NGORO – Menuliskan sebuah cerita tutur tentang keberadaan suatu desa sangatlah penting. Selain supaya tidak kehilangan akar sejarah, tentunya tak sampai mengalami perubahan cerita. Dengan demikian bisa disampaikan kepada generasi penerus guna semakin tumbuh rasa cinta terhadap tanah kelahirannya. Kelak ketika beranjak dewasa pun tak sampai melupakan.

Hal inilah yang dihadapi beberapa desa yang ada di Kabupaten Jombang. Salah satunya adalah Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngoro. Perangkat desa yang saat ini tengah menjabat merasa kebingungan ketika mendapat pertanyaan mengenai sejarah atau asal-usul nama desa tempat mereka menunaikan tugas.

“Menilik dari data yang ada di pemerintahan Desa Sugihwaras, tercatat perangkat desa mulai lurah (kepala desa), carik (sekretaris desa), kamituwo (kepala dusun), kepetengan, kebayan, mataulu (kepala urusan), mulai menjabat pada 1921,” jelas Sekretaris Desa Sugihwaras, Rahmat Galih Satrio Utomo.

Baca Juga: Berawal dari Rosi (Roso'an Wesi) Kini Menjadi Guru Profesional dan Memiliki Mobil

Dari tahun 1921 hingga 1980, penyebutan perangkat desa masih menggunakan istilah lama. Disamping itu, satu orang Kamituwo memimpin dua dukuhan (dusun). Setelah 1980, seiring perubahan penyebutan istilah perangkat desa, masing-masing dusun akhirnya dipimpin oleh satu orang Kasun (kepala dusun). Enam dusun itu adalah Sugihwaras, Pojok, Ketawang, Kalak, Cermenan, dan Dusun Gandan.

Saat kembali disinggung mengenai asal-usul nama desa, Rahmat Galih Satrio Utomo mengaku tidak ada catatan resmi yang menerangkan mengenai hal tersebut. Para sesepuh desa yang kemungkinan bisa dijadikan sebagai rujukan sudah banyak yang meninggal. Kalau pun ada yang masih hidup, sangat sulit untuk diajak berkomunikasi lantaran keterbatasan fisik dan daya ingat (pikun).

Namun menurut Kepala Dusun Ketawang, Agung Akhmad Agus Santoso terdapat satu legenda yang kemungkinan bisa dipercaya sebagai awal mula daerah yang berbatasan dengan Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek ini.

“Konon katanya zaman dahulu pernah terjadi pagebluk atau wabah penyakit yang banyak menyebabkan korban meninggal. Namun masyarakat yang ada di sini tidak ada yang tertular, tetap sehat dan kondisi perekonomiannya juga berkecukupan. Sehingga mungkin dari situ kemudian dinamakan Desa Sugihwaras. Karena masyarakatnya yang sugih (kaya atau berkecukupan) dan waras (sehat),” ujar pria yang akrab disapa Akhmad tersebut.

Kemudian sekitar1965 ada seorang dukun tiban bernama Mbah Simin yang masyhur. Dia dikenal bisa menyembuhkan dan membantu orang jika mengalami kesulitan. Begitu manjurnya keilmuwan Mbah Simin, orang-orang dari berbagai daerah banyak yang datang. Tentu saja, hal itu berdampak pada kehidupan sosial-masyarakat warga Desa Sugihwaras. Perekonomian warga yang sempat mengalami kesulitan menjadi membaik.

Selain itu, dugaan bahwa wilayah Jombang dahulunya merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit juga teridentifikasi di Desa Sugihwaras. Beberapa waktu yang lalu, di desa yang berpenduduk sekitar empat ribu jiwa ini ditemukan situs purbakala berupa bata kuno. Batu bata dengan struktur membentuk bekas dinding tersebut memiliki ketebalan 5-6 sentimeter dan lebar 21 sentimeter, sedangkan ukuran panjangnya 31 sentimeter.

Sayangnya saat dikunjungi pada Rabu (4/3) lokasi situs sudah tertutup tanaman tebu milik warga serta ilalang rerumputan. Sehingga struktur situs tidak bisa terlihat jelas.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini
أحدث أقدم