JOMBANG - 28 Januari 2025, suasana Kedai Rumah Merdeka (Rudeka) Jombang seusai senja lingsir, beranjak ramai. Nampak, muda-mudi berdatangan, ngopi santai, dan memenuhi pelataran Rudeka yang telah dilambari tikar dan alas duduk sejenisnya.


Tak, berselang lama sebelum pukul 19.00 WIB suasana makin ramai. Disudut lain, beberapa muda-muda ini sibuk menata meja untuk menggelar lapakan buku, maupun zine, yang banyak mengulas filsafat, pendidikan, sejarah, politik, sastra, hingga musik. 


Sesi Diskusi.
(ist)

Bersamaan pula, Soesilo Toer yang telah dinanti kedatangannya, tiba di Rudeka. Penantian kedatangan Soesilo Toer atau yang akrab disapa Mbah Soes oleh para muda-mudi yang mayoritas juga berasal dari komunitas literasi memang cukup beralasan.


Sebab, kedatangan Mbah Soes di Kota Santri untuk yang ketiga kalinya ini memang berbeda dari kedatangannya sebelumnya. Khusus kali ini, Mbah Soes yang digandeng oleh Tualang Buku, menggelar tour dalam bentuk diskusi bertajuk Tur Toer Tualang di 15 kota di Jawa Timur, mulai 22 Januari sampai 6 Februari. 


Muda-Mudi Yang Antusias Hadir 
Berdiskusi.
(ist)

Tur Toer Tualang ini sendiri digagas sebagai peringatan Seratus Tahun Pramoedya Ananta Toer (kakak Mbah Soes). Muhammad Alfan Suri, pemilik Kedai Rudeka sekaligus koordinator Tur Toer Tualang Jombang, menjelaskan, tema diskusi mengenai Pram dan Pemuda sengaja diambil sebagai refleksi Seratus Tahun Pramoedya Ananta Toer.


"Jadi, kami ingin memaknai Seratus Tahun Pramoedya Ananta Toer dengan merefleksikan, apakah karya-karya Pram ini masih relevan bagi generasi muda saat ini dan seperti apa nilai serta maknanya ?," ujar Muhammad Alfan Suri.


Dipandu oleh Andhi Setyo Wibowo sebagai moderator dari penerbitan Boenga Ketjil, pendiskusian berlangsung gayeng


Diawal, Mbah Soes banyak berkisah tentang pergulatan masa kecilnya pada pendidikan ayahnya yang keras.


Sesi Tanya Jawab
(ist)

"Bapak dulunya seorang guru, lalu diangkat Kepala Sekolah di Sekolah Boedi Oetomo Blora. Bapak saya memang tegas dan keras. Jadi kami, Toer bersaudara sudah mendapat pendidikan yang keras sedari kecil. Pram pun hanya tamatan SD. Tapi kami sudah terbiasa membaca dan menulis. Kami membaca dari buku-buku di perpustakaan milik bapak di rumah. Kalau ada buku yang tidak penting, kami jual untuk makan," kenang Mbah Soes sembari tertawa.


Berlanjut, Mbah Soes juga mengkisahkan, bahwa Pram adalah seorang penganut kebebasan, kebenaran, dan keberanian. Sehingga, hal inilah yang membentuk karakter kepenulisan Pram. Tajam dan kritis.


Kehangatan Suasana Diskusi.
(ist)

Penulis, yang juga menjadi pemantik diskusi saat itu, juga membeberkan fakta kepenulisan Pram, sebagaimana yang dimaksudkan Mbah Soes.


Dalam sebuah buku Pram Dalam Bubu, Mbah Soes menuliskan bagaimana sastra Pram memang berangkat dari kepedulian. Sebuah kepedulian dan keberanian yang bagi Pram menjadi pelopor dalam sebuah perubahan.


Salah Satu Lapakan Buku Karya
Mbah Soes.
(ist)

Di akhir pendiskusian, setelah beberapa pertanyaan dilontarkan oleh para muda-mudi dan komunitas yang hadir, sampailah kesimpulan bahwa memang, karya Pram masih relevan untuk dibaca, didiskusikan oleh semua kalangan. Tujuannya tentu untuk terus memaknai perjalanan sejarah dan identitas Bangsa Indonesia lewat karya sastra. ❏ donny darmawan


Selamat Seabad Pram ! Karyamu Abadi !

Lebih baru Lebih lama