Warga menandu Jodang. (Ist)


MEGALUH –
Banyak cara dilakukan masyarakat yang bertujuan sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kesejahteraan dan kemakmuran sekaligus bentuk kerukunan warga perdesaan. Salah satunya yakni warga Dusun Paras, Desa Turipinggir, Kecamatan Megaluh dengan mengadakan Sedekah Desa dan Kirab Jodang pada Jumat Pahing (4/8) bertempat di area punden desa.

Tandu pada masa kerajaan disebut joli (Jolen) digunakan untuk mengangkut manusia, sedangkan tandu yang digunakan untuk mengangkut barang dan makanan disebut Jodang.

Kepala Dusun Paras, Desa Turipinggir, Kecamatan Megaluh, Johan Dwi Santoso menyampaikan bahwa ritual sedekah dusun ini rutin dilakukan saban tahun bertepatan dengan hari Jumat Pahing di akhir bulan Suro. Pelaksanaan waktu tak dapat dilakukan sembarangan melainkan harus berdasar pada ilmu titen para sesepuh desa. Warga meyakini Jumat Pahing memiliki karakter hari ibarat lakuning srengenge, artinya sifatnya positif seperti matahari yang menyinari.

Baca Juga: Menjadikan Anak seperti Raja, Efeknya Justru Merusak

Johan Dwi Santoso mengatakan bahwa selain penanggalan pelaksanaan acara, terdapat hal menarik lainnya yakni perihal penggunaan istilah Jodang atau tandu yang dipakai untuk mengangkut barang. Budaya Jodang sudah dikenal masyarakat Desa Turipinggir khususnya Dusun Paras sejak tahun 1930-an. Saat itu menurut sejarahnya, Jodang diyakini sebagai cikal bakal dari tradisi ater-ater atau weweh yang merupakan istilah yang digunakan masyarakat Jawa untuk mengantar makanan kepada sanak saudara.



“Dahulu masyarakat mengantar makanan menggunakan Jodang, namun kini sudah bergeser menjadi wadah yang lebih minimalis laiknya rantang dan kotak nasi. Sehingga kirab Jodang ini dilakukan selain untuk melestarikan budaya juga memberikan pengetahuan terkait kejadian masa lampau kepada generasi muda era ini,” terang pria bertubuh tinggi itu.


Jodang yang masih utuh sebelum menjadi rebutan warga. (Ist)

Setiap rumah di dusun yang berbatasan langsung dengan Sungai Brantas ini setidaknya memiliki satu Jodang, terang Johan Dwi Santoso. Pada tahun 2023 ini dari sekitar 300 rumah, yang mengeluarkan Jodang untuk dikirab tercatat ada 250 lebih. Tidak ada patokan khusus untuk mengisi Jodang, kebanyakan berisi nasi lengkap dengan lauk pauk, buah dan sayur hasil bumi, hingga kerupuk dan aneka kue tradisional yang banyak diperebutkan oleh warga.

Doa bersama di makam Mbah Brindil, Mbah Sandi dan Mbah Sambi. (Ist)

Kepala Seksi Sejarah dan Budaya, Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Anom Antono, S.Sn. yang turut mendukung kelancaran agenda ini menambahkan bahwa perihal rangkaian kegiatan dimulai dengan berdoa di mendiang sesepuh pembabat Dusun yakni Makam Mbah Sambi, berlanjut ke Makam Mbah Brindil dan Mbah Sandi. Kemudian berlanjut pada prosesi grebek Jodang yang tak hanya diikuti warga Dusun Paras saja melainkan juga warga di seluruh penjuru Kota Santri yang jumlahnya ribuan. Selain itu juga terdapat pagelaran wayang dan seni karawitan yang juga sudah ditunggu oleh warga.

Reporter/Foto: Rabitha Maha/Ist

Lebih baru Lebih lama