NASIONAL - Berhasil menamatkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi tidak menjamin kemudahan mendapatkan pekerjaan. Alhasil, pengangguran terdidik di Indonesia masih tergolong tinggi.

Hasil olah data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2019 menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) diisi 79,5 persen lulusan SMA/SMK, 20,4 persen lain adalah lulusan perguruan tinggi.

Cukup beragam alasan pengangguran terdidik tidak mencari pekerjaan. Putus asa menjadi alasan utama bagi lulusan SMA/SMK. Padahal mereka digadang siap memasuki dunia kerja dengan kemampuan teknis yang didapat saat sekolah.

Pakar hukum ketenagakerjaan Universitas Indonesia, Palawan Simanjuntak menjelaskan alasan Indonesia punya banyak pengangguran terdidik yaitu sistem pendidikan di Indonesia masih minim membangun jiwa kreativitas dan inovasi. Padahal pengetahuan saja tidak cukup, harus diimbangi dengan keterampilan agar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha maupun dunia industri.



Pernyataan Palawan sejalan dengan hasil riset Institute for Management and Development, World Talent Ranking (WTR) tahun 2019. IMD melakukan penilaian daya saing tenaga kerja dengan indikator antara lain investasi dan pengembangan sumber daya manusia, kesiapan, dan daya tarik tenaga kerja di 63 negara di dunia.

Hasil menunjukkan Indonesia naik ke peringkat ke 41 dibandingkan tahun sebelumnya 45. Namun, Indonesia masih kalah bersaing dengan Malaysia yang berada di urutan 22 dan Singapura berada di urutan 10.

Baca Juga: Mengembalikan Fungsi Awal CFD

Dari ketiga indikator yang dinilai, Indonesia memperoleh nilai tinggi pada indikator daya tarik tenaga kerja sebesar 62,20 persen. Sedangkan dari sisi investasi dan pengembangan SDM sebesar 32,50 serta kesiapan tenaga kerja sebesar 49,57.

Kesiapan tenaga kerja, investasi dan pengembangan SDM, serta daya tarik tenaga kerja merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah maupun individu, agar tenaga kerja mampu bersaing baik di dalam maupun luar negeri.

Palawan menjelaskan kualitas SDM tidak hanya ditentukan kecakapan teori dan praktik, melainkan juga motivasi kerja, tanggung jawab, serta sikap. Dari sisi pemerintah, Palawan mengingatkan pentingnya investasi bagi perkembangan dunia usaha. Dan memasukkan bobot besar dalam aspek entrepreneurship pada pelatihan pra kerja.

Berdasarkan riset Global Talent Crunch, tahun 2030 dunia dilanda krisis tenaga kerja ahli. Indonesia, termasuk di dalamnya, akan kekurangan 18 juta tenaga kerja ahli. Ini berpotensi menghilangkan pendapatan sebesar 43 miliar Dolar AS.

Lebih lanjut dalam riset tersebut dikatakan, kekurangan pekerja sangat terampil (level A) akan segera terjadi. Sementara kekurangan pekerja menengah level (B) dan pekerja berketerampilan rendah (level C) akan terjadi pada tahun 2025.



Pengangguran terdidik menjadi masalah tersendiri di pasar tenaga kerja. Sebab, banyaknya pencari kerja yang berpendidikan melebihi kebutuhan dunia kerja. Atau karena kualifikasi tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Akibatnya, pencari kerja semakin lama mendapatkan pekerjaan.

Lulusan SMA/SMK membutuhkan 24 bulan, lulusan perguruan tinggi butuh 12 bulan untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal berbagai upaya sudah dilakukan seperti melamar di bursa kerja. Untuk lulusan SMA/SMK mencapai 900 ribu orang, sedangkan untuk lulusan perguruan tinggi mencapai 300 ribu. Bukan jumlah yang sedikit di saat sedang mencari pekerjaan yang kain sulit dan kesempatan yang semakin sempit seperti sekarang ini.

Sumber/Rewrite: lokadata.id/Tiyas Aprilia
Lebih baru Lebih lama