CERPEN - Suara adzan magrib, mengingatkan Bu Andini untuk segera solat. Setelah itu akan membuat media pembelajaran esok hari. Ia mengeluarkan semua isi tasnya. Sebentar menengok bawah kolong tempat tidur seperti sedang mencari sesuatu.
"Sedang mencari apa kak ?" tanya Silvi
adik Bu Andini.
"Tau handphone kakak, nggak sih ?" tanya Bu Andini
"Wah gak tahu, Kak. Mungkin ketinggalan di
kantor, Kak, "
"Kayaknya gak, Dik, tadi sudah kakak masukan
tas," kata Bu Andini.
Tiba-tiba terdengar deru motor di halaman rumah.
Andini segera beranjak keluar. Tampak Cak Sholeh tersenyum mengulurkan sesuatu.
"Maaf Bu, handphone njenengan tadi ketinggalan di perpustakaan. Maaf baru bisa mengantar
sebab tadi masih repot."
"Iya gak apa-apa. Alhamdulillah sudah diantar ke rumah. Terima kasih banyak, Cak." kata Bu Andini.
Sebentar kemudian, Andini sudah sibuk membuat soal Wordwall. Hasilnya, ia selipkan dalam
presentasi yang ia buat. Malam semakin larut ketika ia mulai membuka beberapa pesan
yang tertunda. Ada puluhan pesan di grup WhatsApp belum sempat ia buka.
Dan ketika ia membuka WhatsApp Grup Guru Pendidikan Agama Islam, lagi-lagi belum ada info PPG. Padahal ia telah lulus pre-tes tahun lalu.
Bu Andini bergumam, “Beginilah nasib guru PAI yang ada dalam dua naungan kementrian.”
Dalam beberapa pesan, Bu Andini menjadi sedih dengan regulasi yang barusan dibacanya. Semakin lama membaca semakin merasa pusing akan nasibnya untuk PPG.
Regulasinya berbeda dengan kemendikbud. Andini jadi iri dengan teman guru kelasnya yang otomatis terpanggil PPG tanpa pre-tes.
Andai PPG-nya guru PAI juga diurus oleh kemendiknas bukan kemenag pasti saat ini, Bu Andini juga sedang menjalani PPG di PMM sama seperti guru lain di sekolahnya. Larut dalam pesan dan pikirannya sendiri, tak terasa hari makin temaram. Andini segera memejamkan matanya.
Esok hari sebelum jam tujuh pagi, Bu Andini sudah tiba di sekolah. Sebagian anak masih bergerombol di halaman sekolah dan sebagian lainnya menyapu teras.
"Bu, nanti belajar layar sentuh lagi, ya Bu ?" kata Raihan saat Bu Andini mau masuk kelas.
"Iya Bu, semua suka Bu," lanjut Banu.
Bu Andini tersenyum mengangguk.
"Bu, jangan Wordwall
tapi layar sentuh saja, Bu. " tukas Zidan merajuk.
"Hehe, sama saja. Layar sentuh itu ya, isinya kuis Wordwall. Baiklah sekarang semua duduk dengan tertib, dan kita akan mulai pelajaran PAI dengan berdoa bersama- sama,” kata Bu Andini menjelaskan.
Keseruan kelas kembali terjadi saat mereka mengerjakan soal Wordwall. Mereka bergantian menyentuh jawaban di papan tulis yang diproyeksikan LCD layaknya tool screen yang dapat di sentuh tangan seperti dalam gawai.
Sorak sorai pun terdengar riuh. Saat jawaban yang dipilih anak-anak benar. Semua merasa senang dan bersemangat belajar.
Sampai akhirnya, bel berbunyi dua kali artinya jam pembelajaran telah usai. Bu Andini pun segera mengakhiri pelajaran.
“Anak -anak, pembelajaran PAI hari ini sampai di
sini dan nanti link soal Wordwall akan ibu kirim ke grup WhatsApp
kelas untuk dipelajari lagi dirumah. Selanjutnya sekarang kalian boleh
istirahat,” cetus Bu Andini.
Dan, anak-anak pun berhamburan keluar kelas menuju
kantin sekolah.
Saat jam istirahat, Bu Andini lebih banyak bersama
anak-anak. Akhir-akhir ini ia lebih suka menyendiri menghindari obrolan yang
kurang menyenangkan saat di kantor.
"Gak enak ya, jadi guru PAI. Sudah lulus pre-tes belum terpanggil PPG," kata Bu Rina menggunjing.
"Iya bener. PPG nya juga susah." sahut Bu Tifa.
"Padahal Bu Andin itu lumayan pinter lho,"
kata Bu Sarah mengoda Bu Andini.
"Bukan masalah pinter tidaknya Bu. tetapi, memang
Kemenag regulasinya berbeda dengan Kemendiknas," sahut Bu Andini.
Mereka terdiam sesaat. Khawatir Bu Andini
tersingung.
Dan jam dinding sudah hampir menunjukkan pukul 15.00 WIB. Bu Andini masih berada di perpustakaan. Kakinya berselonjor. Punggungnya bersandar pada tembok.
"Bu Andiiiin," teriak seseorang dari luar pintu.
"Ada apa Bu," tanya Bu Andini tersenyum
sembari meletakan bukunya. Pelan -pelan ia menuju pintu dan mempersilahkan Bu
Mihda duduk disampingnya.
Bu Mihda, memang sahabat, dan guru senior di sekolah Bu Andini. Ia tegas, pengertian dan suka memberi semangat, itulah sosok Bu Mihda.
“Ada webinar keren nih, ikutan yuk ?" ajak Bu Mihda bersemangat.
"Webinar apa ya, Bu ?" kata Bu Andini
penasaran.
"PembaTIK," jawab bu Mihda singkat.
"PembaTIK ? Tapi saya gak bisa membatik, Bu
?" kata Bu Andini.
"Eh bukan itu maksudnya ," lanjut Bu Mihda
sembari tertawa.
"PembaTIK itu kepanjangan dari Pembelajaran
berbasis TIK, Bu. Terakhir besok daftarnya. Ayo ikutan ya ?" ajak Bu Mihda
bersemangat.
Lalu jemari Bu Mihda sibuk menggeser chat pada grup WhatsApp. Naik turun, ke bawah, dan
balik lagi ke atas.
"Nah ini posternya kukirim ya, bisa baca dulu," kata Bu Mihda.
Bu Andini pun serius membaca kiriman Bu Mihda.
Sebentar, keningnya mengerut lalu tersenyum.
"Saya takut gak bisa menyelesakan tugas
nantinya, Bu,” lanjut Bu Andini.
"Punya pikiran seperti itu nggak boleh lho. Diniati
aja mencari ilmu pasti nanti ada gunanya,” ucap Bu Mihda.
"Insyallah Bu,” Bu Andini tersipu.
Ia memang sering rendah diri dengan kemampuanya. Padahal sudah lebih lima tahun menjadi guru PAI, ia masih saja minder. Karena satu sekolahan, hanya dirinya yang belum terpanggil PPG. Sementara dua guru kelas yang masih GTT sudah terpanggil pilloting PPG tahun ini.
"Bu Andin, melamun, ya ?" tanya Bu Mihda
mengagetkan Bu Andini.
"Eh iya, Bu, melamun PPG," jawab Bu Andini
tertawa.
"Hehe, saya kira melamun pacar baru. Tentang PPG gak usah terlalu dipikir. Anggap saja belum rizkinya dan akan indah pada waktunya. Kita harus bersabar. Manusia berusaha dan Allah yang memutuskan,” tutur Bu Mihda.
Tanpa terasa airmata Bu Andini bergulir membasahi
pipinya. Diraihnya tangan Bu Mihda dan menciumnya.
“Terima kasih nasehatnya, Bu. Mohon doanya juga ya
Bu,” kata Bu Andini.
Bu Mihda mengangguk sambil tersenyum.
“Saya doakan, semoga Bu Andini terpanggil PPG tahun
ini dan lulus,” katanya mantab.
Pijar matahari pun mulai meredup. Cahayanya mulai condong ke barat. Beberapa guru sudah mulai bersiap pulang. Begitu pula dengan Bu Andini dan Bu Mihda. Mereka pulang bersama namun berpisah di perempatan jalan menuju rumah masing- masing.
Penulis : Nurul Muchlishoh, S.Pd.I (Guru PAI SDN Kedungmlati Kesamben Jombang)
*) Cerpen telah disunting untuk menyesuaikan bahasa, ejaan, dan sistematika penulisan yang sesuai dengan ketentuan Redaksi Majalah Suara Pendidikan.