Ilustasi anak sedang bermain bersama orangtuanya. (ist)


NASIONAL - Masa anak-anak merupakan masa bermain. Tidak bisa diam, berlari-larian, bisa menjadi cara anak menikmati dunianya. Namun, tak jarang orangtua yang merasa khawatir saat anak begitu aktif dan sulit fokus. Pasalnya, ini sering kali dikaitkan dengan gangguan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD).

Benarkah demikian? Homeroom Pendidik Inklusi di Sekolah Cikal, Rr. Anjarsari menjelaskan bahwa ADHD merupakan gangguan perkembangan saraf yang membuat anak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. ADHD itu sendiri adalah salah satu gangguan yang menyebabkan seseorang kesulitan dalam memusatkan perhatian.

Ciri-cirinya antara lain sulit berkonsentrasi (inattention), gangguan dalam mengontrol gerakan (hyperactivity), serta memiliki hambatan dalam pengendalian diri (impulsivity). Meski belum diketahui secara pasti penyebab ADHD, namun ada sejumlah faktor yang dapat memicu ADHD pada anak.

Faktor pemicu ADHD

Terkait faktor yang menyebabkannya, Anjar yang merupakan pendidik yang berdedikasi di lini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus itu menyatakan bahwa meskipun telah banyak penelitian yang membahas mengenai ADHD di dunia, para ahli masih terus melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai faktor-faktor tersebut.

Namun, lanjut dia, jika disebutkan beberapa penyebab berdasarkan para ahli dan riset yang telah dijalankan ia menyebutkan terdapat dua faktor. Terdapat beberapa faktor yang bisa cukup menggambarkan penyebab dari ADHD.

Faktor pertama ialah faktor genetika. Anjar menerangkan, biasa faktor ini disebut juga dengan faktor keturunan. Di mana gangguan ADHD diturunkan oleh keluarga dengan riwayat yang serupa. Kedua ialah faktor neurobiologis. Faktor ini menitikberatkan pada perkembangan otak yang kurang sempurna dalam proses pertumbuhan.

Cara mendeteksi anak ADHD

Rr. Anjarsari menyarankan bagi para orangtua yang tengah mengindentifikasi dan memetakan lebih dalam apakah anaknya mengalami ADHD, untuk tidak melakukan self-diagnosis atau diagnosis mandiri. Hal ini bertujuan agar tidak ada salah diagnosa, sehingga orangtua maupun pendidik mampu mengoptimalkan dan memetakan dengan lebih baik kebutuhan dan pengembangan diri anak sejak dini.

Saat ini banyak sekali dorongan mengenai self-diagnosis atau diagnosa yang dilakukan secara mandiri. Apakah hal ini juga berlaku untuk mengidentifikasi individu dengan ADHD? Untuk mengidentifikasi hal ini sangat disarankan dilakukan oleh tenaga profesional, karena akan sangat membantu dalam merencanakan langkah apa yang harus dilakukan untuk membantu mengoptimalkan perkembangan individu dengan ADHD tersebut.

Cara menangani ADHD

Dalam upaya melakukan pemetaan apakah seorang anak mengalami ADHD dan penanganan yang tepat, Anjar menekankan bahwa orangtua perlu menghubungi tenaga profesional atau ahli, seperti psikolog, psikiater atau dokter anak. ADHD perlu diidentifikasi melalui asesmen tenaga profesional untuk selanjutnya ditentukan terapi tepat sesuai kondisi masing-masing anak.

Rr. Anjarsari menjelaskan ADHD sendiri dapat diidentifikasi sejak kanak-kanak melalui asesmen yang dilakukan oleh tenaga profesional. Agar bisa teridentifikasi sejak dini. Sebagai orangtua, saran Anjar, baiknya memahami sedikit banyak mengenai tahapan perkembangan anak pada umumnya (milestone). Dengan begitu, jika ada hal yang dirasa kurang sesuai dengan tahapan perkembangan pada usia tertentu, dapat dengan segera berkonsultasi dengan tenaga profesional, seperti psikolog, psikiater, atau dokter anak.

Sumber/Rewrite: kompas.com/Tiyas Aprilia

Lebih baru Lebih lama