Wiwik Andriani, S.Pd*)

Pagi itu matahari bersinar sangat cerah, secerah harapanku semoga keberuntungan akan menyertaiku. Ya, itulah doa yang setiap malam aku panjatkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam. Setelah berhari-hari kupersiapkan beberapa surat lamaran yang dilengkapi dengan berkas-berkas yang mendukung, sudah bulat tekatku untuk mencoba melamar sebagai Guru Honorer demi menggapai cita-citaku sejak kecil untuk menjadi guru. Kala itu aku masih tercatat sebagai salah satu mahasiswi semester 2 di sebuah Universitas Keguruan di kotaku dan kebetulan kegiatan pembelajaran kuliahku dilaksanakan pada sore hari sehingga pagi hari tidak ada kegiatan . Berbekal nilai Keterangan Hasil Semester (KHS) dari Semester I yang telah aku peroleh dan surat keterangan bahwa statusku adalah mahasiswa aku mencoba keberuntungan.

Berbarengan restu kedua orang tua dan ditemani sepeda motor Yamaha tahun 1980 warna merah yang suaranya ketika dinyalakan mampu memecah keheningan serta asap mengepul warna putih yang setia membuntuti seketika mampu merubah gas Oksigen (O2) menjadi gas Karbon Monoksida (CO). Bismillah aku membawa lima berkas lamaran sekaligus. Pikirku akan menyebar ke beberapa Sekolah Dasar (SD). Setelah berjalan cukup jauh aku melihat sebuah Sekolah Dasar, aku parkir sepeda dan bertanya di mana ruang kepala sekolah ke salah satu peserta didik yang kebetulan sedang beristirahat. Setelah ditunjukkan dengan hati yang dag dig dug der, aku bergegas menuju ke ruang tersebut.

“Assalamu’alaikum, Assalamu’alaikum,” ujarku.

“Wa alaikum salam” Terdengar suara seorang wanita yang usianya sekitar 45 tahun dengan mengenakan pakaian seragam dinas guru menjawab dari dalam ruangan.

Ternyata beliau adalah Kepala Sekolah SD tersebut. Kemudian aku dipersilahkan masuk, setelah duduk dengan sikap yang sopan aku memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatanganku, namun beliau menjawab bahwa jumlah guru di sekolah tersebut sudah terpenuhi dan tidak perlu lagi menambah tenaga guru honorer.

Baca Juga: Kejuaraan Wushu Piala Disdikbud Kabupaten Jombang Parameter Persiapan Porkab 2020

Perasaan kecewa sebenarnya bergelayut di hatiku, tetapi mencoba tegar, kemudian mohon pamit tetapi sebelumnya aku minta ijin untuk meninggalkan surat lamaranku dengan harapan suatu ketika dibutuhkan tambahan guru bisa menghubungi aku. Kemudian aku melanjutkan perjalananku mencari SD yang membutuhkan seorang guru. Tidak seberapa jauh dari SD yang aku datangi ada sebuah sekolah yang satu desa, karena biasanya dalam satu desa terdapat dua SD Negeri. Pada sekolah kedua ini aku harus merasakan kecewa yang kedua kali karena kembali lamaranku ditolak.

Tidak putus asa dengan ditemani sepeda ulungku, semangatku masih membara melanjutkan perjalanan untuk mencari sebuah sekolah yang dapat menerimaku. Setelah berjalan cukup jauh aku melihat ada sebuah sekolah yang lumayan besar, sekolah tersebut dikelilingi pagar besi, tamannya tertata rapi, halamannya bersih terlihat peserta didiknya cukup banyak. Kedatanganku disambut oleh seorang guru yang langsung mempersilahkan untuk menunggu di ruang tamu, terlihat di papan data guru semua guru yang tertulis berstatus PNS, hal ini memberikan secercah harapan bagiku.

Tidak menunggu lama datang seorang laki-laki yang sudah paruh baya ternyata beliau adalah kepala sekolah. Setelah aku menjelaskan maksud kedatanganku beliau menjelaskan bahwa sekolahnya tidak menerima tenaga honorer, tanpa menanyakan alasannya aku pun mohon pamit.

Ya Allah sudah tiga sekolah yang aku datangi tetapi tidak ada satupun yang menerimaku, di tasku masih tersisa dua berkas lamaran lagi, dalam hati aku berdo’a semoga lima berkas lamaran yang aku bawa salah satunya ada yang diterima. Aku nyalakan sepeda ulungku beberapa kali, maklum karena sepeda tua sehingga agak sulit nyalanya. Tetapi meskipun demikian, aku selalu bersyukur karena orang tuaku mungkin hanya bisa membelikan sepeda ini untukku. Namun yakin di luar sana masih banyak orang yang tidak seberuntungku.

Terik mentari semakin menyengat kulit dan menyilaukan mataku ini pertanda hari semakin siang. Aku melanjutkan perjalananku, di sepanjang jalan lantunan sholawat selalu menggema di hatiku, tak henti-hentinya kupanjatkan doa semoga Allah meridloi niatku. Tidak begitu jauh berjalan kulihat diseberang jalan ada tulisan masuk 100 m ke sebuah SD. Jalan juga sepi sehingga aku langsung menyeberang dengan lancar. Akhirnya sampailah aku di sekolah keempat yang aku datangi. Sampai di sekolahan tersebut semua peserta didik dan guru berada di halaman sedang berlatih Pramuka. Oleh salah seorang guru aku dipersilahkan untuk masuk ke ruang kepala sekolah kemudian tidak lama datang kepala sekolah yang bertanya banyak hal tentang diriku, alamat rumah, pendidikan, dan keahlian yang aku miliki. Beliau mengatakan bahwa memang sekolah tersebut sedang membutuhkan seorang guru karena salah satu guru honorenya baru saja diterima menjadi PNS dan ditempatkan di sekolah lain.

Mendengar hal tersebut hatiku sangat plong, aku merasa ada secercah harapan, lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa sekolah hanya mampu memberi honor Rp. 30.000,00 satu bulan. Beliau bertanya apakah aku bersedia, tanpa pikir panjang dengan perasaan yang bahagia aku langsung menyetujuinya karena dari awal tujuanku adalah untuk mencari pengalaman serta mewujudkan cita-citaku dari kecil.

Alhamdulillah disinilah babak baru kehidupanku di mulai, masuk perdana ditemani sepeda ulungku aku berangkat dengan penuh semangat dengan harapan bisa menjadi seorang guru yang dapat bermanfaat untuk mencerdaskan anak bangsa. Hari pertamaku mengajar aku sempat kurang percaya diri karena baru kali ini bicara dihadapan banyak orang. Tetapi aku bersyukur peserta didik sepertinya senang menerima kehadiranku, ditambah rekan sejawat yang lain juga bersikap ramah padaku sehingga aku merasa nyaman.

Oleh kepala sekolah aku dipercayakan untuk menjadi Wali Kelas 2 dan memberikan les mata pelajaran matematika di kelas 6. Suatu hari seperti biasa aktivitasku mengajar, ketika baru datang ada salah seorang peserta didik kelas 6 yang menyambutku.

“Selamat pagi Bu Rosi,” mendengar hal itu aku agak bingung apakah anak ini menyapa aku. Hal itu kerena Rosi bukan namaku, aku lihat kanan kiri tidak ada guru lain, sedangkan anak tersebut mengulurkan tangan untuk salim padaku, berarti memang anak ini menyapaku.

“Selamat pagi nak,” ku balas sapaan peserta didik tersebut.

Di lain hari ketika waktu istirahat dan bersimpangan denganku anak tersebut kembali menyapaku, “Bu Rosi.”

Agak bingung aku menjawab “Iya nak.”

Suatu hari lagi ketika aku masuk kelas 6 untuk memberi les matematika anak tersebut juga memanggilku dengan sebutan Bu Rosi. Kejadian ini berlangsung sampai beberapa minggu. Sempat bertanya-tanya dalam hati alasan anak tersebut memanggil Bu Rosi, malah terlintas Gede Rasa (GR) juga karena setelah kejadian tersebut aku lebih sering bercermin di rumah, merasa cantik. hehehe

Ku pikir Rosi itu adalah nama seseorang yang berwajah cantik dan manis. Aku berusaha mencari tahu adakah artis yang bernama rosi, sempat browsing juga tetapi hasilnya nihil. Sempat bertanya kepada teman-teman guru apakah ada artis atau tokoh yang bernama Rosi, mereka menjawab juga tidak tahu, karena sepengetahuan saya tokoh yang biasa dipanggil Rosi itu adalah Valentino Rossi seorang pembalap di kejuaraan motor dunia yang berasal dari Italia. Tapi masak iya aku seperti sang legenda tersebut, sedangkan di lihat dari sisi mana pun aku tidak ada kemiripan dengannya.

Panggilan Bu Rosi semakin akrab di telingaku sehingga walaupun peserta didik tersebut selalu memanggilku dengan sebutan Bu Rosi aku tidak pernah marah dan selalu membiarkan saja, bahkan selalu membalas sapaan tersebut dengan sangat ramah dan penuh senyuman.

“Ah... biarkan saja dia memanggilku Bu Rosi, toh tidak merugikan aku,” gumamku dalam hati.

Sampai suatu hari yang sangat pilu itu tiba, waktu itu bel istirahat berbunyi terdengar suara anak-anak bersorak sorai kemudian berhamburan keluar kelas sebagian ada yang segera membeli kue, ada juga yang bermain, duduk-duduk di halaman sekolah sambil mengobrol dengan temannya. Waktu istirahat aku tidak menyia-nyiakan, segera aku mengakhiri pelajaran dan segera berjalan menuju ruang guru untuk sekedar melepas lelah serta menghilangkan rasa haus setelah mengajar.

Di tengah perjalananku menuju kantor, anak yang biasanya memenggilku Bu Rosi sedang duduk-duduk bersama beberapa orang temannya di teras kelas, seperti biasa dia menyapaku Bu Rosi. Tapi ada yang berbeda dari biasanya, jika biasanya anak yang lain tidak tertawa tetapi kali ini teman-temanya tertawa dengan sangat keras. Aku yang salah tingkah dan memendam tanda tanya yang besar selama ini akhirnya menanyakan

“Mas kenapa kamu memanggil ibu dengan sebutan bu. Rosi?” tanya ku.

“Rosokan Wesi. Hahaha,” jawab anak tersebut sambil tertawa dan tanpa merasa berdosa sama sekali .

Mendengar jawaban anak tersebut rasanya bagaikan disambar petir di siang bolong, terasa jantungku berhenti berdetak, darahku berhenti mengalir serta nafasku terhenti. Marah, kecewa itu yang kurasakan. Ingin aku teriak, memarahi, dan memukul anak tersebut. Untunglah aku bisa menahan diri. Kutata hatiku aku berfikir positif memang anak tersebut masih anak-anak yang masih lugu dan polos sehingga mengatakan dengan sejujurnya sesuai yang dia lihat bahwa sepedaku memang sudah kuno, jelek, seperti rosokan wesi, tetapi mau bagaimana lagi memang kenyataannya seperti itu.

Kejadian tersebut tidak menjadikan aku patah semangat dan putus asa, namun sebaliknya aku semakin bersemangat untuk bekerja dan berdo’a kepada Allah SWT semoga suatu saat aku akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sembilan tahun aku mengabdikan diri menjadi tenaga honorer dan Alhamdulillah pada tahun 2014 do’aku terkabul aku lolos tes CPNS, tahun 2015 diangkat PNS, dan lebih bersyukur lagi pada tahun 2016 aku lulus sertifikasi. Kini aku sangat bersyukur yang dahulu aku hanya mepunyai sepeda Rosi (Rosokan Wesi), Alhamdulillah sekarang bisa membeli mobil.

Roda kehidupan selalu berputar yang saat ini kita berada di bawah, yakinlah suatu saat kita pasti akan berada di atas. Semangat dan selalu bersyukur dengan terus berdo’a sekaligus berusaha.

*) Guru SDN Kepanjen II Jombang
Lebih baru Lebih lama