Ilustrasi peserta didik mengikuti pembelajaran ibadah haji secara virtual dan praktik. (ist)


JOMBANG –
Beberapa tahun pandemi Covid-19 yang melanda membuat masyarakat dunia dihadapkan dengan kelaziman baru di dunia teknologi. Sampai pada perihal ibadah yang juga tak luput dari sentuhan kemajuan teknologi. Imbasnya pro dan kontra dikalangan masyarakat pun merebak.

Seperti yang sempat menggegerkan masyarakat dunia tentang ibadah haji Virtual Metaverse yang diinisiasi oleh oleh Pemerintah Arab Saudi pada akhir tahun 2021 lalu. Dicetuskannya program berbasis virtual black stone initiative and Ka’bah metaverse atau secara virtual melihat batu hitam Hajar Aswad dan Ka’bah diharapkan dapat menghadirkan pengalaman ibadah haji yang saat ini menjadi dambaan umat muslim namun masih terkendala pandemi.

Secanggih apapun teknologi maka tak dapat menggantikan ibadah secara fisik dan nyata. Namun masyarakat boleh mengembangkan teknologi untuk memperdalam keilmuan dan pengetahuan ibadah.

Menganggapi hal tersebut Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang, Achmad Cholili, S.Ag., M.HI. menegaskan bahwa sudah pasti mekanisme haji Virtual Metaverse memiliki hukum tidak sah. Sebab, haji merupakan ibadah yang khusus dan tertentu. Misalkan terkait waktu yang tepat tanggal 9 Dzulhijah, tempat diantaranya Makkah, Madinah, Mina, dan segala pernik hingga kondisinya telah memiliki aturan serta urutan yang wajib dipenuhi.

Baca Juga: Rangkaian UPK 2021/2022

“Apabila dilaksanakan secara Virtual Metaverse, maka akan memungkinkan untuk dilakukan di sembarang tempat, waktu, dan panduannya pun tak sedetail ketika melaksanakan haji yang sebenarnya. Sebagaimana kisah, apabila seorang muslim yang sedang menjalankan rangkaian ibadah haji lalu terbaring sakit maka bagaimana caranya tetap melanjutkan ibadah seperti wukuf dengan cara digendong, ditandu, menggunakan kursi roda hingga hanya sekadar berada di dalam ambulance dengan pengawasan dokter yang ketat,” ujar pria yang juga menjabat Ketua Kantor Urusan Agama Kecamatan Diwek itu.

Penampakan ibadah haji virtual di metaverse. (ist)

Gambaran ini cukup membuktikan bahwa secanggih apapun teknologi maka tak dapat menggantikan ibadah secara fisik dan nyata, imbuh Achmad Cholili. Namun masyarakat boleh mengembangkan teknologi untuk memperdalam keilmuan dan pengetahuan ibadah. Sisi positifnya juga dengan melihat serta merasakan sensasi haji virtual maka dapat memantik motivasi untuk beribadah secara sah nantinya.

Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang, Achmad Cholili, S.Ag., M.HI. (Rabithah)

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Koordinator Bidang Organisasi, MUI Kabupaten Jombang, Ahmad Faqih, S.Pd., MPd. Bahwa ibadah haji merupakan ibadah yang mahdlah yaitu memiliki ketentuan berdasar Al Quran dan Al Hadis. Sehingga haji Virtual Metaverse tidak dapat dikategorikan bernilai ibadah dan tak menggugurkan kewajiban Rukun Islam kelima ini.

Koordinator Bidang Organisasi, MUI Kabupaten Jombang, Ahmad Faqih, S.Pd., MPd. (ist)

Secara pribadi pria yang juga menjabat Sekretaris Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur ini menegaskan, “Saya sangat meyakini bahwa baik NU, Muhammadyah, dan organisasi kemasyarakatan Islam lain akan cenderung berpendapat sama perihal ketidaksahan haji bila dilakukan secara Virtual Metaverse. Untuk itu masyarakat Kota Santri tak perlu menjadikan ini sebagai kekhawatiran. Melainkank kehairannya bisa membuat pengalaman baru merasakan ibadah haji menyerupai sebenarnya. Lantaran itu dapat dijadikan sarana edukasi dan wisata walau sebatas pada dekapan teknologi.”

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma/Istimewa

Lebih baru Lebih lama