Media pembelajaran modern di sini merupakan inovasi penggunaan alat peraga dengan memanfaatkan media elektronik, seperti perangkat komputer, internet, LCD, dan lain sebagainya. Sedangkan konvensional lebih mengarah kepada penggunaan bahan sederhana yang mudah ditemukan di setiap hari sebagai penyampaian materi.

Ditilik melalui pengertian maupun manfaat penggunaan media pembelajaran sebagai bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud supaya interaksi komunikasi edukasi antara guru dan peserta didik dapat berlangsung secara tepat dan berdaya guna, menunjukkan jika perannya begitu signifikan di dunia pendidikan. Sehingga di era milenial ini guru dituntut agar terus berkreasi menghadirkan inovasi media pembelajaran sesuai karakteristik peserta didik di sekolah binaanya.

Oleh sebab itu selain membuat atau menghadirkan inovasinya, guru harus bisa menentukan kesesuaian media pembelajaran untuk diterapkan kepada seluruh peserta didik. Perlu menjadi catatan tambahan bahwa inovasi tidak selalu terbatas kepada pemanfaatan teknologi atau modernitas semata, masih ada media pembelajaran konvensional sederhana yang dapat dikreasikan seluruh guru.

Media pembelajaran modern di sini merupakan inovasi penggunaan alat peraga dengan memanfaatkan media elektronik, seperti perangkat komputer, internet, LCD, dan lain sebagainya. Sedangkan konvensional lebih mengarah kepada penggunaan bahan sederhana yang mudah ditemukan di setiap hari sebagai penyampaian materi.

“Keduanya merupakan pilihan alternatif yang mampu dimanfaatkan guru. Tetapi, karakteristik peserta didik tetap menjadi pertimbangan utama. Terlebih, letak geografis sekolah sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap sumber daya manusianya. Sehingga anggapan bahwa semakin canggih media pembelajaran akan diimbangi dengan meningkatnya hasil belajar adalah salah,” jelas Kepala SD Plus Darul Ulum Jombang, Ike Sinta Dewi, SS.

Oleh sebab itu guru dituntut selalu menyiapkan media pembelajaran secara tepat sejak jauh-jauh hari, karena sangat berpengaruh kepada tingkat daya serap peserta didik. Media pembelajaran modern sangat tepat diterapkan bagi beberapa pelajaran yang menjelaskan sebuah tata cara ataupun langkah-langkah pengerjaan sesuatu secara baik dan benar dengan tingkat jenjang menyesuaikan, tepatnya usia sembilan tahun keatas.

Seperti yang dilakukan oleh guru SDN Kepanjen II Jombang, Muhammad Janji Haryono S.Pd., guru harus pandai melihat karakteristik dan kegemaran seluruh peserta didik. Artinya, menghadapi perkembangan zaman yang kian cepat seorang guru tidak boleh berhenti belajar guna memperkaya kreativitasnya dalam menghadirkan suatu inovasi penyampaian pembelajaran.

“Salah satu contohnya yakni penyediaan permainan telepon pintar berbasis pembelajaran. Melalui media tersebut peserta didik lebih tertarik untuk belajar semua mata pelajaran, karena konten di dalamnya sudah menyesuaikan Kompetensi Dasar (KD) masing-masing pelajaran.” ungkap laki-laki pembuat aplikasi pembelajaran tersebut.

 
Di segi penyampaian atau penguasaan media pembelajaran guru juga harus menguasainya. Seberapa bagus dan menariknya suatu media nantinya terasa percuma apabila guru tidak mampu memaparkan secara baik. Bahkan, peserta didik akan bosan serta susah menerima materi.

Sebaliknya, untuk media pembelajaran konvensional lebih cocok diberikan saat pelajaran seputar pengenalan suatu tema yang tidak memungkinkan dibawa ke dalam kelas, seperti hewan buas, benda berukuran besar, alat transportasi, maupun bentuk-bentuk sederhana lain. Akan lebih mudah apabila guru menghadirkan replikasnya dengan sebuah miniatur tiga dimensi ataupun gambar sederhana dua dimensi menyerupai benda asli.

Guru matematika SMP Negeri 2 Wonosalam, Warnoto, M.Pd., “Salah satu contohnya adalah terciptanya alat peraga yang diberi nama ‘Dangkatut’ atau akronim dari Bidang Buka Tutup. Hadirnya alat peraga ini mampu mempermudah peserta didik dalam menyelesaikan pengerjaan soal menghitung luas daerah bidang datar yang tidak utuh atau dengan tanda arsir.”

Validitas Media Pembelajaran

Penggunaan alat peraga sebagai media pembelajaran sejatinya mampu memberikan kemudahan bagi guru dalam menyampaikan pelajaran, baik di dalam maupun luar kelas. Akan tetapi keberhasilan dari penggunaan media pembelajaran tidak dapat hanya dilihat melalui perolehan nilai ujian akhir saja. Guru harus memperhatikan beberapa aspek pendukung lain, seperti halnya ketertarikan atau minat, keaktifan, hingga interaksi peserta didik saat proses pembelajaran.

Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang, Yerry Soepriyanto, S.T., M.T. mengungkapkan, “Berbekal beberapa faktor tersebut, dalam pemilihan media seharusnya tidak terlepas dari kontek awal, bahwa media merupakan komponen sistem instruksional secara keseluruhan. Walaupun tujuan dan isinya sudah ditentukan, faktor lain seperti karakteristik peserta didik, strategi pembelajaran, organisasi kelompok belajar, beserta prosedur penilaiannya pun perlu dijadikan suatu pertimbangan.”

Harapannya, imbuh Yerry Soepriyanto, adanya beberapa aspek pertimbangan itu nantinya mampu membantu guru menentukan media yang sesuai untuk seluruh peserta didik. Begitu juga segala sikap alternatif harus dipikirkan guru saat menjumpai berbagai kemungkinan ketika pembelajaran berlangsung, salah satu peluangnya adalah perbedaan gaya belajar (individualisme dan berkelompok) ataupun tingkat kecerdasan peserta didik.

“Alangkah baiknya sebuah media pembelajaran hasil kreasi guru dilakukan validasi terlebih dahulu sebelum digunakan dalam pembelajaran sesungguhnya. Pertama bisa dimulai dari validasi kepada ahli media, materi dan uji coba kepada sejumlah peserta didik dalam satu kelas dengan perwakilan berbagai karakter. Apabila ketiganya sudah mencapai kriteria, maka media pembelajaran tersebut sudah valid dan layak digunakan. Sebaliknya jika salah satu proses di setiap ahli masih terdapat kekurangan, media harus direvisi sesuai kelemahan saat validasi,” urai laki-laki berputera satu ini.

Proses validasi sangat penting dilakukan karena ketika pembelajaran berlangsung sudah tidak boleh terjadi kegagalan. Baik secara penyampaian materi ataupun penguasaan media pembelajaran yang sudah disediakan. Setiap guru harus selalu bekerja secara perfeksionisme, jangan sampai terjadi sebuah kegagalan selama proses pembelajaran. Sebab secara otomatis akan tertanam di benak peserta didik mengenai citra sang guru.

Apabila terdapat sejumlah peserta didik yang kurang mampu menerima pemaparan materi, menjadi tugas guru untuk memberi pendekatan dan menjelaskan secara personal agar bisa diterima. Jangan sampai di pertemuan berikutnya ada yang belum menguasai materi sebelumnya.

“Sebagai seorang guru, sudah bukan zamannya lagi untuk gengsi. Apabila kesusahan dalam menentukan media pembelajaran ataupun penyampainnya, guru bisa konsultasi dengan sesama guru atau peer teaching. Agar dapat saling bertukar pendapat dan saling melengkapi kekurangan, serta pembelajaran lebih berlangsug sistematik” jelas Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Hasyim Asy’ari Jombang, Dr. Rofiatul Hosna, M.Pd.

Dampak Penggunaan Media Pembelajaran

Warnoto berpendapat bahwa setelah alat peraga buatannya diterapkan, terdapat peningkatan cukup signifikan terhadap pemahaman materi. Hal itu dapat dilihat melalui hasil pengerjaan soal uji coba menjelang mata pelajaran usai di setiap pertemuan. Persentase keberhasilan pembelajaran di kelas yang dipegangnya meningkat hingga 85% dari semula hanya 65%. Indikator keberhasilan tidak hanya berdasarkan perolehan nilai ujian semata, keaktifan peserta didik melakukan interaksi tanya jawab dengan guru dan keberanian mau mencoba menyelesaikan tugas menjadi poin tambahan yang bisa didapatkan peserta didik.

Pria yang memiliki hobi bercocok tanam ini menyatakan, “Dampak yang timbul dari penggunaan media pembelajaran adalah mampu mempengaruhi peserta didik yang semula pasif dan takut dengan matematika menjadi semakin termotivasi belajar lebih tekun serta percaya diri. Melalui penambahan nilai dari tambahan penilaian indikator keberhasilan tersebut, peserta didik dengan kepandaian lebih di bidang akademik bisa saja tersaingi dengan yang memiliki kemampuan rata-rata tetapi lebih aktif bertanya jawab dan berani mencoba mengerjakan soal.”

Sementara di jenjang SD, menurut guru kelas empat SDN Banyuarang, Ngoro, Kiki Ratnaning Arimbi, S.Pd., tolak ukur penilaian bisa diperoleh dari berbagai aspek yang diaplikasikan di Kurikulum 2013. Baik yang diterapkan di sekolah maupun di rumah, misalnya perilaku di keseharian dan daya tangkap peserta didik terhadap pemaparan materi. Terkadang peserta didik memperoleh hasil belajar kurang memuaskan karena sedang ada pada kondisi tidak siap. Tetapi ketika peserta didik diminta mempraktikkannya, secara mudah mampu dikuasai. Hal ini menunjukkan sebagaian peserta didik merasa bingung dalam mengartikan pembelajaran secara verbal. Sehingga proses penggunaan media pembelajaran sangat perlu dipertimbangkan serta disesuaikan melalui proses pengamatan sebelum melaksanakan pembelajaran.

“Terlebih, bagi peserta didik jenjang SD harus diperlihatkan benda secara konkret sesuai dengan tema, supaya lebih mempermudah dalam aplikasi materi tematik yang berkesinambungan pada setiap pembelajaran,” ujar Kiki Ratnaning Arimbi.

Bahkan berkat dua buku komik inspirasi buatannya, Kiki berhasil lolos pada acara sayembara “Bahan Bahasa” serta merupakan salah satu realisasi bahan ajar dengan melibatkan peserta didik dalam berliterasi. Kata lainnya, cara asyik serta menyenangkan selalu dipilihnya sebagai media pembelajaran yang aplikatif, sederhana dan nyaman bagi peserta didik. chicilia risca/fakhruddin
Lebih baru Lebih lama