Grebek tumpeng hasil bumi Desa Sudimoro. (Rabithah)


MEGALUH – Acara sedekah desa selalu menarik perhatian khalayak ramai. Umumnya sedekah desa memiliki agenda utama seperti doa bersama dan kirab tumpeng atau hasil bumi. Kendati demikian beberapa desa yang di Telatah Kebo Kicak yang masih melestariakan budaya ini diantaranya memiliki sisi keunikan masing-masing yang menjadi idiosinkratif serta menarik untuk ditelisik.

Masyarakat harus terus melestarikan budaya dan adat istiadat luhur yang ada sejak dahulu. Disamping itu juga mampu berinovasi untuk mengemas acara dengan kreatif sehingga mampu menarik perhatian masyarakat mempelajari sejarah desanya.

Salah satunya adalah tradisi sedekah Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh. Keunikan tersebut tampak pada acara kirab tumpeng yang dikemas dalam Jolen atau yang berarti tumpeng diletakkan pada sebuah kotak, lalu dipikul bersama-sama untuk diarak keliling desa. Bentuknya pun beraneka ragam ada yang menyerupai miniatur gapura Kerajaan Majapahit, candi, rumah adat Jawa (Joglo), pendapa hingga berbentuk bangunan bersejarah lainnya.

Baca Juga: Cara Mudah Mengajari Anak TK Membaca

Kepala Desa Sudimoro, Ach Rony Fatawi. menyampaikan bahwa acara sedekah desa ini telah dilaksanakan setiap tahun, namun sempat vakum lantaran adanya pagebluk Covid-19 dua tahun terakhir. Terkait waktu pelaksanaannya dalam penanggalan Jawa jatuh pada bulan Sapar atau yang paling mendekati bulan Agustus yang menjadi momentum kemerdekaan Republik Indonesia. Untuk itu dipilihlah tanggal (4/9) ini.

Menak Jinggo pemberontak kepada Kerajaan Majapahit. (Rabithah)

Tampak rapi mengenakan pakaian adat Jawa, Ach Rony Fatawi mengatakan bahwa “Rangkaian acaranya yaitu pada Sabtu (3/9) dilaksanakan dialog budaya dan doa bersama. Dilanjutkan pada hari berikutnya Minggu (4/9) acara Kirab Jolen yang memperebutkan juara I, II, III dan Harapan I, II, III. Setiap Rukun Tetangga (RT) wajib membawa satu Jolen tumpeng untuk dinilai, untuk Jolen hasil bumi atau kudapan lainnya bersifat tidak wajib. Tim juri merupakan gabungan dari tokoh adat masyarakat serta perangkat Desa Sudimoro. Penilaian difokuskan pada kreatifitas menghias Jolen bertemakan Damarwulan, kelengkapan isi tumpeng hingga kostum para pemikul Jolen.”

Damarwulan berhasil mengalahkan Menak Jinggo. (Rabithah)

Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Dian Yunitasari, M.Pd. menilai bahwa gelaran kirab Jolen di desa yang berbatasan langsung dengan Sungai Brantas ini sangat tertib. Hal ini dikarenakan selain setiap RT berjalan sesuai nomor urut juga Jolen berhasil sampai di lokasi penjurian dengan keadaan yang masih utuh.

Damarwulan yang gagah rupawan hingga memikat Putri Kencana Ungu. (Rabithah)

Dian Yunitasari tampak anggun memakai kebaya saat itu mengutarakan bahwa, “Hal ini patut diapresiasi lantaran, terdapat beberapa acara sedekah desa yang apabila dilombakan, belum sampai dinilai sudah habis digrebek warga. Namun hal tersebut juga patut disyukuri bahwa filosofi sebuah tumpeng atau hasil bumi merupakan berkah bagi seluruh masyarakat.”

Suguhan Sendra Tari Drama Kolosal Berjudul “Rahadyo Sanggulun”

Selain keseruan warga memperlombakan Jolen tumpeng, terdapat gelaran sendra tari drama kolosal berjudul “Rahadyo Sanggulun” yang berkolaborasi antara perangkat Desa Sudimoro dan Pemuda Karang Taruna Desa Sudimoro dengan tim pelatih yang pandegani Novi Inggit Fitanaya.

Sumrambah saat berdialog dengan pelatih tari kolosal. (Rabithah)

Kepala Seksi Sejarah dan Budaya, Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Anom Antono, S.Sn. mengutarakan bahwa tak banyak desa di Jombang yang mampu menyuguhkan tari drama kolosal yang menampilkan cerita asal muasal desanya. Diantaranya adalah di Desa Sudimoro ini dan Desa Jatiwates Kecamatan Tembelang.

Anom Antono dan beberapa juri mencicipi tumpeng. (Rabithah)

Anom Antono mengatakan, “Menariknya, semua mendukung dan ikut terjun dalam gelaran tari ini. Mulai dari Ketua Dusun Paritan yang menari memerankan Menak Jinggo serta para pemuda karang taruna sebagai dayang-dayangnya. Lebih dari itu tempat pertunjukkan juga strategis berada di petilasan Damarwulan yang menjadi ciri khas desa ini.”

Keseruan warga saat penilaian tumpeng berlangsung. (Rabithah)

Sementara itu, Pelatih Tari, Novi Inggit Fitanaya, S.Pd. menyampaikan bahwa gelaran sendra tari drama kolosal berjudul “Rahadyo Sanggulun” mengisahkan kehebatan serta kecerdikan Damarwulan kesatria berparas tampan dari Kerajaan Majapahit. Bermacam emosi ditampilakan, dari kemurkaan saat peperangan, kesedihan, kebanggaan hingga romantisme. Selaian itu dialog juga dilakukan secara langung bukan rekaman.

Kemeriahan warga saat berebut tumpeng. (Rabithah)

Wakil Bupati Jombang, Sumrambah, S.P, M.A.P. yang juga turut hadir dalam acara tersebut menyampaikan pesan bahwa masyarakat harus terus melestarikan budaya dan adat istiadat luhur yang ada sejak dahulu. Disamping itu juga mampu berinovasi untuk mengemas acara dengan kreatif sehingga mampu menarik perhatian masyarakat mempelajari sejarah desanya.

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma

Lebih baru Lebih lama