Kenampakan beranda rumah. (Donny)


GUDO – Salah satu wilayah kecamatan yang berada di selatan Bumi Ludruk ini tak hanya mashyur akan kulinernya berupa Rujak Cingur. Disamping itu pula, kekayaan sejarahnya pun masih dapat kita jumpai sampai hari ini. Selain Kelenteng Hong Sang Kiong dengan Wayang Potehi Fu He An, terdapat pula bangunan bersejarah lainnya yang menjadi simbol perkembangan sosial budaya masa lampau. Salah satunya ialah, rumah tua di Dusun Sekaru, Desa Sukopinggir, yang berlokasi di belakang sisi selatan gapura Dusun Sekaru.

Baca Juga: Alasan Tahun Ajaran Baru di Indonesia Dimulai Bulan Juli

Pada (2/2) kala hari menjelang siang, Majalah Suara Pendidikan ditemui oleh Zaini, yang mendapat mandat menjaga hunian bercat kuning keemasan dengan aksen coklat di pintu jendela beserta pagar kecil di muka halamannya tersebut. Di senja usianya, Zaini berkisah bahwa, dulunya rumah yang berdiri di atas lahan seluas ± 1 hektar ini merupakan milik kakak ayahnya (Pakde).



“Waktu itu Pakde memang seorang Sekretaris Desa atau Carik Sukopinggir yang pertama, sehingga untuk era pendirian rumah ini memang sudah didirikan saat era Hindia-Belanda. Adapun selain difungsikan sebagai tempat kediaman, dahulunya juga digunakan untuk berkumpulnya para Carik Se Kecamatan Gudo,” tutur Zaini.


Pintu samping dan jendela di bagian ruang tamu. (Donny)

Hal tersebut cukup beralasan mengingat beranda rumah yang luas, dapat menampung puluhan orang secara leluasa dalam acara semacam rapat dan sejenisnya. Selain luas, ciri lain yang membedakan rumah peninggalan Pakde dari Zaini dari rumah tua lainnya ialah, tiadanya pendopo maupun pilar beton di tengah beranda. Oleh sebab itulah secara keseluruhan bentuk rumah ini memiliki gaya arsitektur Kolonial Modern.

Rupa salah satu sudut kamar yang lama tak berpenghuni. (Donny)

Secara historis, lahirnya arsitektur Kolonial Modern pada periode 1915-1940 dipengaruhi oleh Empire Style yang dibawa akademisi arsitek Belanda ke Hindia-Belanda. Mengusung kesan modern dari era sebelumnya, arsitektur Kolonial Modern memang nampak lebih bervariatif dari segi ornamen bangunannya. Hal ini pun tercorak dari lubang ventilasi rumah peninggalan Pakde dari Zaini yang berbentuk geometris, serta peletakan batu alami di dinding dasar fondasi beranda.

Bagian kamar yang terhubung di ruang tamu. (Donny)

Selanjutnya, Zaini menegaskan, “Sepeninggal almarhum Pakde di tahun 1974, rumah lawas ini diwariskan ke putranya, kemudian ketika si putra tersebut merantau ke Surabaya maka tidak berpenguni lagi selama ± 30 tahun, terhitung sampai hari ini. Kendati kosong, namun masih banyak digunakan oleh masyarakat sekitar sebagai pusat kegiatan, mulai dari Pramuka, Pemilu, hingga lokasi parkir para Supir Truk. Tak ada biaya khusus, sebab akan lebih bermanfaat bila bangunan ini dapat difungsikan secara sosial.”

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama