Anggota Komunitas Njombangan. (ist)

Sandur Manduro tidak dikemas jadi satu seperti Ludruk yang pementasan habis dalam satu malam. Sandur ceritanya banyak sekali ceritanya seperti SogolanManuk Tengkek, ada cerita Cina Mburu CelengLurah Klepek, dan lain sebagainya.

JOMBANG - Sandur Manduro merupakan seni tradisional asli dari Kabupaten Jombang yang telah ada sejak ratusan tahun. Kesenian ini sendiri pernah mencapai masa kejayaan pada tahun 1970-an. Pada tahun 2017, Sandur Manduro telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) milik Kabupaten Jombang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tegnologi (Kemendikbud-Ristek) RI.

Komunitas Njombangan yang fokus pada upaya pelestarian dan promosi Heritage Jombang, terkait toleransi, seni, budaya, tradisi, bahasa, pariwisata, dan sejarah mencoba untuk kenal lebih dekat dengan Seniman Sandur Manduro yang masih bertahan hingga saat ini melalui program Jombang Sambang Sedulur. Bertempat di Sanggar Panji Arum milik Cak Ripain, Komunitas Njombangan mencoba mengenal lebih dekat kesenian yang berada di Desa Manduro, Kecamatan Kabuh ini pada Minggu (2/7).

“Kesenian Sandur Manduro ini sudah ada dari dulu. Saya mengikuti sejak tahun 86, mulai SD kelas 6,” ungkap Cak Ripain yang kakeknya dulunya juga seniman Sandur.

Menggunakan salah satu topeng dalam tokoh Sandur Manduro dan properti pendukungnya. (ist)

Sandur Manduro tidak dikemas jadi satu seperti Ludruk yang pementasan habis dalam satu malam. Sandur ceritanya banyak sekali ceritanya seperti Sogolan, Manuk Tengkek, ada cerita Cina Mburu Celeng, Lurah Klepek, dan lain sebagainya. Ceritanya dari dulu juga pakem tidak ada perubahan, hanya saja ada pengembangan dari gerak dasar menyesuaikan permintaan dari yang meminta pementasan Sandur Manduro ini.

Cak Ripain mengungkapkan ada hal yang disayangkan dari upaya pelestarian kesenian Sandur Manduro ini yakni belum adanya penulisan secara paten dalam bentuk buku untuk menjelaskan alur cerita pementasannya. Sehingga sering terjadi di saat beberapa pihak membutuhkan literatur terkait Sandur Manduro kurang mendapatkan informasi yang tepat apabila tidak datang langsung ke Dusun Gesing, Desa Manduro.


Inisiator sekaligus founder Komunitas Njombangan, Muchdlir johar Zauhariy menjelaskan beberapa budaya di Indonesia, tidak hanya di Jawa Timur ini banyak yang terancam hilang. Mereka adalah budaya bertutur yang diturunkan lewat omongan dari generasi ke generasi. Sayangnya, misalkan generasi di atasnya sudah meninggal dan tidak ada peninggalan tertulisnya, maka akan hilang. Karena itu, perlu sekali ada usaha untuk membukukan sejarah tentang Sandur Manduro ini.

Tarian yang ada dalam pementasan Sandur Manduro antara lain Tari Topeng Kelana, Bapang, Sapen, Punakawan, Gunungsari, dan masih banyak lagi lainnya. Pembeda Sandur Manduro dengan Sandur yang ada di kabupaten atau kota lain adalah dari jenis alat musik yang digunakan untuk mengiringi pementasan. Jika daerah lain menggunakan gamelan, Sandur Manduro menggunakan tong, sropmet, gong sebul, dan cepul. Tarian Panji Sandur Manduro pun lebih energik dan patah-patah sebagai karakter Tari Topeng Madura.

Cak Ripain berfoto bersama dengan membawa sertifikat penghargaan dari Komunitas Njombangan. (ist)

Diketahui di Desa Manduro ini ada tiga kelompok yang masih aktif melakukan latihan Sandur Manduro. Tiga kelompok dari dusun yang berbeda tersebut membuat sanggar atas usulan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang sebagai upaya untuk menjaga kelestarian kesenian Sandur Manduro. Gaya Rukun, Purbo Kencono, Tanjung Arum dan Panji Arum. Sanggar Panji Arum milik Cak Ripain adalah sanggar tertua yang diwariskan dari kakeknya. Di sanggar ini pula tersimpan topeng-topeng penari Sandur Manduro yang usianya sudah puluhan tahun.

Program Manager Komunitas Njombangan, Ayla Rohma, membeberkan, “Melalui program Jombang Sambang Sedulur ini kedepannya Njombangan berharap bisa membantu para Seniman dan pegiat budaya lainnya di Kabupaten Jombang untuk memiliki community profiles, biografi tokoh ataupun pendokumentasian sejarah yang lebih terstruktur dan rapi. Pastinya ini untuk membantu mereka dalam hal penyediaan literatur yang lebih akurat agar nanti bisa diakses oleh masyarakat luas dengan lebih mudah. Jadi masyarakat bisa lebih kenal Jombang dan ragam budaya yang ada di Jombang ini."

Penulis/Foto: Komunitas Njombangan
Lebih baru Lebih lama