Ali Murtadlo saat menyampaikan materi.

Dr. M. Ali Murtadlo, S.Pd., M.Pd.*

Miskonsepsi merupakan masalah yang sering terjadi dalam dunia pendidikan. Penyebab utama terjadinya miskonsepsi ini adalah prakonsepsi yang dikembangkan, pemikiran humanis, penalaran yang tidak disertai dengan sumber landasan sehingga mengarah kepada persepsi, dan pemikiran asosiatif. Pada konteks ini, penulis akan menguraikan misskonsepsi yang terjadi pada pemahaman best practice guru dan tenaga kependidikan.

Best practice dalam dunia pendidikan adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan pengalaman terbaik tentang keberhasilan pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas profesinya. Pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas profesinya, guru sebagai pendidik profesional memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Bagi pengawas sekolah, tugas profesi yang dimaksud adalah terkait dengan tugas pengawasan dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan delapan Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbing dan pelatihan profesional Guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus. (Permeneg PAN & RB No. 21 Th. 2010, Pasal 5)

UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, telah memberikan kata kunci utama untuk pelaksanaan tugas profesi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Pada undang-undang ini, pendidikan didefinisikan sebagai sebuah usaha sadar, yang harus direncanakan dengan baik untuk dapat mewujudkan proses dan hasil belajar yang berkualitas. Terdapat pula pernyataan secara eksplisit pada peraturan ini tentang profesionalisme guru yang dimaknai sebagai kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melaksanakan, dan evaluasi pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan ini tampak secara jelas bahwa best practice tenaga profesional (baik guru, pengawas sekolah, penilik, dan pendidikan serta tenaga kependidikan lainnya) harus bersumber dari pelaksanaan tugas profesinya. Agar pelaksanaan tugas profesi menghasilkan hasil kerja yang baik maka harus direncanakan secara baik dan dilaksanakan dengan baik pula. Untuk melihat keberhasilan pelaksanaan tugas profesi ini, seorang profesional wajib melakukan penilaian dengan menggunakan instrumen penilaian yang telah dirumuskan pada saat tahap perencanaan. Agar seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian dapat diketahui kekurangan dan kelebihannya maka perlu dilakukan evaluasi dan refleksi. Hasilnya dapat digunakan sebagai langkah pelaksanaan tugas profesi berikutnya yang lebih baik.

Berkaitan dengan anggapan bahwa best practice adalah pengalaman terbaik seseorang dalam menjalankan aktifitas pekerjaan meskipun tidak direncanakan sebelumnya, merupakan pernyataan yang perlu disempurnakan. Pernyataan sejenis ini telah menjadi sebuah keyakinan oleh beberapa orang. Penyebab utama pendapat ini adalah pemikiran humanis, penalaran yang tidak disertai dengan landasan teori sehingga mengarah kepada persepsi, dan pemikiran asosiatif. Penyebab lainnya bisa jadi mengartikan best practice dari aspek asal mula terbentuknya kata best practice. Secara bahasa kata best practice berasal dari bahasa Inggris. Best berarti terbaik sedangkan practice berarti praktik. Jika kedua kata ini digabungkan maka best practic dapat diartikan sebagai praktik yang terbaik. Arti yang demikian belum dapat menggambarkan apa hakikatnya best practice itu.

Idris (2019) mendefinisikan best practice sebagai suatu cara paling efisien (upaya paling sedikit) dan efektif (hasil terbaik) untuk menyelesaikan suatu tugas profesi. Upaya penyelesaian tugas profesi ini berdasarkan suatu prosedur yang jelas (mulai tahap perencanaan,pelaksanaan, dan evaluasi) yang dapat diulangi yang telah terbukti manjur untuk banyak orang dalam jangka waktu yang cukup lama. Senada dengan pengertian ini, Sutikno (2010) memberikan pengertian best practice sebagai suatu ide atau gagasan mengenai suatu teknik, metode, proses, aktivitas, insentif atau penghargaan (reward) yang lebih efektif dalam mencapai keberhasilan yang luar biasa. Pernyataan tentang keberhasilan yang luar biasa ini tentu jika dibandingkan dengan penerapan tehnik, metode, proses lainnya untuk mengatasi permasalahan yang sama. Pada best practice, penerapan teknik atau metode yang diterapkan dipastikan telah sesuai dengan karakteristik masalah yang dipecahkan sehingga dapat memberikan hasil yang diharapkan dengan lebih sedikit permasalahan dan komplikasi yang tidak terduga. Karena telah dipastikan bahwa teknik atau metode yang diterapkan dipastikan telah sesuai dengan karakteristik masalah yang dipecahkan maka membutuhkan perencanaan yang matang.

Kedua pengertian ini jika disarikan maka best practice dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang efektif dan efisien untuk menyelesaikan suatu tugas dari suatu profesi, berdasarkan teknik, metode, atau prosedur yang tepat sehingga dapat mencapai keberhasilan yang luar biasa tanpa disertai permasalahan yang kompleks menyertainya. Pengertian yang demikian dapat diterapkan pada seluruh organisasi, baik pada organisasi pemerintahan, pendidikan, kemasyarakatan, dan lain-lain. Harapan dengan keberhasilan yang luar biasa (extraordinary) dicapai ini tidak disertai dengan efek negatif yang menyertainya. Kalaupun ada efek negatif, diharapkan sangat kecil sehingga hampir tidak membawa dampak terhadap perjalanan organisasi selanjutnya.

Best practice merupakan salah satu bagian dari karya ilmiah, bukan karya fiksi. Untuk itu penyusunan karya best practice, perlu didahului oleh kegiatan penyelesaian permasalahan yang didasarkan atas fakta, tidak bergantung prasangka, menggunakan prinsip analisa, dan menggunakan ukuran objektif. Dengan sebutan lain, bahwa best practice bukanlan keberhasilan yang bersifat “kebetulan”. Keberhasilan yang semacam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya secara ilmiah. Dengan demikian kaberhasilan yang bersifat kebetulan bukan merupakan bagian dari keberhasilan yang dimaksudkan di dalam karya best practice.

Secara umum susunan karya Best Practice terdiri dari Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Teori, Bab III Metode Pemecahan Masalah dan Pembahasan Hasil, terakhir adalah Bab IV Simpulan dan Saran. Selanjutnya pada bagian bab satu terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat. Sementara itu dalam Bab II terdiri atas dua bagian kajian teori yang berisikan teori-teori yang mendukung masalah yang sedang dilakukan dalam penyelesaian masalah. Merujuk susunan ini maka dapat dipahami bahwa karya best practice bermula dari upaya tenaga profesional dalam menyelesaikan tugas profesinya melalui metode ilmiah.

Metode ilmiah dimulai dengan melakukan observasi terhadap suatu fenomena atau gejala, identifikasi dan formulasi masalah berdasarkan observasi, melakukan tindakan penyelsaian masalah untuk menunjukkan efektifitas metode atau cara yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu, dan yang terakhir adalah menyusun rangkuman keberhasilan. Metode ilmiah yang diterapkan untuk menyusun best practice ini tidak terlepas dari langkah-langkah penting yang harus dilalui, mulai dari merumuskan masalah. Dalam tahap ini tenaga profesional tadi menentukan sesuatu yang harus diselesaikan melalui metode atau langkah yang dipilih. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan keterangan. Keterangan yang dikumpulkan adalah segala informasi yang mengarah pada pemecahan masalah. Kegiatan semacam ini sering disebut juga mengkaji teori atau kajian teori atau kajian pustaka.

Setelah mengkaji teori, tenaga profesional tadi akan memiliki landasan yang kuat untuk menyelesaikan problematika yang dijumpai melalui tindakan nyata. Segala data dari hasil tindakan nyata ini selanjutnya diolah dengan menggunakan metode statistik (baik kualitatif, kuantitatif, maupun kombinasi keduanya). Temuan dari langkah ini selanjutnya dideskripsikan melalui cerita nyata (bukan fiksi). Saat bercerita, tenaga profesional perlu mengomunikasikan hasil temuan terbaiknya itu dengan teori yang telah dikaji. Kegiatan ini selanjutnya dikenal dengan istilah HASIL DAN PEMBAHASAN. Langkah terakhir adalah mempublikasikan hasil terbaik ini kepada orang lain dalam bentuk laporan tertulis, yang selama ini kita kenal dengan laporan best practice.

Karya yang telah disusun selanjutnya perlu didiseminasikan di berbagai tempat secara berulang-ulang. Inilah ciri utamanya sebuah karya best practice. Best practice bertujuan agar keberhasilan yang telah diperoleh dapat diadopsi atau bahkan juga diadaptasi oleh personalia pendidikan secara luas sehingga karya best practice perlu disebarluaskan secara berulang di berbagai tempat. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyebarluaskan keberhasilan ini ini adalah diunggah melalui media sosial Facebook, iYouTube, dimuat dalam jurnal ilmiah, atau bahkan ditulis dalam bentuk buku yang selanjunya dapat dipelajari dan ditiru oleh orang lain secara luas.

Selanjutnya ciri-ciri best practice yang lain adalah dapat dimanfaatkansebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan, menigkatkan profesionalisme guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, dan pengawas sekolah dalam pengelolaan pendidikan. Pengelolaan pendidikan ini dimaksudkan untuk mengubah hambatan dan ancaman menjadi kekuatan dan peluang untuk berinovasi secara kreatif, dan menghasilkan output yang lebih bermanfaat bagi semua pihak (siswa, guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, komite, dan masyarakat pada umumnya).

Pernyataan yang lebih lebih tepat tentang best practise adalah suatu cara paling efisien (upaya paling sedikit) dan efektif (hasil terbaik) untuk menyelesaikan suatu tugas, berdasarkan suatu prosedur ilmiah yang dapat diulangi dan terbukti manjur untuk banyak orang dalam jangka waktu yang cukup lama. Istilah ini juga sering digunakan untuk menjelaskan proses pengembangan suatu cara standar untuk melakukan suatu hal yang dapat digunakan oleh berbagai organisasi misalnya dalam bidang manajemen, kebijakan, atau sistem perangkat lunak. Dalam dunia pedidikan, praktik terbaik merupakaan salah satu jenis Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang bisa dibuat oleh pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) untuk mengembangkan profesinya. Praktik terbaik ini menceritakan kisah sukses atau pengalaman terbaik kreativitas dan inovasi PTK dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan mutu layanan pendidikann di satuan pendidikan sehingga dapat mencapai prestasi yang diharapkan. Praktik terbaik tidak selalu identik dengan langkah yang besar dan "revolusioner" yang dilakukan oleh PTK dalam menyelesaikan masalah, tetapi bisa juga melalui sebuah langkah kecil, penerapan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang sederhana, tetapi efektif dan dampaknya terasa dalam peningkatan kualitas pelayanan pendidikan di satuan pendidikan. Masalah yang ditemukan di lapangan dicari solusinya secara taktis dan praktis. Bagi guru, bisa berkaitan dengan penggunaan media dan alat peraga, strategi, model pembelajaran tertentu yang inovatif sedangkan bagi kepala sekolah bisa berkaitan dengan penyelenggaraan program pelatihann, workshop, pembiasaan, pembuatan kebijakan dan peraturan, pembuatan sarana dan prasarana tertentu dan sebagainya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa best practice atau praktik terbaik adalah pengalaman terbaik atau kisah keberhasilan yang ditulis oleh pendidik dan tenaga kependidikan (guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan PTK lainnya) untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan tugas profesinya di lapangan secara kreatif, inovatif, praktis, memiliki nilai kebaruan yang berdampak terhadap meningkatnya mutu layanan pendidikan.

Secara umum, karakter utama best practice adalah tindakan-tindakan taktis dan praktis untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh tenaga profesional dalam mengatasi masalah. Misalnya bagi guru maka praktik baik ini dapat ditemukan saat melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah. Praktik baik tersebut didasarkan pada penguasaan substansi materi dan pedagogik yang tidak dapat dipisahkan di dalam kegiatan pembelajaran di kelas serta menghasilkan pembelajaran bermakna bagi peserta didik. Untuk itulah, maka guru perlu melakukan pencatatan proses mengajarnya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hasil dari pencatatan ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi guru untuk perbaikan pembelajaran secara ters-menerus. Kegiatan yang dilakukan guru tersebut dapat menghasilkan praktik baik dalam pembelajaran dan lebih lanjut dapat sebagai rujukan dalam mengembangkan kemampuan mengajar guru-guru lainnya.

Semoga tulisan sederhana dan singkat ini bermanfaat untuk mendapatkan gambaran awal tentang best practice secara bijak.


*) Pengawas sekolah SD Kecamatan Bareng, Sekretaris APKS PGRI Jombang, Dosen UT Surabaya, Trainner, Coach, dan penulis buku best seller bidang pendidikan formal: 1) Perubahan Kurikulum sebagai Kelinci Percobaan; 2) Manajemen Pembelajaran Inovatif, 3) Strategi Pemecahan Masalah Matematika, Mengembangkan Kompetensi Guru dan Siswa, 4) Pengembangan Bahan Ajar, 5) Pengembangan Media Pengajaran, 6) Panduan Pengembangan Penilaian Hasil Belajar, 7) Metode Pembelajaran Kreatif dan Inovatif, 8) Mudahnya Menjadi Peneliti PTK secara Profesional, 9) Praktik Mudah Menyusun Best Practice, Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah; 10) Video Pembelajaran Teknik Rekam Layar (Best Practice Bimbingan Guru), dan 11) Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Benda Konkret untuk PjBL, Menyongsong Penerapan Kurikulum Merdeka.
Lebih baru Lebih lama