Ilustrasi pelayanan pajak. (Ist)


Beberapa perusahaan di Indonesia memberikan barang atau fasilitas (non tunai) selain gaji (tunai) kepada karyawan untuk menunjang pekerjaan dan meningkatkan produktivitas mereka seperti seragam kerja, ponsel, laptop, mobil dinas, asrama bahkan kupon makanan dan minuman. Barang atau fasilitas (non tunai) inilah yang disebut natura atau kenikmatan. Peraturan terkait pajak natura atau kenikmatan memang bukan hal yang baru.

Sebelumnya, pajak natura atau kenikmatan telah diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) No 36 tahun 2008 namun, biaya natura atau kenikmatan tidak dapat dikurangkan bagi pemberi kerja dan bukan obyek PPh bagi penerima. Setelah disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) No 7 Tahun 2021, biaya natura atau kenikmatan menjadi dapat dikurangkan sepanjang terkait 3 M (mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan) bagi pemberi kerja dan menjadi obyek PPH (taxable) bagi penerima. Adanya pajak natura atau kenikmatan memberikan kepastian hukum dan mendukung perlakuan adil bagi seluruh karyawan baik yang menerima gaji (tunai) maupun fasilitas (non tunai) dari perusahaan.

Baca Juga: Sinau Bareng Komunitas PSP PAUD Pengembangan Hasil Belajar Anak Didik

Ahli ekonomi, Adam Smith menyebutkan salah satu prinsip dalam penerapan pajak yaitu prinsip keadilan dimana semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi beban pajak. Salah satu kriteria dalam penerapan prinsip ini yaitu keadilan horizontal dimana wajib pajak yang memiliki kondisi dan penghasilan yang sama harus dikenakan jumlah pajak yang sama. Perubahan aturan terkait pajak atas natura atau kenikmatan yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi langkah konkrit Pemerintah dalam menerapkan prinsip keadilan ini.

Karyawan (wajib pajak) yang selama ini mendapat natura atau kenikmatan dari perusahaan tanpa terkena pajak akan dikenakan pajak disesuaikan dengan jenis dan batasan tertentu. Peraturan baru terkait pajak natura atau kenikmatan ini secara otomatis menutup celah penghindaran pajak oleh karyawan yang menerima fasilitas eksklusif.



Pada penerapannya, terdapat natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari obyek PPh (non taxable) diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 55 tahun 2022 meliputi makanan, bahan makanan, minuman dan bahan minuman karyawan dengan batasan nilai yang telah ditetapkan, peralatan kerja seperti seragam, sepatu boat, dan laptop yang dibutuhkan untuk menunjang pekerjaan atau untuk keselamatan pekerja.

Lalu, natura atau kenikmatan yang harus diberikan didaerah tertentu dan natura atau kenikmatan dari APBN/D/Desa. Kemudian, natura atau kenikmatan dengan Jenis dan/atau batasan tertentu. Pada tahun 2023, terbitlah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 66 Tahun 2023 yang mengatur terkait jenis dan batasan dalam penerapan pajak natura atau kenikmatan ini.

Jenis dan batasan dalam penerapan pajak natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari obyek PPh dimulai dari batasan nilai kupon makan dan minum karyawan yang dikecualikan dari objek PPh maksimal Rp 2 juta/karyawan/bulan. Apabila melebihi batas maka, hanya selisihnya saja yang terkena pajak. Lalu, batasan nilai bahan makanan atau minuman seperti bingkisan saat hari raya dan selain hari raya maksimal Rp 3 juta/karyawan/tahun pajak. Fasilitas tempat tinggal nonkomunal (sewa apartemen/rumah) maksimal Rp 2 juta per bulan, sedangkan fasilitas olah raga selain golf, pacuan kuda, power boating, terbang layang, dan otomotif maksimal Rp1,5 juta per tahun.

Sri Tjemponingsih, S.E. (Ist)

Selain itu, terdapat fasilitas tanpa batasan nilai meliputi peralatan kerja untuk penunjang ataupun keselamatan kerja, pelayanan kesehatan dan pengobatan dalam rangka penanganan kecelakaan kerja, fasilitas tempat tinggal yang bersifat komunal seperti asrama. Kemudian, fasilitas peribadatan dan fasilitas yang diterima pegawai berupa iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ditanggung pemberi kerja juga dikecualikan dari objek PPh.

Perubahan peraturan perpajakan terkait natura atau kenikmatan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022 atau saat tahun buku 2022 dimulai. Namun, natura atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh karyawan/pemberi jasa selama tahun 2022 termasuk dalam kategori natura atau kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu yang dikecualikan dari objek PPh. Dalam PMK 66/2023, Pemberi natura atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh atas pemberian natura atau kenikmatan yang melebihi batasan nilai mulai tanggal 1 Juli 2023. Sedangkan, pemberian natura atau kenikmatan untuk periode Januari sampai dengan Juni 2023 yang merupakan objek pajak bagi karyawan atau penerima, wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2023. Dengan ditetapkannya PMK 66/2023 yang mengatur secara rinci terkait pajak natura atau kenikmatan diharapkan semua pihak pemberi maupun penerima, harus memahami ketentuan baru yang berlaku.

Penulis:
Nama : Sri Tjemponingsih, S.E.
Jabatan: Fungsional Penyuluh Pajak
Instansi: KPP Pratama Jombang

أحدث أقدم