JOMBANG –
Rencana penggabungan (merger) pada 191 sekolah dasar negeri yang ada di Kabupaten Jombang diharapkan dapat mengoptimalkan penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar negeri. Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Jombang Nomor 53 Tahun 2020 tentang Pedoman Penggabungan Sekolah Dasar Negeri di Lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, penggabungan (merger) sekolah dasar negeri adalah penyatuan terhadap dua atau lebih lembaga SDN menjadi satu dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan.

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Jumadi, S.Pd., M.Si mengingatkan, “Merger tidak hanya sekadar menggabungkan dua atau tiga sekolah menjadi satu. Melainkan juga untuk menciptakan kualitas sekolah yang lebih baik. Sehingga penting bagi seluruh warga sekolah untuk bisa memanajemen dan berinovasi dalam menciptakan brand dan image yang bisa diunggulkan. Tidak selalu tentang akademik, tetapi bisa melalui kegiatan ekstrakurikuler, kesenian, Muatan Lokal (Mulok), atau bahkan pendidikan karakter pada peserta didik.”

Ditambahkan Jumadi, kualitas yang ingin dicapai melalui penggabungan sekolah ini diantaranya adalah dapat terciptanya sekolah-sekolah yang memiliki unggulan dan ciri khas tertentu. Ditopang anggaran dan sumber daya manusia yang cukup, didukung dengan manajemen kepala sekolah yang baik menciptakan sekolah yang memiliki keunggulan dan ciri khas dapat terwujud.

Merger tidak hanya sekadar menggabungkan dua atau tiga sekolah menjadi satu. Melainkan juga untuk menciptakan kualitas sekolah yang lebih mumpuni.

“Dari merger ini minimal ada peningkatan layanan pendidikan, baik dari segi kegiatan pembelajaran ataupun ekstrakurikuler. Dengan peningkatan layanan pendidikan tersebut diharapkan muncul bibit-bibit peserta didik berprestasi,” ujar Jumadi.



Terkait penilaian dan evaluasi terhadap progres merger, pengawas sekolah menjadi pihak yang memantau. Pengawas diharapkan memiliki form penilaian perkembangan satuan pendidikan yang dibinanya. Penilaian pada progres keberhasilan merger dapat dinilai diantaranya melalui nilai rata-rata rapor peserta didik, penataan lingkungan termasuk kelengkapan sarana prasarana, hingga manajemen dan regulasi yang berlaku di sekolah.

“Minimal nilai rapor mutu yang didasarkan pada delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) bisa naik dari sebelum dimerger,” tegas Jumadi.

Baca Juga: Cara Download Buku Tematik Kelas 3 di Situs Resmi

Untuk bisa mencapai hal tersebut posisi sentral berada pada kepala sekolah. Perannya yang menjadi pemimpin akan menentukan arah kemana satuan pendidikan itu dibawa. Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan, Disdikbud Kabupaten Jombang Drs. Didik Pambudi Utomo menjelaskan secara umum kepala sekolah yang akan menjabat di sekolah merger merupakan kepala dari sekolah yang akan menjadi induk (lokasi baru). Berbeda ketika dua sekolah yang akan dimerger ternyata mengalami friksi atau konflik. Kedua kepala sekolah tersebut akan dipindahkan ke sekolah lain, dan jabatan kepala di sekolah merger akan diisi dari tempat lain.

“Pertimbangan utamanya diantaranya adalah domisili. Di luar itu biasanya terkait pengalaman dan penilaian dari pengawas sekolah,” jelas Didik Pambudi Utomo.



Didik Pambudi Utomo menyebut setiap kepala sekolah memiliki peluang yang sama untuk ditempatkan di sekolah mana pun termasuk sekolah hasil merger. Hal tersebut mengingat saat ini setiap kepala sekolah telah memiliki sertifikat kepala sekolah sebagai tanda kelayakan. Di sisi lain, setiap kepala sekolah seharusnya telah mampu memahami kondisi satuan pendidikan tempatnya ditugaskan. Bekal materi mengenai dinamika kepemimpinan saat Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) calon kepala sekolah bisa diaplikasikan saat menjalankan tugas.

Kepala SDN Dukuhklopo Peterongan, Trimiyati, S.Pd. menjabarkan pengalamannya memimpin sekolah yang dimerger. Pada tahun pelajaran 2019/2020 SDN Dukuhklopo I, II, dan III dimerger menjadi SDN Dukuhklopo Peterongan.

“Memimpin sekolah merger dengan jumlah rombel, peserta didik, dan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) yang banyak tentu tidak mudah. Satu bulan pertama saya ditugaskan di sini, hal yang saya lakukan adalah menginventarisir aset, menganalisis, sekaligus menata ruangan sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya menyatukan PTK dalam satu pandangan, visi dan misi yang sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan,” jelas Trimiyati.

Perempuan berhijab tersebut menyebut diperlukan sikap yang arif, adil, dan bijaksana untuk menyatukan lebih kurang duapuluh dua orang PTK dari tiga lembaga berbeda ke dalam satu arahan dan lingkungan yang sama. Trimiyati menyebut setidaknya diperlukan waktu lebih kurang satu semester untuk menumbuhkan kesadaran atas rasa kebersamaan dan kesatuan.



“Untuk semakin menciptakan keakraban, seringkali kami mengadakan kegiatan bersama. Dalam setiap rapat dan sesi sharing dengan seluruh PTK saya juga selalu mengingatkan mengenai tentang pentingnya kebersamaan. Kondisi sekolah yang sudah dimerger seharusnya juga membuat para PTK bersatu dan bersama. Namun sebagai kepala sekolah saya juga tidak bisa terlalu memaksa dan lebih memposisikan diri sebagai fasilitator yang mendengarkan masukan serta keinginan PTK sembari terus mengingatkan mengenai kebersamaan dan tujuan yang harus kami capai bersama,” ungkap Trimiyati.

Trimiyati menambahkan sebagai kepala sekolah ia ingin memunculkan hal baru. Utamanya ingin mengubah citra SDN Dukuhklopo Peterongan yang sebelum dimerger dikenal kumuh banyak pedagang menjadi lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu, dia juga ingin memunculkan potensi peserta didik dengan semakin melengkapi fasilitas sekolah. Beberapa ruangan yang kosong, diubah menjadi sanggar Pramuka dan ruang latihan tari.

Sementara itu terkait guru, Trimiyati mengaku ketika dirinya dipindahkan ke SDN Dukuhklopo Peterongan penataan guru sudah tertata baik. Guru Tidak Tetap (GTT) dari tiga sekolah sebelumnya tertampung seluruhnya lantaran ketika proses merger ada guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengajukan mutasi ke sekolah lain.

Hal tersebut mungkin terjadi saat proses merger sekolah. PTK dapat mengajukan mutasi atau tetap memilih ikut bergabung di sekolah merger. Kepala Seksi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah Dasar, Bidang Pembinaan Ketenagaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Abdul Majid, S.Psi. juga menyatakan seringkali momen merger sekolah dimanfaatkan bagi para guru untuk melakukan mutasi ke sekolah yang diinginkan.



“Terkadang para guru ini sudah memetakan dan memahami sendiri kondisi di lapangan. Melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) atau komunitas lain mereka saling berbagi informasi sekiranya sekolah yang mengalami kekosongan sehingga bisa diisi atau dimasuki,” ujar Abdul Majid.

Dalam proses merger penataan PTK memang menjadi salah satu hal utama yang harus diperhatikan. Kebutuhan PTK terlebih guru dapat diketahui dari penghitungan jumlah peserta didik setelah sekolah dimerger. Karena jumlah peserta didik pasca dimerger akan berpengaruh pada jumlah rombel juga kebutuhan guru di sekolah yang baru.

Secara lebih teknis, hitungan kebutuhan guru di tiap sekolah yang dimerger berbeda-beda. Ada sekolah yang tetap membutuhkan enam guru kelas karena jumlah rombel yang dihasilkan setelah proses merger juga tetap enam rombel. Ada pula yang membutuhkan lebih dari enam guru kelas karena hasil penggabungannya menghasilkan kondisi rombel yang bisa diparalel. Syarat rombel bisa diparalel adalah ketika peserta didik di masing-masing kelas berjumlah duapuluh orang. Ketika jumlah minimal tidak bisa dipenuhi, maka dijadikan dalam satu rombel saja.

“Untuk guru berstatus PNS biasanya bisa tertampung seluruhnya di sekolah hasil merger. Karena kondisi saat ini tiap-tiap sekolah hanya memiliki dua hingga tiga guru kelas yang berstatus PNS, sisanya diisi oleh Guru Tidak Tetap (GTT). Guru-guru yang tidak tertampung di sekolah hasil merger tersebut akan didistribusikan ke sekolah lain yang terdekat dalam satu kecamatan, Jika dalam lingkup satu kecamatan sudah penuh, bisa digeser ke kecamatan terdekat,” ungkap Abdul Majid.

Dari pendataan yang telah dilakukan, Abdul Majid menyebut idealnya (per Agustus 2020) dibutuhkan sebanyak 3.198 guru kelas. Sementara guru kelas berstatus PNS hanya ada sebanyak 2.076 orang. Sementara untuk kebutuhan guru Pendidikan Agama secara keseluruhan dibutuhkan 543 orang, guru Penjasorkes dibutuhkan sebanyak 514 orang.

Meski dalam data yang sama ditunjukkan terdapat 1.449 orang GTT dan 157 orang guru dari PPPK yang mengisi jumlah kekurangan guru, namun jumlah tersebut tidak serta memenuhi kebutuhan guru di lapangan secara nyata. Karena berdasar kualitas, ada beberapa GTT yang memiliki latar belakang yang tidak sesuai dengan kualifikasi guru SD (pendidikan terakhir yang tidak linier atau belum memiliki sertifikat pendidik).

“Untuk guru dengan ijazah tidak linier, tentu harus menempuh Pendidikan Guru SD (PGSD). Namun bagi guru yang sudah berijazah pendidikan tapi bukan PGSD, bisa mengikuti kuliah penyetaraan ijazah. Sementara untuk yang belum memiliki sertifikat pendidik mengikuti Program Pendidikan Guru (PPG),” jelas Didik Pambudi Utomo.

Tak hanya kepala sekolah dan guru yang membutuhkan pengertian dan perhatian terkait merger, peserta didik dan wali peserta didik juga penting untuk mendapatkan pemahaman terkait merger. Segala perbedaan dan perubahan efek dari merger perlu untuk diinformasikan dan dikomunikasikan.



Dosen Psikologi Universitas Darul Ulum Jombang, Wardhatul Mufidah, M. Psi mengungkapkan, di luar segala proses dan administratif tentang merger, pemahaman untuk menerima penggabungan dua sekolah kepada wali peserta didik sangat perlu untuk dilakukan. Sedangkan jika ditinjau dari proses perkembangan anak, merger sekolah tidak akan berpengaruh secara langsung pada peserta didik. Secara pergaulan para peserta didik kemungkinan justru akan lebih mudah bergaul serta beradaptasi dengan lingkungan atau teman-teman baru.

“Berbeda saat menghadapi guru baru, kematangan emosi dan sosial peserta didik diperlukan dalam menerima dengan perasaan positif terhadap lingkungan dan guru barunya. Hal yang bisa dilakukan diantaranya dengan diperkenalkan dulu dengan guru yang nantinya akan menjadi guru pengganti, melakukan orientasi dengan berkegiatan bersama misal dengan rekreasi bersama ke ruang terbuka hijau, berkebun atau kegiatan lain yang mampu mengeratkan hubungan guru dan peserta didik,” ucap Wardhatul Mufidah.



Sementara itu, Ketua Komite SDN Kepanjen II Jombang, H. Irwan Prakoso, S.H mengemukakan, wali peserta didik pada dasarnya akan menerima apapun yang menjadi kebijakan Disdikbud Kabupaten Jombang senyampang hal tersebut memiliki landasan serta memberikan manfaat dalam kegiatan pembelajaran peserta didik.

“Ketika wali peserta didik diberikan penjelasan jika tujuan dari merger adalah untuk peningkatan kualitas pendidikan, pemenuhan kebutuhan guru, berhubungan juga dengan pembiayaan guna mendukung kegiatan penunjang peserta didik, wali peserta didik tentu akan mendukung,” kata Irwan Prakoso.

Terlebih menurut pria yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Jombang ini, kondisi kekurangan guru dan jumlah peserta didik di sebagian sekolah yang juga kurang di Kabupaten Jombang memang perlu untuk segera diatasi. Salah satunya melalui merger sekolah.



Sekretaris Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Jombang, Heri Purwanto, M.Pd mengungkapkan baik guru, kepala sekolah, peserta didik bahkan wali peserta didik tidak perlu terlalu khawatir mengenai merger sekolah ini. Meski harus diakui keresahan dan ketakutan akan selalu muncul dari berbagai pihak.

“Disinilah pentingnya koordinasi dan komunikasi dari semua pihak. Meski merger memiliki tujuan yang baik, namun setiap konsekuensi yang akan dihadapi tetap harus disampaikan dalam prosesnya. Agar bisa dicarikan penyelesaian yang menguntungkan berbagai pihak. PGRI selaku organisasi mitra mendukung kebijakan merger. Namun jika ada hal atau permasalahan yang menghambat atau merugikan guru atau proses pendidikan, kami siap untuk memfasilitasi dalam penyelesaiannya,” ucap Heri Purwanto.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini



Lebih baru Lebih lama