pikiran saja, tetapi juga berdampak pada proses pembelajaran kian berjalan tidak maksimal dan pelajaran pun terlampau susah diterima.

Ketika menghadapi keadaan seperti itu, seorang guru hendaknya segera mengambil sikap pendekatan yang mampu meredam suasana. Jangan sampai diimbangi dengan tensi serupa, sebab nantinya usaha guru dalam mendidik semakin sia-sia dan memakan energi berlebih.

Di sisi lain, prinsipnya suatu pelajaran akan mudah diterima peserta didik apabila otak manusia tengah berada di gelombang alfa yakni kondisi segar dan mudah menerima informasi atau bisa digambarkan waktu di pagi hari saat beban pikiran masih belum menumpuk.

Adanya dua potensi tersebut setidaknya mampu dijadikan sebuah patokan guru untuk menciptakan suasana sekolah yang menggiring otak pada gelombang alfa dan jangan sampai memancing kinerja otak reptil peserta didik. Meskipun ada penyimpangan harus ditangani menggunakan metode pendekatan tertentu yang lebih diterima, seperti halnya perlahan mendatangi anak secara langsung tidak memerintah laiknya seorang bos kepada bawahannya. Sehingga menghindari pemikiran negatif peserta didik terhadap guru maupun pihak sekolah lainnya.

Dampaknya peserta didik bisa memahami kesalahannya dan mengubah perilakunya sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Nilai positifnya, secara langsung juga sikap guru dapat ditauladani peserta didik sebagai pendidikan karakter.

*) Reporter Majalah Suara Pendidikan.
Lebih baru Lebih lama