JOMBANG - Pembelajaran di masa pandemi Covid-19 tentunya bukan sebatas pembelajaran biasa. Dibutuhkan rangkaian jurus jitu agar mampu berjalan seperti dulu. Bahkan tak sedikitpun terkurangi makna pembelajaran yang seutuhnya.

Karena merupakan hal yang baru, kesukaran pun tak dapat dielakkan dari yang semula Pembelajaran Tatap Muka (PTM) kemudian beralih menjadi virtual atau dalam jaringan (daring). Survei Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) yang dilaksanakan pertengahan tahun 2020 menyebutkan 92% peserta didik dan mahasiswa di Indonesia mengalami kendala selama pembelajaran model jarak jauh ini. Ada sekitar 24% masyarakat yang tidak memiliki akses internet, sisanya 76% ada akses tersebut. Kemudian ada lebih kurang 67% masyarakat yang menyatakan terbebani dengan biaya yang mesti dikeluarkan.

Bahkan disebutkan pula dampaknya luar biasa, data yang diperoleh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI menyebutkan ada sekitar 646,2 juta satuan pendidikan, 68,8 peserta didik mesti belajar dari rumah, demikian 4,2 juta guru sekaligus dosen yang terdampak langsung. Oleh karena itu, diperlukan langkah taktis dan strategis guna menjawab permasalahan ini.

Kalaupun hanya menggantungkan pada pembelajaran daring tanpa adanya muatan berarti selain materi ajar. Rasanya tak akan bertahan lama pembelajaran daring itu. Seperti halnya yang dirasakan bersama, dari kebosanan hingga kemalasan mengerjakan setumpuk tugas pun sangat menyiksa peserta didik.

Dari terjadinya mengabaikan aspek akademik dan sosial adalah salah satu yang terlihat ketika pembelajaran daring tersebut dilaksanakan. Demikian kecenderungan belajar dan mengajarnya lebih cenderung ke arah pelatihan, bukan secara esensi menyentuh pada pendidikan.

Keberhasilan pembelajaran sebagian besar akan bertumpu pada guru. Untuk itu sedari awal sebelum pembelajaran dimulai, dipastikan kesiapan guru dan peserta didik.

Apalagi jika melihat kian bertambahnya beban guru. Karena selain wajib memahami dan mampu melaksanakan teknik pembelajaran konvensional seperti yang sudah berlangsung sebelumnya, juga harus mampu melangsungkan pembelajaran menggunakan ICT. Ini bukanlah sesuatu yang mudah, terlebih lagi belum adanya pengenalan hingga pembiasaan sebelumnya.

Belum lagi aspek-aspek lain di luar guru itu sendiri. Misalnya dari peserta didik yang semestinya harus terus dipompa motivasi belajarnya. Seperti yang disampaikan oleh Subjek Content Coordinator, Binus University, Sugiarto Hartono, S.Kom., M.M.S.I bahwa dalam pembelajaran daring akan terjadi kurangnya interaksi antara guru dan peserta didik. Kondisi ini jelas akan menghambat valeus dalam proses belajar mengajar yang sewajarnya berjalan dua arah.

“Adanya tatap muka langsung dalam pembelajaran, tentunya guru dapat memonitor perkembangan belajar peserta didik. Jikalau ada kesulitan yang ditemui baik secara pemahaman hingga praktiknya, maka guru bisa lekas bertindak,” ungkap Sugiarto Hartini dalam tulisannya Apa Saja Kelebihan dan Kelemahan Penggunaan E-Learning.

Namun jangan berkecil hati dahulu, tutur Associate Professor Departemen Statistik, Universitas Leeds Inggris, Arief Shobirin Gusnanto karena ada peluang besar dalam membuat pembelajaran daring dapat berjalan efektif. Menurut pengalaman yang telah diterapkan selama ini di Negeri Ratu Elizabeth tersebut salah satunya mempermudah peserta didik dalam menyusun materi yang akan dipelajarinya. Jadi, pembelajaran bisa disesuaikan dengan kecepatan penyerapan materi masing-masing.

Arief Sobirin Gusnanto menyebutkan, “Keberhasilan pembelajaran sebagian besar akan bertumpu pada guru. Untuk itu sedari awal sebelum pembelajaran dimulai, dipastikan kesiapan guru dan peserta didik.”

Selanjutnya yang perlu diperhatikan, imbuh Arief Sobirin Gusnanto, adalah penyesuaian materi ajar. Perlu digarisbawahi bila materi ajar akan terbatas. Tidak akan sefleksibel ketika melakukan pembelajaran di kelas. Contohnya ketika di kelas terjadi ketidakmengertian peserta didik, maka guru bisa langsung mengubah atau berganti cara penyampaiannya. Ada penyesuaian dengan kemampuan peserta didik.

Kemudian pembelajaran di rumah juga membutuhkan kejujuran dan kedisiplinan tingkat tinggi. Belum lagi kondisi di rumah yang sangat berpotensi menganggu konsenterasi pembelajaran daring. Lebih jauh lagi Arief Sobirin Gusnanto mengkhawatirkan akan timbulnya perasaan terkucilkan.

“Sangat dimungkinkan peserta didik akan merasakan terkucilkan karena tidak melakukan intersksi sosial langsung dengan peserta didik lain. Kalau tidak segera ditindaklanjuti, bakal menjadi bom waktu, bisa kapan saja meledak jika tidak ada indentifikasi dini,” jelas Arief Sobirin Gusnanto.

Untuk itu, mesti lekas berdiri dan memperbaiki kualitas pembelajaran daring. Terlebih ketika melihat perkembangan penularan Covid-19 di Kota Santri belum menunjukan grafik penurunan. Sehingga sudah sewajarnya mencoba pelbagai ragam cara dalam membuat pembelajaran daring itu tetap berjalan menarik plus menyita perhatian peserta didik.

Baca Juga: Peta Jalan Pendidikan Nasional Akan Kuatkan 3 Aspek

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Jumadi, S.Pd., M.Si. mengatakan, sebagaimana Surat Edaran Mendikbud RI Nomor 4 Tahun 2020 yang menganjurkan seluruh institusi pendidikan menjaga jarak dan melakukan pembelajaran di rumah masing-masing maka dapat menggunakan proyek Based Learning dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam rangka mengerjakan proyek, eksperimen, dan inovasi.

“Namun memang dianjurkan dilaksanakan pada wilayah yang masuk dalam zona kuning dan hijau, sehingga kalaupun menerapkan ini mesti diperhatikan kondisi peserta didik. Kalau rumahnya berdekatan dan diketahui rekam jejak perjalanannya maka sangat mungkin dilangsungkan. Tetap sesuai persetujuan orang tua,” jelas Jumadi.

Senada dengan Jumadi, Anggota Komisi X, DPR RI, Prof. Zainuddin Maliki mengungkapkan bahwa sangat efektif bila merujuk penggunaan proyek based. Di mana setiap kelas/kelompok diberikan suatu proyek yang jelas terkait dengan materi pembelajaran yang sedang diajarkan.

Menurut mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini, dalam metode pembelajaran tersebut tidak hanya melibatkan satu mata pelajaran, mlainkan bisa mengaitkan dengan mata pelajaran lain.

“Akhirnya berjalan lebih bermacam-macam atau istilahnya Integrated Curriculum pun terjadi,” tegas Zainuddin Maliki, dikutip dari JPNN.com.

Selain itu, dia mencerna bahwa Integrated Curriculum ini bisa diaplikasikan kepada seluruh peserta didik di semua wilayah. Lebih-lebih dengan daring yang sekarang menjadi model pembelajaran. Sehingga sangat aman memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Sementara itu dikutip dari laman sibatik.kemendikbud.go.id, Yane Henadrita menjelaskan pada prinsipnya sama dengan Integrated Curriculum, Blended Learning pun dapat digunakan utamanya di Indonesia. Selain dinilai efektif juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik.

Terbilang baru juga, karena mulai dirancang dan diterapkan pada awal abad ke 21. Tetapi, lanjut Yane Henadrita, memang dibutuhkan keahlian guru. Karena dalam metode ini mengombinasikan atau menggabungkan pelbagai teknologi berbasis website.

Yane Henadrita menjelaskan, “Blanden Learning pada akhirnya juga akan mengombinasikan bermacam pendekatan pembelajaran, mulai dari Behsviorisme, Konstruktivisme, dan Kognotivisme guna mencapai pembelajaran yang optimal dengan atau tanpa teknologi pembelajaran.”

Sekarang tinggal menyesuaikan saja bersama Sumber Daya Masyarakat (SDM) yang dihadapi. Mana metode pembelajaran yang sesuai. Tetap saja ekplorasi dalam menjalankannya perlu dilaksanakan agar menjadi pembelajaran yang menarik dan mengasyikan untuk dilakoni di tengah wabah.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini., Donny Darmawan/Istimewa

Lebih baru Lebih lama