![]() |
Ilustrasi guru mengajar. (ist) |
NASIONAL – Pendidikan membentuk pikiran, memperluas wawasan, dan membekali kita dengan pengetahuan yang berharga. Namun pembelajaran yang efektif dalam pendidikan terkadang penuh dengan tantangan, sehingga penting bagi pendidik untuk mengeksplorasi pendekatan yang dapat menginspirasi, melibatkan, dan memotivasi peserta didik.
Guru memiliki kemampuan untuk menciptakan lingkungan kelas yang mencakup tawa dan keingintahuan akan pengetahuan.
Di antara pendekatan-pendekatan ini, penggunaan humor adalah salah satu alat ampuh. Penelitian telah menemukan bahwa kehadiran humor dikaitkan dengan beberapa manfaat pengajaran seperti motivasi peserta didik dan sikap positif mereka terhadap guru.
Baca Juga: Tips Tidur Siang Menyegarkan
Selain itu, humor telah terbukti dapat menghibur peserta didik, meredakan kecemasan terkait pembelajaran, menciptakan iklim akademik positif, dan menghasilkan suasana pembelajaran menyenangkan. Pentingnya keahlian dan pengetahuan seorang guru dalam mata pelajaran mereka tidak dapat disangkal.

Pengetahuan mendalam memungkinkan guru untuk menyampaikan informasi akurat dan memberikan wawasan bermakna bagi peserta didik. Namun, dampak dari keahlian mereka akan memberikan manfaat secara maksimal jika digabungkan dengan perpaduan humor. Mengapa? Karena cara guru menyampaikan materi sama pentingnya dengan materi itu sendiri.
Humor sebagai bentuk dari komunikasi dan interaksi membantu dalam interaksi sosial, meredakan ketegangan, membina hubungan, dan membuat suasana menjadi positif. Dalam konteks pendidikan, humor memiliki kemampuan luar biasa untuk menciptakan lingkungan belajar yang santai dan menyenangkan.
Ketika digunakan dengan benar dan terampil, humor dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik, dan mendorong penyimpanan pengetahuan peserta didik terhadap pembelajaran sehingga siswa dapat mengingat materi dalam jangka waktu panjang. Martin et al. (2003) membagi humor menjadi empat dimensi:
Self-enhancing Humor
Self-enhancing humor mengacu pada kemampuan individu untuk menemukan hiburan dan mempertahankan pandangan hidup yang positif, bahkan selama situasi stres atau menantang. Gaya humor menerapkan sikap humoris untuk menahan emosi negatif yang disebabkan oleh keadaan tidak menguntungkan.
Affiliative Humor
Pada affiliative humor, humor digunakan untuk meningkatkan interaksi sosial. Affiliative humor mencakup berbagi lelucon, terlibat dalam candaan spontan, dan memanfaatkan anekdot lucu untuk memperkuat hubungan, meredakan ketegangan antarpribadi, dan membawa kesenangan bagi orang lain. Bentuk humor ini tumbuh melalui pertukaran narasi lucu, pembuatan lelucon dan pelaksanaan lelucon yang menyenangkan selama pertemuan sosial.
Aggressive Humor
Orang yang menggunakan humor agresif cenderung mengkritik, mengorbankan, meremehkan, atau memanipulasi orang lain. Sarkasme, ejekan dan penghinaan adalah jenis humor yang pada dasarnya digunakan dalam aggressive humor.
Self-Depreciating Humor
Orang-orang yang menggunakan humor ini mencemooh dan meremehkan diri mereka sendiri dalam upaya menghibur orang lain karena mereka berusaha mendapatkan dukungan dari orang lain. Mereka tertawa bersama orang lain ketika mereka diejek atau diremehkan.
Keempat dimensi humor, tidak semua humor bisa berdampak positif terhadap pengajaran. Berdasarkan definisi dari masing masing dimensi, self-enhancing humor dan affiliative humor dinilai sebagai humor positif.
Sedangkan aggressive humor dan self-depreciating humor dinilai sebagai humor negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Desmiyati et al. (2022) menemukan tipe self-enhancing humor memiliki hubungan positif dan signifikan dengan efektivitas mengajar. Hubungan ini berarti, semakin tinggi gaya humor pada dimensi self-enhancing humor, maka semakin tinggi efektivitas mengajar pada dosen.
Begitu pula sebaliknya, semakin rendah gaya humor pada dimensi self-enhancing humor, maka semakin rendah efektivitas mengajar pada dosen. Durasi pemberian candaan atau lelucon juga berpengaruh terhadap pengajaran yang efektif. Daud et al. (2011) mengungkapkan Frekuensi lelucon saat pengajaran diberikan sebanyak tiga sampai empat kali untuk setiap sesinya (60 menit).
Frekuensi ini juga dianggap sebagai jumlah yang tepat bagi seorang guru untuk memberikan lelucon. Humor juga bisa berdampak negatif pada efektifitas pengajaran, misalnya humor yang merendahkan. Ketika guru memberikan lelucon yang merendahkan peserta didik, hal ini tidak secara langsung menghambat pembelajaran.
Namun, humor yang merendahkan ini akan memengaruhi kenyamanan peserta didik terhadap guru. Ketidaknyamanan ini membuat peserta didik tidak nyaman untuk bertanya, menjawab atau bersifat aktif dalam kelas/pembelajaran. Humor yang seharusnya bisa meningkatkan hubungan bisa berujung menjadi penghalang karena kesalahan guru dalam memilih humor.
Sama halnya dengan penggunaan humor yang ofensif, tidak pantas dan tidak berkorelasi dengan pembelajaran peserta didik. Oleh karena itu, guru harus memikirkan penggunaan humor yang tepat saat berinteraksi dengan peserta didik. Pemanfaatan humor dalam pendidikan dapat menjadi game-changer, mendorong peserta didik menuju dunia pengalaman belajar yang menyenangkan dan menarik.
Dengan memanfaatkan kekuatannya, guru memiliki kemampuan untuk menciptakan lingkungan kelas yang mencakup tawa dan keingintahuan akan pengetahuan. Namun, sangat penting untuk menggunakan humor dengan hati-hati, karena humor adalah pedang bermata dua. Humor yang tepat dapat meningkatkan perjalanan pembelajaran, humor yang tidak pantas atau menyakitkan dapat memiliki efek buruk.
Oleh karena itu, pendidik harus memperhatikan jenis humor yang digunakan, memastikannya tetap positif, inklusif, dan kondusif untuk suasana belajar yang sehat dan mendukung. Dengan mencapai keseimbangan yang tepat dalam memasukkan humor, guru dapat menciptakan lingkungan di mana peserta didik tidak hanya terlibat, tetapi juga benar-benar bersemangat dalam pembelajaran mereka.
Sumber/Rewrite: kompas.com/Tiyas Aprilia