Guru dituntut menentukan metode pembelajaran yang sesuai untuk merangsang daya pikir peserta didik. Melalui pembiasaan mengasah daya pikir di setiap harinya, peserta didik akan menemukan cara tersendiri dalam menyelesaikan suatu soal yang nantinya semua proses akan mudah terekam dan diingat tanpa harus melakukan hafalan secara mendetail.

JOMBANG – Keluhan tentang kesulitan mengerjakan soal berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) tidak hanya dirasakan peserta didik saja, guru selaku pendidik tentunya tidak bisa mengeluarkan jenis soal ini jika belum dilakukan pembiasaan di setiap harinya. Apabila dipaksakan, keduanya tentu akan merasa semakin terbebani dan hasilnya tidak maksimal.

Begitu pula saat ada peserta didik yang kurang mampu mengerjakan suatu soal tertentu, seharusnya guru tidak langsung menyalahkan sang anak, karena banyak faktor penyebabnya. Selain disebabkan rasa malas belajar, bisa juga pelajaran yang sedang diujikan belum sempat diajarkan guru kelasnya.

“Hal itu sangat mungkin terjadi di saat tertentu, ketika sekolah dihadapkan oleh kesibukan lain di luar pembelajaran dengan asumsi memakan jam pelajaran cukup banyak. Sehingga pembelajaran dikebut dan kemungkinan untuk terlewat semakin tinggi, serta persiapan pembuatan soal kian sempit. Guna menyiasati hal itu akhirnya sebagian guru memilih mencari soal dari internet atau teman guru asal sekolah lain yang belum tentu dapat diterima peserta didiknya,” papar narasumber Bimbingan Teknis (Bimtek) Pembelajaran dan Penilaian Berbasis HOTS Gugus Sekolah 2 Kecamatan Jombang, Heri Mujiono, S.Pd., M.Pd.

Kata kuncinya, imbuh Kepala SDN Kepanjen II Jombang tersebut, kembali berada pada kemampuan guru ketika menyampaikan pembelajaran. Mulai dari manajemen waktu, cara menyampaikan pembelajaran hingga penentuan ketercapaian target yang diusung guru. Terlebih berlakunya Kurikulum 2013 sangat tepat digunakan untuk menunjang pembelajaran berbasis HOTS dengan cara menggiring nalar pikiran peserta didik, bukan seperti sistem hafalan yang selama ini diterapkan di sekolah.

Selanjutnya guru dituntut menentukan metode pembelajaran yang sesuai untuk merangsang daya pikir peserta didik. Melalui pembiasaan mengasah daya pikir di setiap harinya, peserta didik akan menemukan cara tersendiri dalam menyelesaikan suatu soal yang nantinya semua proses akan mudah terekam dan diingat tanpa harus melakukan hafalan secara mendetail.

Heri Mujiono menambahkan, “Lebih berkesan lagi apabila guru berhasil menciptakan dominasi peserta didik saat proses pembelajaran. Artinya guru benar-benar bertindak sebagai fasilitator atau pemberi materi pengantar saja. Selanjutnya peserta didik dibiarkan melakukan eksplorasi serta elaborasi temuan-temuan atas penalaran yang berhasil diciptakan. Setelah selesai, barulah guru berperan sebagai bentuk konfirmasi terhadap pekerjaan peserta didik dan memberikan pembenaran beserta apresiasi.”

Pembiasaan sistem pembelajaran seperti ini mampu memacu cara berpikir anak supaya berkembang dan lebih mengarah terhadap prosesnya. Bukan langsung ke arah hasil yang kemudian menjadi sistem hafalan. Jika sudah terbiasa, menghadapi soal HOTS di mata pelajaran apapun anak akan mudah menjawabnya. fakhruddin
Lebih baru Lebih lama