Menurut cerita dahulu, jalur lori tersebut digunakan untuk mengangkut kayu hasil tebangan ke TPK Ploso karena belum ada truk untuk mengangkutnya. Teknik pengangkutan kayu di hutan kala itu dengan kondisi alam yang membatasinya, pengangkutan kayu di hutan banyak dilakukan dengan menggunakan jalan rel karena lebih efektif.

PLANDAAN – Ada ribuan kilometer rel kereta yang sudah ‘mati’ alias tidak beroperasi dan terbengkalai. Kebanyakan rel-rel tersebut berada di Pulau Jawa dan sudah dibangun sejak zaman kolonial Belanda periode 1867-1930. Rel-rel ini mulai tak difungsikan lagi lebih kurang pada periode 1970-an hingga tahun 1990-an. Singkatnya pada era Orde Baru.

Tidak difungsikannya lagi jalur rel ini karena berbagai macam alasan. Selain memang kurangnya aktivitas yang menggunakan kereta di wilayah tersebut, pemerintah era Orde Baru memang lebih banyak membangun jalan. Sehingga transportasi ini terpinggirkan dan tidak terurus. Tak jarang pula rel dan jembatannya pun sudah hancur karena termakan zaman.

Meski begitu, masih ada beberapa peningglan rel di atas jembatan yang menjadi saksi bisu pernah jayanya transportasi tersebut di masanya. Seperti yang terlihat di beberapa desa di Kecamatan Plandaan. Terdapat pilar penyangga rel kereta berjenis lori yang sudah tidak terpakai lagi, namun masih berdiri kokoh dan relnya juga masih ada beberapa yang masih terpasang. Hal tersebutlah yang menjadikan bukti bahwa dahulu masyarakat menggunakan alat transportasi untuk membawa hasil tebangan dari dalam hutan menuju Tempat Penimbunan Kayu (TPK).

Baca Juga: Jalin Kedekatan dengan Binaan

Salah satu warga Desa Pelabuhan, Muhammad Hariyanto, menceritakan bahwa menurut cerita dahulu, jalur lori tersebut digunakan untuk mengangkut kayu hasil tebangan ke TPK Ploso karena belum ada truk untuk mengangkutnya. Teknik pengangkutan kayu di hutan kala itu dengan kondisi alam yang membatasinya, pengangkutan kayu di hutan banyak dilakukan dengan menggunakan jalan rel karena lebih efektif. Biasanya jalur rel berada diketinggian tertentu agar lori bisa diluncurkan sampai tujuan. Untuk rute lori ini mengelilingi bukit mulai bukit di Desa Pelabuhan, Klitih, Jipurapah, Marmoyo sampai ke TPK Ploso.

Pilar penyangga rel setinggi lebih kurang tiga meter pun masih berdiri kokoh. Menurut sumber yang diperoleh, kuatnya pilar penyangga rel tidak rusak sampai saat ini adalah kualitas semen yang baik dipergunakan oleh arsitektur Belanda. Pada masa itu, mereka biasa memakai semen merah dan gamping yang dibaur menjadi satu. Batu bata merah yang digiling halus sampai menjadi serbuk dan dicampur batu kapur untuk bahan perekat bangunan.

Bahannya pun menggunakan batu merah seperti yang lazim di pakai di Indonesia. Namun berbeda dengan produksi lokal pribumi, arsitek Belanda memiliki perlakuan eksklusif terhadap jenis batu yang akan digunakan. Mereka mencampurkan sejumlah material seperti semen buatan sendiri sampai melekat sempurna. Selain itu, arsitek Belanda sangat menyimak tingkat rinci dan presisi suatu konstruksi. Selain memakai bahan bangunan berbobot, semua pekerja pun telah menyiapkan suatu struktur rancangan yang sungguh-sungguh sesuai fungsinya.

Beberapa kontruksi jalan rel juga masih ada yang tersusun rapi, baik bantalan dan lapisan fondasi yang terbangun dalam sistem konstruksi dan analisis tertentu untuk dapat dilalui lori secara aman agar lori tidak gampang terguling. Material rel menggunakan batangan baja yang dihubungkan secara langsung sehingga memberikan tuntunan dan tumpuan terhadap pergerakan roda. Oleh karena itu, rel juga harus memiliki nilai kekakuan tertentu untuk menerima dan mendistribusikan beban roda dengan baik.

Bantalan rel menggunakan bahan kayu karena dinilai memiliki beberapa fungsi. Diantaranya menerima beban dari rel dan mendistribusikannya kepada lapisan balas dengan tingkat tekanan yang kecil, mempertahankan sistem penambat untuk mengikat rel pada kedudukannya dan menahan pergerakan rel.

Namun jika dilihat secara seksama, rel yang masih ada tersebut tidak menggunakan batu kerikil seperti kebanyakan bangunan rel saat ini. Fungsi batu kerikil adalah sebagai bantalan pemberat dan menyerap getaran. Dengan adanya lapisan batu kerikil ini rel dapat tetap berdiri dengan stabil, sehingga kereta yang berjalan di atasnya pun dapat berjalan dengan baik. aditya eko
Lebih baru Lebih lama