Kenampakan rumah dari halaman depan. (Donny)


JOGOROTO – Suatu kisah mengenai kesuksesan di masa lampau, merupakan kebanggaan tersendiri bagi yang mewarisinya. Hal inilah yang turut dirasakan oleh Endang Purwantini dan seluruh keluarga besarnya. Pasalnya, rumah yang dihuninya bersama anak-anaknya ini sarat nuansa kejayaan. Memiliki gaya arsitektur kolonial modern, rumah yang memiliki luas bangunan dengan lebar 10 dan panjang 25 meter, beserta tinggi dari fondasi hingga atap menjulang 8 meter ini menjadi salah satu penguat sejarah kedigdayaan masa silam di wilayah Dusun Karangpon, Desa Alang-Alang Caruban, Kecamata Jogoroto.



Endang Purwantini berkisah, “Merunut kesejarahannya, rumah ini dulunya dibangun pada tanggal 5 Maret 1919 oleh Haji Toyib yang merupakan mertua saya. Seiring waktu berjalan, rumah ini diwariskan pada suami saya tatkala kami berdua usai melangsungkan pernikahan, tepatnya pada tahun 1989. Sehingga dari garis keturunan bapak mertua, suami merupakan pewaris ketiga dari rumah gedong ini.”


Rupa ruang tamu rumah masa lampau yang identik dengan jendela besar. (Donny)

Sesuai dengan tahun pembangunannya, ciri detail dari rumah Endang Purwantini memang tidak banyak berbentuk simetri baik pada atap maupun bentuk banguannya. Serta tidak terdapat teras yang mengelilinginya sebagaimana arstitektur kolonial pra peridoe 1915-1940. Justru, aksen yang kentara dari gaya arsitektur kolonial modern ini ialah, pertautan konsep arsitektur tradisional Indonesia dengan Eropa. Seperti pada pilar atap teras, disangga dengan dua kayu jati yang langsung terhubung pada pilar beton di belakangnya.

Ciri khas tegel yang tidak pernah diganti sejak dulu hingga sekarang. (Donny)

Lebih lanjut, sisa ornamen dari kuningan yang mengelilingi ruas atap teras dan ventilasi di atas pintu utama, turut menegaskan adannya pengaruh gaya arsitektur tradisional pada masa itu. Begitupun dengan jendela di sisi kiri kanan, ruang tamu, lima kamar tidur yang terbagi di dua ruangan di belakang ruang tamu, dan ruang tengah, tidak lagi terpasang ganda. Melainkan dilengkapi dengan rangkaian besi di belakangnya. Hal ini menunjukkan bahwa gaya Eropa dan tradisional menyatu di arsitektur kolonial modern.

Keterangan tanggal, bulan, dan tahun pendirian rumah. (Donny)

“Berdasarkan cerita tutur dari keluarga, pendirian rumah ini tak terlepas dari buah kegigihan Haji Toyib dalam membangun usaha dagangnya bersama saudaranya Haji Sidiq. Bahkan, dari para sesepuh desa dan tokoh masyarakat pun mengakui bahwa rumah ini dahulunya menjadi simbol kalangan terpandang Se Kecamatan Jogoroto. Lantaran, halaman depan dulu sempat dijadikan lumbung serta gudang penyimpanan harta benda Haji Toyib. Oleh karenanya, selaku pewaris ketiga rumah ini bagi kami sekeluarga tak hanya bernilai sebagai pelindung terik matahari, hujan, dan dingin angin malam. Lebih dari itu, berdasarkan kisah dan usianya yang kini berumur ratusan tahun, rumah ini adalah marwah trah keluarga. Sekaligus, wajib hukumnya untuk dijaga secara laik,” tandas Endang Purwantini.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama