DIWEK – Asal usul nama suatu tempat atau desa biasanya tak terlepas dari kisah zaman kerajaan pada masa lampau. Banyak dari pasukan kerajaan yang melarikan diri saat kalah dalam peperangan atau bertahan hidup bersama beberapa kelompoknya. Seperti halnya Desa Balongbesuk, Kecamatan Diwek ini. Kisahnya tidak dapat dipisahkan dari nama Kyai dan Nyai Dasimah.

Pasangan suami istri tersebut merupakan prajurit Kerajaan Singasari. Saat kerajaan yang dipimpin Ken Arok runtuh, banyak prajurit-prajuritnya yang melarikan diri ke Malang. Perang antar saudara menjadi penyebab utama runtuhnya. Perang ini terjadi juga di lingkungan keluarga kerajaan karena perebutan kekuasaan. Rakyat tidak lagi diperhatikan, sistem pemerintahan pun hancur lebur.

Selain itu, yang menjadi sebab runtuhnya Kerajaan Singasari adalah kesibukan berperang dengan kerajaan lain demi perluasan wilayah. Raja sibuk mengirimkan pasukan perang ke luar Pulau Jawa. Parahnya, Jayakatwang, sepupu dari Kartanegara, raja terakhir Singasari, pun ikut melakukan penyerangan untuk merebut wilayah Singasari. Kartanegara kalah dan Singasari dikuasai Jayakatwang yang selanjutnya mendirikan ibu kota Kediri.

Baca Juga: Mengenal Lebih dalam PJOK

Kepala Desa Balongbesuk, Mochamad Saifur menceritakan bahwa Kyai Dasimah berasal dari Kudus dan Nyai Dasimah berasal dari Demak Jawa Tengah, mereka adalah prajurit Kerajaan Singasari. Karena peperangan yang terjadi saat itu, maka rombongan prajurit Kerajaan Singasari melarikan diri. Konon prajurit tersebut terbagi menjadi dua rombongan, namun terpecah. Rombongan yang satu singgah ke wilayah Mojopahit (Mojokerto) dan rombongan yang lain tersesat sampai ke wilayah Jombang yang waktu itu masih merupakan sebuah hutan.

“Sesampai di tempat ini (Desa Balongbesuk) rombongan Kyai dan Nyai Dasimah singgah di tempat yang memiliki sumber mata air yang sangat jernih. Saking jernihnya, genangan air tersebut sampai terlihat kebiru-biruan. Dirasa tempat tersebut cocok untuk disinggahi, mereka pun kemudian membabat alas daerah ini dan memberikan nama Balongbiru. Artinya adalah danau atau waduk yang airnya berwarna biru,” ujar Mochamad Saifur.

Sedangkan beberapa prajurit yang lain memperluas wilayahnya ke sebelah Utara. Para prajurit tersebut menemukan pohon Mojo yang berjajar dengan jumlah sembilan buah. Di rasa kondisi wilayahnya yang sejuk dan nyaman karena beberapa pepohonan yang lain kemudian dijadikan tempat pemukiman juga. Karena keunikannya terdapat pohon Mojo yang berjajar tersebut, wilayah itu diberi nama Mojosongo. Selanjutnya kedua wilayah tersebut digabung menjadi satu dengan nama Desa Balongbesuk.

“Kyai dan Nyai Dasimah serta beberapa rombongannya akhirnya menetap di Desa Balongbesuk sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di dekat sumber mata air tersebut. Hingga sekarang masyarakat Desa Balongbesuk masih menghormati mereka selaku pendiri desa dengan mengadakan kegiatan ruwatan desa. Kegiatan bersih desa atau ruwatan desa itu dengan cara memotong kerbau dan kambing, serta masyarakat membawa tumpeng yang ditaruh di Punden atau makam tempat Kyai dan Nyai Dasimah dimakamkan,” papar Mochamad Saifur ketika ditemui di kantornya.

Reporter: Aditya Eko P.
أحدث أقدم