FOTO: Menu pecel lele. (fitri)

Tidak seperti di tempat lain yang menyediakan menu serupa, lele di tempat ini benar-benar dipenyet tidak sekadar diletakkan di atas sambal membuat sambalnya sedikit masuk ke dalam daging lelenya yang lembut.

BANDAR KEDUNGMULYO – Ketika berkunjung ke sebuah kota, selain mencari oleh-oleh khas tentunya berburu kuliner yang nikmat di daerah itu adalah tujuan utamanya. Bagaimana dengan Jombang? Banyak diantaranya yang merekomendasikan kikil di wilayah Desa Mojosongo. Sementara yang lainnya, ada yang menawarkan sate kampret Pasar Legi Citra Niaga, Jombang, Warung Doa Ibu (Nasi Goreng Pak Topa) di utara Pasar Legi Citra Niaga, atau Nasi Rawon yang ada di sekitaran Mojoagung.

Beruntungnya, tim Majalah Suara Pendidikan sudah pernah mencoba dan menyambangi kuliner tersebut sehingga untuk edisi kali ini kami harus mencari lokasi lain yang juga menarik untuk diulas. Pilihan kali ini jatuh pada tempat yang kabarnya pernah menjadi sentra kuliner Kota Santri. Lokasinya di Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Jombang.

Makanan atau masakan yang khas yang menjadi primadona di daerah ini adalah pecel lele. Tapi tunggu dulu, meski namanya pecel lele anda tidak akan menemukan bumbu kacang yang identik membaluri nasi dan sayuran dalam komposisi pecel. Pecel lele yang dimaksud disini adalah lele goreng dipenyet dengan sambal yang terbuat dari cabai dan tomat sekaligus disajikan di atas cobek batu kecil. Orang Jombang mungkin lebih familiar menyebutnya lalapan lele atau lele penyet.

Daripada memikirkan mengapa menu ini disebut sebagai pecel lele padahal lebih cocok disebut sebagai lele penyet, saya akhirnya datang ke salah satu warung pecel lele legendaris yakni Warung Pecel Lele H. Fadlil untuk mencobanya. Tidak sulit untuk menemukan warung ini karena lokasinya yang tepat di pinggir jalan provinsi Jombang menuju Nganjuk. Apalagi ditambah dengan plang nama besar yang bisa terlihat dari jarak jauh sehingga calon pembeli bisa bersiap untuk mengurangi kecepatan kendaraannya jika bermaksud untuk mampir.

FOTO: Tampak depan Warung H. Fadlil. (fitri)

Setelah memesan satu pecel lele dan bebek goreng karena teman makan saya tidak doyan lele, segelas jeruk hangat dan es jeruk tak ketinggalan juga kami pesan. Ketika akhirnya dua menu tersebut dihidangkan, pecel lele pesanan saya sesuai dengan yang sudah saya katakan di awal tadi, yakni disajikan di atas cobek batu kecil dengan sambal dari cabai dan tomat. Terasa spesial kerena lele yang disajikan tidak hanya satu ekor, melainkan dua ekor dengan ukuran yang gemuk.

Tidak seperti di tempat lain yang menyediakan menu serupa, lele di tempat ini benar-benar dipenyet tidak sekadar diletakkan di atas sambal membuat sambalnya sedikit masuk ke dalam daging lelenya yang lembut.

Penasaran dengan rasanya, maka langsung saya coba memotek daging lele yang lembut dengan sedikit colekan sambal. Perpaduan rasa asin, gurih, manis, dan pedas segera berpadu di lidah. Hal ini menyenangkan bagi saya si penikmat lele goreng yang asin dan gurih karena beberapa kali mencoba lele gorang di tempat lain rasanya hambar.

Sementara itu level pedas dari sambal yang disajikan untuk ukuran selera saya masih dalam ambang batas toleransi. Tidak biasa-biasa saja sehingga kurang menantang atau bahkan terlalu pedas hingga membakar lidah. Semuanya pas pun ketika dipadukan dengan lele goreng dan nasi hangat.

Baca Juga: Toko Buku Mandiri Jombang dan Lomba Bikin Puisi 

Usai menandaskan seluruh makanan, saya menuju kasir untuk membayarnya. Total enampuluh ribu rupiah harus saya bayar untuk seluruh menu yang dipesan.

Saat menunggu antrian pembayaran, saya menyadari bahwa yang berada di balik meja kasir adalah sang pemilik warung. Amanah, istri H. Fadlil. Saya pun bertanya sejak kapan beliau memulai bisnis ini. Sambil menyuguhkan senyum beliau menjawab warung yang berlokasi di Jalan Raya Gondang Legi, Bandar Kedungmulyo ini sudah berdiri sejak tahun 1982 dan menjadi yang pertama menyajikan menu pecel lele di wilayah tersebut. Bersama dengan sang suami, H. Fadlil yang kini telah wafat, Amanah merintis usahanya mulai dari sebuah warung sederhana di depan rumah.

Saat ini di usianya yang sudah mencapai 87 tahun, dibantu oleh sembilan orang pegawainya dan pengelolaannya dibantu oleh putrinya, Amanah masih memantau sendiri keberlangsungan warung yang sudah berusia 37 tahun tersebut. fitrotul aini
Lebih baru Lebih lama