Ilustrasi mendampingi anak autisme. (Ist)


NASIONAL - Tidak sedikit persepsi dan pandangan masyarakat yang menganggap bahwa autisme adalah sebuah penyakit. Psikolog sekaligus Wakil Kepala Kurikulum Pendidikan Inklusi Cikal, Vitriani Sumarlis menegaskan bahwa autisme atau autistik bukanlah penyakit melainkan sebuah kondisi yang memang telah terbawa dalam seorang individu.

Dia melanjutkan autis bukan penyakit, tapi itu adalah satu kondisi yang memang sudah terbawa di dalam diri seorang individu dan itu menempel, jadi masuknya seumur hidup. Autisme bukan penyakit yang bisa disembuhkan, tetapi sebuah kondisi yang dapat dibuat menjadi adaptif.

Baca Juga: Seni dan Keagamaan Jangkar Prestasi SDN Curahmalang II Sumobito

Vitriani Sumarlis menjelaskan, autisme bukan sebuah penyakit melainkan sebuah gangguan neurologis yang memengaruhi 3 area perkembangan manusia, komunikasi, interaksi sosial, perilaku. Autisme atau Autism Spectrum Disorder itu artinya gangguan yang dasarnya itu dari saraf otak atau neurologis.

Psikolog tersebut menuturkan dari adanya gangguan neurologis itu terdapat area perkembangan yang terganggu, secara umum ada 3 area besarnya. Pertama itu di area komunikasi, kedua di area interaksi sosial, dan ketiga di perilaku.

Cara Dorong Anak dengan Autisme Tumbuh Adaptif
Dalam langkah membuat kondisi anak dengan autisme menjadi lebih adaptif, Vitriani Sumarlis menyebutkan terdapat 3 cara, pertama screening anak dengan autisme sejak dini, adanya kolaborasi yang baik antara orang tua, sekolah, dan anak, dan melakukan terapi.



Screening Anak dengan Autisme Sejak Dini
Vitriani Sumarlis menyebutkan bahwa pendampingan anak dengan autisme dapat dimulai dari Screening Dini agar mendapatkan diagnosis tepat sejak dini, bahkan dari bayi, dan penanganan yang tepat dan akurat. Pendampingan anak dengan autisme itu memang harus konsisten, Kuncinya itu mendapatkan diagnosis tepat, dan penanganannya atau pendampingan yang akurat.

Untuk Screening itu sebaiknya sejak dini, jadi as soon as, dini bahkan dari bayi, karena sebenarnya sudah bisa kelihatan, misalnya dari sisi sensorik anak itu hipersensitif (terlalu sensitif) atau hiposensitif (tidak sensitif).

Proses Pendampingan Orangtua yang Kolaboratif
Tak hanya itu, orangtua pun diarahkan untuk kolaboratif dan kooperatif dalam mendampingi anak. Sebaiknya orangtua sudah kolaboratif dari awal sehingga proses pendampingan anak akan makin baik. Kolaboratif itu artinya anak ada terapi, lalu, ketika melihat anak butuh, sekolah, orang tua, guru di sekolah dan tempat terapi bisa bekerjasama, gitu.

Mengikutsertakan Anak di Kegiatan Terapi
Vitriani Sumarlis menyebutkan bahwa dalam beberapa kondisi, gangguan perkembangan autisme itu tergantung dengan area spektrumnya. Beberapa kondisi yang disebutkan dan eratkan dengan terapi antara lain sebagai berikut:

· Terapi Wicara.
Terapi bahasa dapat dilakukan apabila anak dapat memproduksi bunyi dan kata, namun ia tidak memahami apa yang ia ucapkan.

· Terapi Sensorik.
Terapi sensorik dapat dilakukan apabila anak masih perlu pendampingan seperti tidak nyaman di tempat ramai. Terapi sensorik ini erat dengan aspek sensorik manusia, baik itu pendengaran, penglihatan, perasa, dan peraba.

· Terapi Perilaku (Behaviour Therapy).
Terapi perilaku ini dapat dilakukan untuk membuat anak dengan autisme terbiasa dengan aturan atau aktivitas yang terstruktur.

Sumber/Rewrite: kompas.com/Tiyas Aprilia

أحدث أقدم