BARENG – Krisis bahasa ibu. Itulah yang sekilas dapat diartikan ketika bercengkrama dengan generasi muda saat ini. Keresahan ini lantas memacu menciptakan kembali lingkungan wajib berbahasa Jawa sedari dini. Tak menutup kemungkinan sebuah kesempatan ini dibiasakan pada jenjang PAUD tepatnya di Kelompok Bermain (KB).

Memang sedikit asing ketika anak didik sekarang secara fasih melafalkan percakapan dengan Bahasa Jawa halus. Praktik tersebut tak hanya dilakukan ketika komunikasi dengan guru dan orangtua, melainkan juga berlaku pada percakapan antar teman sebaya.

Pupuk prestasi dengan kuatkan pondasi pendidikan karakter sedari dini.

Pengelola sekaligus Kepala KB Al-Hikmah, Desa Ngampungan, Kecamatan Bareng, Hj. Siti Mardliyah, S.Psi. membagikan cerita bahwa pembiasaan yang dilakukan tersebut merupakan pondasi penting anak didik dalam usia emas. Utamanya dalam pengembangan pendidikan karakter yang sudah mulai mengikis unggah-ungguh dengan orangtua atau seseorang yang usianya lebih tua.

Baca Juga: Program Inklusi Perpusnas Didorong Jadi Daya Ungkit Ekonomi Masyarakat

“Menurunnya etika bertata krama dalam komunikasi di lingkungan Jawa, lantaran ada pergeseran orangtua yang sebagian besar membiasakan komunikasi di rumah dengan Bahasa Indonesia. Hampir menyeluruh anak sekarang tak memahami tingkatan komunikasi Bahasa Jawa halus yang tepat,” keluh Siti Mardliyah.

“Artinya ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, tak perlu membahasakan atau meninggikan dirinya dengan Bahasa Jawa halus bahkan tingkatan krama inggil. Memang niatnya berbicara Bahasa Jawa yang baik, tetapi penting dipahami bahwa ketika mendiskripsikan diri sendiri tak menggunakan krama inggil atau krama alus yakni cukup dengan tingkatan Bahasa Jawa ngoko,” sambungnya.



Sementara dikonfirmasi oleh Guru KB Al-Hikmah, Desa Ngampungan, Lia Husnia, pembiasaan ini berlangsung setiap hari bahkan sebelum memasuki kelas saat berbaris. Anak didik diminta untuk melafalkan angka yang pengucapannya menggunakan Bahasa Jawa ngoko dan halus. Sementara komunikasi rutin pengantar materi pembelajaran juga Bahasa Jawa halus.

“Bahkan ketika terdapat percekcokkan dengan teman saat bermain juga dengan Bahasa Jawa. Kami yang mendengarnya merasa bangga dan lucu. Terlebih ungkapan yang disampaikan ketika marah seakan tak sedang marah karena bahasanya tak disertai volume dan intonasi melengking, tetapi landai cenderung rendah,” sambung Lia Husnia.



Menurut Guru KB Al-Hikmah, Silvia Fitriana, pembiasaan ini akan memberikan cerminan karakter sampai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan nilai plusnya berprestasi akademik maupun non akademik.

Berdasarkan pengalaman dari Guru yang lain di KB Al-Hikmah, Desa Ngampungan, Siti Chofsoh, “Tak jemu-jemu kami mengingatkan jika penggunaan Bahasa Jawa ini juga wajib dilakukan di rumah terlebih dengan orangtua dan saudara yang lebih tua. Berbahasa Jawa memang membutuhkan ruang yang dibiasakan sehingga semua hal yang dirasa sulit ketika terbiasa akan tercipta kewajiban melaksanakannya tanpa diminta.”

KB yang sudah terakreditasi B tersebut memiliki kekhasan yang bertahan meski pengembangan Bahasa Jawa jarang diminati. Siti Mardliyah selalu yakin bahwa hasilnya akan mampu bermanfaat di segala aspek kehidupan anak didik kelak.

Reporter/Foto: Chicilia Risca Y./Istimewa

VISI

Terwujudnya generasi yang cerdas,beriman, bertaqwa & berakhlaqul Karimah

MISI

a. Membentuk anak menjadi insan yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT

b. Mengembangkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional & kecerdasan spritual

c. Mencetak anak yang mandiri, kreatif , inovatif dan terampil dengan bekal pengetahuan ilmu agama

Lebih baru Lebih lama