Ki Sri Bawono Hadi Waluyo menunjukkan salah satu Wayang Kulit koleksinya. (Donny)


KUDU – Wayang Kulit sebagai salah satu entitas seni pertunjukkan Jawa, tak dimungkiri juga telah mengurat nadi di sebagian masyarakat Kota Santri ini. Termasuk bagi keluarga Ki Sri Bawono Hadi Waluyo. Wayang Kulit tak sekadar dinikmati sebagai tontonan. Melainkan, turut ditempatkan sebagai tuntunan hidup yang kaya akan falsafah pada setiap zaman.

Ki Sri Bawono Hadi Waluyo mengungkapkan, dasar tersebut berlaku di lingkup keluarganya lantaran secara trah dari keluarga neneknya merupakan kalangan dalang. Oleh karenanya berdasarkan genetik tersebut, sedari usia lima tahun dirinya telah mengakrabi Wayang Kulit yang dimiliki neneknya yakni Nyi Suwati. Seorang dalang perempuan pertama di Telatah Kebo Kicak.

Bagi Ki Sri Bawono Hadi Waluyo, di awal kariernya belajar Wayang Kulit memang cukup sulit untuk menselaraskan suluk yang dikuasainya dengan model Jawa Timuran.

“Perkakas Wayang Kulit milik Mbah Uti saat itu selalu saya mainkan, sehingga lambat laun saya mulai menyukainya. Berkat naluri kesukaan saya inilah, ketika memasuki usia tujuh tahun, pelbagai pertunjukkan Wayang Kulit dengan gagrak Surakarta yang dibawakan oleh almarhum Ki Manteb Sudarsono dan Ki Purbo Asmoro mulai dipernalkan oleh bapak lewat CD koleksinya. Sehingga dapat dikatakan, momen tersebut menjadi awal saya lamat-lamat mempelajari pertunjukkan Wayang Kulit secara seksama,” ungkap Ki Sri Bawono Hadi Waluyo.

Baca Juga: Buah Ini Bagus Untuk Hindari Dihidrasi Saat Berpuasa

Menariknya, pada kurun usianya yang masih dini tersebut, serapan ilmu pewayangan yang disesap dari nenek maupun bahan video Wayang Kulit kepunyaan bapaknya, berhasil menyukseskan pementasan perdananya di Halaman Balai Desa Bakalanrayung, Kecamatan Kudu saat Ki Sri Bawono Hadi Waluyo menginjak kelas II SD beberapa tahun silam. Kala itu tampil selama ± 20 menit dihadapan seluruh penonton yang penasaran akan sosok dan kebolehannya mendalang. Ki Bawono sapaan akrabnya, mampu membius takjub para hadirin tersebut dengan lakon Barata Yudha.



“Namun lain dulu lain sekarang. Dahulu kendati tidak sampai semalaman suntuk, saya mendalang selalu lepas dan tanpa beban. Akan tetapi setelah mendapat bimbingan ilmu pewayangan dan pedalangan baik dari Mbah Uti maupun Sanggar Gita Laras yang berada di Mojokerto, pembawaan alur lakon saya perhatikan detailnya. Tak terkecuali hingga saat ini, ketika menempuh pendidikan Seni Pedalangan di SMK Negeri 12 Surabaya. Tingkatan teknik mendalang selalu meningkat tantangannya. Seiring pendalaman ilmu pedalangan di dalamnya,” ujar Ki Sri Bawono Hadi Waluyo.


Ki Sri Bawono Hadi Waluyo saat memperagakan sabetan bersama neneknya Nyi Suwati. (Donny)

Pengidola karakter Gatotkaca ini menambahkan, pendetailan yang dilaluinya juga mencakup adaptasinya terhadap dua gaya pewayangan, antara Surakarta dan Jawa Timuran. Bagi Ki Sri Bawono Hadi Waluyo, di awal kariernya belajar Wayang Kulit memang cukup sulit untuk menselaraskan suluk yang dikuasainya dengan model Jawa Timuran. Lantaran laras suluk Jawa Timur memiliki karakter cepat dan sedikit keras. Berbeda dengan suluk Surakarta yang secara cengkok lebih panjang dan mendayu.

“Kendati demikian, proses adaptasi sudah tertuntaskan. Sekarang gagrak Jawa Timuran beserta suluknya telah menjadi pakem di saban pementasan yang saya bawakan. Tentunya juga dibarengi dengan beberapa pengembangan, supaya terdapat varian yang selalu memuaskan hasrat penonton senyampang pesan moral di setiap lakonnya. Sebab bagi saya, Wayang Kulit merupakan khazanah seni yang menggambarkan kehidupan manusia dengan segala sifatnya,” pungkas Ki Sri Bawono Hadi Waluyo.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Ki Sri Bawono Hadi Waluyo


Tempat Tanggal Lahir : Jombang 9 Mei 2007

Dalang Idola : Ki Manteb Sudarsono

Wayang Idola : Gatotkaca

Prestasi :

- Penyajii Terbaik Festival Dalang Bocah Provinsi Jawa Timur Tahun 2018.

- Penyaji Terbaik Festival Dalang Bocah Nasional Tahun 2018

Lebih baru Lebih lama