Dua pilar utama yang ada di bale rumah. (Donny)


NGORO – Melacak eksistensi bangunan bersejarah masa Kolonial di Kota 1001 Kikil ini, jika diibaratkan memang seperti mencari jarum ditumpukkan jerami. Bila beruntung, maka cerita dibalik bangunan gedung, tempat ibadah, maupun hunian dengan pelbagai ciri khas arsitekturnya dapat dijadikan rujukan khazanah sejarah lokal yang menarik.

Ciri arsitektur Eropa yang terpacak ialah tiga bagian ruangannya. Mulai dari bale, ruang tengah, kamar, dan dapur. Menariknya, dari pintu di samping kiri dan kanan bale serta dua buah jendelanya yang terpisah dari selasar ruang tengah.

Seperti halnya di Desa Kertorejo, Kecamatan Ngoro. Kisah masa lampau era Kolonial masih tersimbolkan dari beberapa hunian warganya. Salah satunya milik Rina Eko Hendriani. Terletak di sebelah jalan raya Ngoro-Mojowarno, rumah yang berumur 134 tahun ini merupakan peninggalan buyutnya, yakni Raden Restopo.

Ditemui disela aktivitasnya pada (2/8), perempuan berkacamata ini berkisah, bahwa Raden Restopo merupakan putra pertama dari pembuka wilayah di Desa Kertorejo yang bernama Raden Wakiyo. Singkat cerita Raden Restopo sendiri lantas menjadi Mantri Pertanian Kawedanan Ngoro, lalu mulai membangun rumah yang dahulu disebut dengan istilah rumah gedong.

Baca Juga: Ide Kegiatan Liburan Akhir Tahun Bareng Keluarga

“Seturut cerita Buyut Raden Restopo, proses pembangunan rumah yang telah saya huni sebagai pewaris keempat ini, memakan waktu hingga tiga tahun lamanya. Sehingga merinci kesejarahannya berkisar pada periode 1889-1900-an awal, rumah ini selesai dibangun,” tutur Rina Eko Hendriani.



Merunut periodesasi antara proses hingga penyelesaian pembangunan rumah peninggalan Raden Restopo ini, memang sesuai dengan corak arsitektur yang dihasilkan. Memiliki gaya Indische Empire dengan enam pilar beton di beranda bale, ditambah dua pilar utama yang menjulang setinggi ± 7 meter di belakangnya menegaskan aksen menara di ruang masuk utama.


Isi bale rumah yang padat perabot peninggalan Raden Restopo. (Donny)

Selain itu ciri arsitektur Eropa yang terpacak ialah tiga bagian ruangannya. Mulai dari bale, ruang tengah, kamar, dan dapur. Menariknya, dari pintu di samping kiri dan kanan bale serta dua buah jendelanya yang terpisah dari selasar ruang tengah. Selanjutnya, untuk bentuk atap berbentuk pelana dengan tutupan genteng dan ventilasi atap berbentuk perisai.

Rimbun taman yang ada di halaman rumah. (Donny)

Melanjutkan ceritanya, Rina Eko Hendriani menjabarkan, rumah gedong sepanjang 30 meter dan lebar 13 meter yang memiliki luas lahan hampir satu hektar dan kini menyisakan ± 800 meter persegi, Raden Restopo dulunya tidak dikenakan pajak oleh Pemerintah Hindia-Belanda. Sebabnya, sepanjang berkarir sebagai Mantri Pertanian Kawedanan Ngoro hingga akhir hayatnya, Raden Restopo mengembangkan alat bajak yang dikombinasi dengan kayu, yang meringankan kerja petani waktu itu.

Foto Raden Restopo berjas hitam di tengah saat ditunjukkan oleh Rina Eko Hendriani. (Donny)

“Bebas pajak tersebut merupakan tanda jasa Pemerintah Hindia-Belanda kepada Raden Restopo atas inovasinya dalam pengembangan pertanian di Kawedanan Ngoro. Tak hanya alat bajak, sebaran dan penyuburan Padi Gogo dahulu juga telah diiniasi oleh Raden Restopo. Oleh karenanya, rumah yang mulai saya tempati sedari tahun 1961 ini, telah lekat dengan sejarah pertanian di wilayah Kecamatan Ngoro dan sekitarnya,” tandas mantan Kepala SDN Mojowangi II Mojowarno ini.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama