JOMBANG - Syahdan pada tahun 1960-an, di sebuah pedalaman hutan Kalimantan seorang prajurit Angkatan Darat menemukan satu peti yang hanyut di sungai. Usai dibuka, peti tersebut berisi satu buah topeng kayu dengan rupa karakter naga dan ular.
Singkat
cerita, setelah menuntaskan tugasnya sang prajurit kembali ke tanah
kelahirannya dengan membawa topeng temuannya.
Ialah Saimin, sosok prajurit penemu topeng naga dan ular dari hutan Kalimantan tersebut.
Yuk Baca : Perlunya Kita Mencontoh Cara Mendidik Pak Eiichiro Senjou di Serial Doraemon
Bagi sebagian besar masyarakat Dusun Kemambang, Desa Diwek, Kecamatan Diwek, kisah penemuan topeng dari Saimin atau yang lebih dikenang dengan nama Pak Wo Saimin, menjadi salah satu sejarah yang penting bagi cikal bakal kesenian di dusun mereka.
Lahir Sejak Jaman Belanda
Masih segar dalam ingatan Sunarko, Ketua RW 06 RT 01 Dusun Kemambang, Dusun Kemambang, Desa Diwek, Kecamatan Diwek, kisah temuan topeng dari Pak Wo Saimin tersebut menandai awal mula berkembangnya Jaranan Dor Kemambang.
“Jaranan Dor Kemambang sebetulnya sudah ada disini sejak jaman Belanda. Dulu yang mendirikan adalah Mbah Deri. Menurut cerita mbah-mbah dulu, Jaranan Dor Kemambang eranya Mbah Deri ini mulai ada sekitar tahun 1925-1930-an. Kemudian, sepeninggal Mbah Deri, barulah Pak Wo Saimin yang ditunjuk jadi pimpinannya. Waktu itu, sepulangnya Pak Wo Saimin dari dinas di Kalimantan lalu menjabat menjadi Kepala Dusun Kemambang, Jaranan Dor Kemambang mulai berkembang lagi pada tahun 1960 sampai1980-an,” tutur Sunarko.
Membenarkan
penuturan Sunarko, Sudirman, putra bungsu dari Saimin juga berkisah, bahwa
dirinya juga menjadi salah satu saksi kemasyhuran Jaranan Dor Kemambang semasa
bapaknya.
Yuk Baca : Zaenal Faudin : Si Empunya Kaset Pita
“Dibawah
kepemimpinan bapak, Jaranan Dor Kemambang sangat menjaga pakemnya. Mulai dari
tradisi sebelum bermain wajib meminta restu dari pepunden Dusun Kemambang yakni
Mbah Semprok sambil membawa seluruh perkakas pentas mulai kendang, jidor,
cimplung, kendang, topeng gendruwon, kepang, dan jepaplok. Selain itu, setiap
malam Jumat Legi diberikan sesaji khusus sebagai penghormatan pada leluhur.
Makanya kesan wingitnya selalu ada, tetapi
tari dan aktraksinya tetap menghibur. Sampai-sampai dulu, saat agustusan dan
musim sedekah desa hampir tidak ada libur karena saking padatnya jadwal pentas,”
terang Sudirman.
![]() |
Jaranan Kemambang Pada Tahun 1980-an (ist) |
Kesakralan Jaranan Dor Kemambang menurut Sudirman memang menjadi ciri khas. Para punggawa ataupun pemain pun tidak bisa sembarangan memainkan piranti jaranan.
“Jadi, tiap pemain sudah memiliki tugas dan porsinya dalam tiap pementasanya. Misalnya saya dulu bagian Tari Kepang ya Tari Kepang saja tidak sampai memegang atau memainkan perkakas yang lain. Kalau sudah waktunya ndadi wah, penonton sudah tidak berani mendekat. Mereka takut juga ada senangnya. Tapi semua bukan dilakukan sengaja untuk menakuti penonton. Tetapi dilakukan untuk menjaga pakem dan kesesuaian fisik dan luwesnya gerakan tiap pemain,” imbuh Sudirman.
Baik Sunarko dan Sudirman, keduanya memang saudara sepupu yang diwarisi Jaranan Dor Kemambang. Meski demikian, dua bersaudara ini aktif melakoni kesenian jaranan dor di rentang masa yang berbeda.
Yuk Baca : Meningkatkan Mutu Literasi di SDN Dapurkejambon III Jombang
Jika Sudirman mulai njaran sejak kecil mengikuti bapaknya, maka berbeda dengan Sunarko yang baru bergabung pada periode 1980-an.
“Saya
mulai ikut njaran waktu masih kelas
dua SMK. Di era saya, Jaranan Dor Kemambang dipimpin Pak Tubi. Pak Tubi sendiri
merupakan paman saya, yang merupakan adik bungsu Pak Wo Saimin. Kebetulan bapak
juga menjadi pengendangnya saat itu,” ucap Sunarko.
Sunarko sendiri juga mengakui awal bergabungnya tidak melalui seleksi atau latihan khusus.
Tetapi waktu diutus Pak Tubi menjajal menari dengan menunggang kepang, dirinya merasa asyik dan kakinya lincah mengikuti irama rancak dari jidor, kendang, dan cimplung.
“Waktu itu saya juga bingung, tiba-tiba ya bisa luwes dengan sendirinya. Tetapi mungkin dari kecil sudah terbiasa mendengar, menonton pementasan, ditambah masih turun temurun dari keluarga jaranan, jadi ya bisa cepat beradaptasi. Sampai hari inipun, saya dan Pak Sudirman, kalau mendengar jidor di telinga, rasanya sudah ingin njaran,” ungkap Sunarko seraya tertawa.
Berada dan Bangkit dari Masa Vakum
Lain zaman, lain cerita. Jaranan Dor Kemambang sempat mengalami masa vakum yang cukup lama. Hampir 20 tahun lamanya.
“Setelah Pak Tubi, Jaranan Dor Kemambang aktif bersama pimpinan Pak Syi’in. Di era 1990-2000an awal saya masih aktif. Tapi menariknya di era inilah, Jaranan Dor Kemambang mulai memiliki nama dan nomor induk. Kalau dulu hanya dinamai Jaranan Dor Kemambang, tapi mulai periode ini namanya sudah Narodo Putro dengan anggota kawula muda Dusun Kemambang dan kreasi tari barunya. Tetapi seleksi alam, pementasannya mulai redup perlahan,” ujar Sunarko.
Yuk Baca : Memoles Bintang Dari Lapangan Hijau
Baik Sunarko dan Sudirman kompak mengenang, sekalipun vakum satu dekade lebih, Jaranan Dor Kemambang di masa lalu sudah memberikan kenangan manis. Malang melintang di jagat kesenian Jombang sudah dilalui.
![]() |
Sunarko dan Sudirman (Donny) |
Pentas dari seluruh
kecamatan dan luar Kabupaten Jombang sudah dirasakan. Termasuk menjuarai
Festival Jaranan Dor Jombangan di era 1990an silam.
“Dulu motivasinya ya, yang penting senang. Soal bayaran tanggapan, masih nomor dua. Asalkan kami bisa rutin memberikan hiburan ke masyarakat. Itu sudah cukup,” tandas Sunarko dan Sudirman yang ditemui pada (11/8/2024) di rumah Pak Tubi.
Di momen yang sama, pagi harinya tak jauh dari Pak Tubi, di Perempatan Dusun Kemambang telah digelar sedekah dusun yang diisi dengan bancakan bersama dan pengajian.
Selang siang hari, grup jaranan menantu Pak Syi’in yakni,
Rogo Safiro Putro, dipentaskan.
![]() |
Penampilan Rogo Safiro Putro (Donny) |
“Tradisi
di Dusun Kemambang dari jaman buyut memang begini. Sedekah dusun wajib ada
pentas jaranan. Meski sempat vakum tidak pernah ada jaranan semenjak
regenerasinya menyusut, namun syukur saat ini sudah mulai ada dengan bentuk dan
rupa terbaru,” kata Sunarko.
Yuk Baca : Sekolah Primadona ? Yang Bagaimana ?
Sementara itu, Agus Mulya Abadi tokoh dan penggerak Pemuda Dusun Kemambang membenarkan bahwa saat Jaranan Dor Kemambang vakum, identitas dusun pun tak terasa kemunculannya.
![]() |
Sedekah Dusun Kemambang (ist) |
“Oleh
karenanya, mulai tahun ini, bersama para tokoh masyarakat kami bersepakat untuk
nguripi tradisi luhur sedekah dusun
dari pagi, lalu dilanjut pentas jaranan siang sampai sore hari. Semuanya semata
untuk mengembalikan identitas Dusun Kemambang yang lekat dengan harmonisasi
kultur religi dan seni,” tandas Agus Mulya Abadi. ❏ donny darmawan