Kentongan yang menjadi salah satu simbol penting di Hari Raya Persembahan GKJW Bongsorejo. (Donny)


DIWEK – Keterikatan hubungan antara manusia dengan alam semesta dan beberapa dimensinya di dalamnya, telah banyak melahirkan budaya yang luhung. Tak terkecuali pada khazanah tradisi Nusantara. Hampir seluruh di daerah, hubungan keduanya telah masyhur dan merupa dalam pelbagai upacara maupun ritual yang diselenggarakan rutin secara kolektif dengan tujuan intinya yakni, mensyukuri karunia Tuhan atas melimpahnya hasil bumi.

Baca Juga: Inilah Alasan Mengapa Perlu Makan Dahulu Sebelum Minum Obat

Minggu (7/5) keberkahan tersebut turut terpacancar dari semangat para jemaat Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Bongsorejo dalam menggelar Hari Raya Persembahan atau Unduh-unduh. Sedari pagi, beberapa diantara para jemaat yang berbondong-bondong memenuhi greja untuk beribadah, juga membawa bingkisan berisi buah-buahan maupun kebutuhan bahan pokok lainnya. Tepat di sebrang greja yang dibangun permanen sejak tahun 1898 silam ini, satu per satu bawaan tersebut di kumpulkan di Bale Kapanditan GKJW Bongsorejo. Lalu diletakkan di pelataran greja.



Ditemui sesaat sebelum ibadah dimulai, Koster GKJW Bongsorejo, Hudi Firmanto, menjabarkan, secara esensinya Unduh-unduh yang menjadi kultur jemaat GKJW, memang dihelat tiap bulan Mei. Sebab, pada bulan kelima inilah panen raya tengah berlangsung.

Arak-arakan gunungan dari pelataran GKJW Bongsorejo menuju Bale Kapanditan. (Donny)

“Oleh karena itu, persembahan berupa hasil bumi (natura) merupakan tengara rasa syukur jemaat GKJW. Sekalipun persembahan berupa hasil bumi tidak seperti zaman dahulu ketika lahan kebun dan sawah masih banyak dimiliki jemaat, dan beberapa berupa bingkisan tetap tidak mengurangi esensi dari perwujudan rasa syukur yang ada. Karena, tetap saja bahan pokok dalam bingkisan bahan bakunya tetap dari hasil bumi,” ujar Hudi Firmanto.

Prosesi simbolis penyerahan hasil bumi kepada Pendeta GKJW Bongsorejo. (Donny)

Melanggengkan Filosofi Tradisi Jawa

Selain itu, beberapa hasil bumi yang dipacak menjuntai menyerupai gunung, dibuat bukan tanpa landasan. Pendeta GKJW Bongsorejo, Tri Krida Ningsih, S.Si. menjabarkan, visualisasi gunungan hasil bumi selaiknya tradisi di masyarakat Jawa pada umumnya, memang melekat pada ritus Unduh-unduh yang penuh rasa syukur atas karunia dan berkah Tuhan.

Pengambilan hasil bumi di beberapa rumah warga jemaat GKJW Bongsorejo. (Donny)

“Nilai dan filosofi tradisi Jawa yang terkandung dalam Unduh-unduh tak semata saat pelaksanaan arak-arakan berlangsung. Melainkan pula sejak sehari tatkala pengumpulan hasil bumi di tiap rumah jemaat. Guna memberikan seruan berkumpul, panitia akan berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya dengan membunyikan kentongan sembari menyanyikan pujian. Ini pula yang menjadi ciri khas dari Unduh-unduh GKJW Bongsorejo dan telah turun temurun dari leluhur terdahulu. Sejurus itu pula, agar kaidah tradisi tetap lestari, konsep Unduh-unduh setiap tahunnya selalu berganti. Seperti tahun ini kesenian bantengan juga kita hadirkan guna memeriahkan pengambilan hasil bumi. Kesemuanya tetap pada tujuan supaya nilai tradisi pada Unduh-Unduh tetap setia pada kearifan lokal yang membumi,” tandas Tri Krida Ningsih.

Penurunan beberapa hasil bumi di Bale Kapanditan GKJW Bongsorejo. (Donny)

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama