Sampul depan buku Jejak-Jejak Ulamas Mastur Para Gurunya Guru Bangsa. (ist)


Judul Buku : Jejak-jejak Ulama Mastur Para Gurunya Guru Bangsa
Penulis : Aang Fahtul Islam
Penyunting : Wening Puspowati
Penerbit : Lima Aksara
Tahun Terbit : 2021
ISBN : 978-623-97164-0-0
Halaman : xiii-111

JOMBANG – Membicarakan seputar sejarah, seakan diajak untuk berkelindan sejenak pada kisah lampau yang jarang dituturkan ataupun diketahui banyak orang. Selaiknya buku Jejak-jejak Ulama Mastur Para Gurunya Guru Bangsa karya Aang Fahtul Islam.

Diriwayatkan bahwa dibalik kesuksesan seorang tokoh agama besar utamanya di Jombang maupun keberadaan suatu tempat yang digunakan sebagai wadah pembelajaran, tak lepas dari peran serta Ulama Mastur. Ulama Mastur yakni ulama yang tersembunyi. Namun sesungguhnya jasanya begitulah besar dalam meraih keberhasilan para ulama besar yang kita kenal sekarang di perjuangannya.

Dibutuhkan waktu sekitar empat tahun dalam menyusun buku ini. Hal itu tak lain dikarenakan mulai menggali kisah dari pelataran yang berserakan hingga mampu terkumpul dan ditata sedemikian rupa menjadi sebuah buku penuh keruntutan ceritanya.

Menurut Aang Fahtul Islam ketika menyeberangi pemahaman mengenai ulama mastur melalui karyanya, akan semakin membuka wawasan baru dan dapat menjadi bahan dalam ruang diskusi yang berkelanjutan.

Terhimpun tigabelas tokoh ulama mastur yang berjuang sejak era kolonialisme dan penuh kesetiaan mendampingi ulama besar dalam merangkai cita-citanya. Seperti salah satunya ulama mastur yaitu KH. Imam Zahid yang kini persemayamannya berada di kompleks pemakaman Syaid Sulaiman di Mojoagung.

Dinarasikan sebagai sosok yang cukup disegani semasa hidupnya karena kiprah dan jasanya. Diantaranya penunjukkan bupati pertama Jombang, R.A.A. Soeroadiningrat V hingga keberhasilannya dalam memperoleh izin merubah pemukiman para bromocorah sebagai kawasan Pondok Pesantren Tebuireng sekarang ini.

Baca Juga: Temu Pendidik Nusantara 9 Wujud Kolaborasi Dinas dan Komunitas

Ditambah hikayat perjuangan yang heroik semakin membuat pembaca tergugah untuk menyelesaikan setiap bab pembahasannya. Apalagi narasumbernya pun bukan sembarangangan, melainkan dzurriyah (baca: Keturunan) ulama mastur tersebut.

Semakin lengkap rasanya selain mengenali ulama mastur melalui karya-karyanya. Menurut Aang Fahtul Islam ketika menyeberangi pemahaman mengenai ulama mastur melalui karyanya, akan semakin membuka wawasan baru dan dapat menjadi bahan dalam ruang diskusi yang berkelanjutan.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

أحدث أقدم