Kisah Santri - Hai, namaku Abdan Eiza Karim atau yang akrab di panggil Eiza. Aku lahir pada tahun 2012 tepatnya di bulan Juni tanggal 21.. Aku tinggal di Kota Bandung. 


Sedari kecil, aku dirawat oleh orangtuaku tercinta. Kini, umurku sudah 13 tahun. Aku pun sedang menuntut ilmu di SMP Al Furqan MQ dan Pondok Pesantren Madrasatul Quran.


Dalam momen Maulid Nabi yang juga dirayakan untuk menyambut lahirnya Kanjeng Nabi, di sini aku ingin menuliskan kisah tentang kelahiranku dan betapa pentingnya kita untuk selalu menghormati sosok ibu.


Ilustrasi AI
(ist)

Pada suatu hari aku bertanya kepada Ibu. Tentang bagaimana aku dulu bisa dilahirkan. Akhirnya ibu pun mulai bercerita. Dulu, ketika Ayah dan Ibuku baru saja menikah tahun 2010, mereka selama 2 tahun belum juga di karunai seorang anak . Dan setelah lama menunggu akhirnya pada bulan Oktober Ibuku mengandung. Ayah dan Ibuku saat itu bahagia sekali.


Setelah mendapat kabar baik itu, orangtuaku menjalani hari harinya seperti biasa. Ayahku  pergi berangkat bekerja. Sementara Ibuku, di rumah mengerjakan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga sekaligus menjadi dosen di salah satu kampus.


Tak terasa usia kandungan ibuku telah mencapai 8 bulan. Ibuku pun memutuskan untuk resign dari kampus karena sudah tidak kuat untuk bepergian. Karena memang, jarak kampus tempat Ibuku mengajar,  jaraknya cukup jauh dari rumah.


Setelah resign, tak lama pula pada pertengahan bulan Mei, bayi yang ada di perut Ibuku sudah memasuki  usia 9 bulan kandungan.


Dan kemudian pada bulan Juni secara tiba-tiba air ketuban Ibuku pecah. Ayahku yang saat itu berada di rumah langsung membawa ibu ke Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Sesampainya di Rumah Sakit Borromeus Bandung, Ibuku langsung di tangani.


Tetapi, alangkah terkejutnya Ibu dan Ayahku. Entah karena fasilitasnya kurang lengkap atau kenapa, Dokter memberi tahu bahwa Ibuku harus dilarikan ke rumah sakit lainnya.


Dalam kondisi air ketuban yang pecah itu, Ibuku langsung dibawa oleh Ayahku dengan motor ke Rumah Sakit Hermina Bandung. Langsung saja, Ayahku tancap gas motornya. Dengan kecepatan penuh, sesampainya di Rumah Sakit Hermina Bandung, Ibuku langsung dibawa oleh perawat ke ruang IGD.


Di ruang IGD, dokter langsung memeriksa bayi yang ada dalam kandungan ibu. Karena kondisi air ketuban ibu yang sudah pecah, khawatirnya terjadi hal yang tidak diinginkan. Dan, untungnya kondisi si bayi baik-baik saja. Setelah menjalani pemeriksaan , Ibuku langsung di rawat inap di Rumah Sakit Hermina untuk menjalani proses persalinan.


Proses persalinan Ibuku tidak berjalan mudah. Sebab, selepas sehari di rumah sakit Ibuku mulai merasakan kontraksi yang hebat. Kontraksi ini begitu luar biasa sakitnya. Ia menyebabkan rasa mules pada perempuan yang akan melahirkan.


Menghadapi rasa sakit yang seperti itu, Ibuku pun memanggil perawat untuk memeriksa kandungan. Dan setelah diperiksa, kandungan ibuku baru mencapai bukaan tiga.


Karena sudah berhari-hari di rumah sakit dan setiap hari merasakan kontraksi yang amat menyakitkan dan bukaan kandungan ibuku hanya mencapai angka 5, dokter pun menawarkan untuk memberikan suntikan untuk membuat bukaan ibuku meningkat. Dan betul, meskipun harus merasakan kontraksi yang lebih menyakitkan, hanya membutuhkan dua hari bukaan ibu langsung naik sampai bukaan delapan. 


Ternyata, setelah sampai bukaan yang ke delapan bukaan ibuku tidak naik lagi. Bahkan, setelah tiga hari diperiksa oleh perawat, bukaan ibuku masih tetap di angka delapan.


Hingga puncaknya pada saat waktu shubuh , dokter memeriksa bayi yang ada di dalam kandungan ibu. Dan alangkah terkejutnya dokter, ketika memeriksa detak jantung bayi tiba tiba detak bayi yang ada di rahim ibuku berhenti.


Ayahku yang saat itu sedang melaksanakan Salat Shubuh di Musala Rumah Sakit Hermina, tidak tahu bahwa detak jantung bayinya berhenti. Akhirnya, dokter pun melakukan berbagai upaya agar detak jantung bayi kembali normal. Lalu, sebuah keajaiban datang. Alat pendeteksi jantung itu berbunyi yang menandakan detak jantung bayi kembali normal.


Dokter pun tanpa basa basi langsung membawa ibuku ke ruangan operasi untuk menjalani operasi sesar. Proses inipun tanpa menunggu Ayahku yang masih Salat di Musala. Mengapa ? Karena, jika bayi yang ada di dalam rahim ibuku tidak langsung di operasi, khawatirnya nyawa bayi tidak terselamatkan.


Ibuku yang saat itu masih bingung apa yang sedang terjadi, langsung panik karena perawat langsung membawa ibu keluar dari ruangan inap. Ibupun berkali-kali bertanya kepada dokter apa yang sedang terjadi, tetapi dokter hanya diam seribu bahasa.


 Akhirnya ketika akan memasuki memasuki ruang operasi Ibu bertemu Ayah yang baru saja selesai melaksanakan Salat Shubuh. Ibu langsung berteriak memanggil Ayah. Ayah langsung berlari mendekat ke ibu. Dan dokter langsung berkata bahwa bayi yang ada di rahim ibu sedang kritis.


Ayah pun berusaha untuk menenangkan ibu bahwa ini sudak ketentuan Allah dan takdir Allah pasti yang terbaik. Tak lama kemudian, Ibu memasuki ruang operasi. Dan tepat ketika sang fajar akan tiba, bayi itu lahir. Terselamatkan. Dan sampai hari ini bayi itu terus tumbuh dengan nama Abdan Eiza Karim. 


Mendengar kisah kelahiranku dari Ibu, pada saat itulah aku langsung menyimpulkan bahwa Ibu adalah bagian terpenting dalam hidupku untuk selamanya.


Mungkin dari kisah tadi muncul pertanyaan. Mengapa seorang ibu sangat penting bagi kehidupan kita ? Bahkan rela bertaruh nyawanya sendiri. 


Sebelum kita membahas lebih dalam lagi, penulis akan mengutip sebuah kisah tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW menyuruh kita sebagai umatnya, untuk menghormati seorang ibu.


Pada suatu hari, ada lelaki yang menemui Rasulullah. Lelaki itu bertanya kepada Rasulullah tentang siapa yang berhak mendapatkan perlakuan baik darinya. 


Maka beliau menjawab, Ibumu. Kemudian lelaki itu bertanya lagi, dan Rasulullah menjawab lagi Ibumu sampai tiga kali. Akhirnya, ketika lelaki itu bertanya untuk kempat kalinya beliau baru menjawab Ayahmu.


Dari kisah ini  dapat disimpulkan bahwa Ibu adalah orang pertama di dunia ini yang pertamakali harus kita muliakan. Bukan lagi sosok presiden atau yang lain. Tapi sekali lagi bukan lain adalah Ibu kita sendiri yang sudah mempertaruhkan nyawanya  demi kita anak anaknya bisa lahir dengan selamat.


Dan perlu diingat. Mungkin, suatu hari nanti kita sudah menjadi orang sukses. Sudah memiliki jabatan atau gelar yang tinggi. Tapi tetap kita harus menghormati Ibu. Karena di balik semua apa yang kita dapatkan, dibalik semua prestasi yang kita raih, selalu ada doa Ibu di dalamnya.


Penulis Mengenakan Peci
Sedang Berdikusi
(Donny)

Tetapi. Di sisi lain, seiring dengan perilaku generasi di zaman ini, masih banyak anak yang dengan beraninya membentak dan bahkan ada juga yang berani melakukan tindak kekerasan terhadap orang tuanya.


Padahal, selaku umat muslim, kita harus ingat dan menanamkan pesan dari Rasulullah. Dimana beliau telah bersabda :


Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu Hibban, at-Tirmidzi, dan al-Hakim).


Jadi dalam momen kelahiran Rasulullah kali ini, kita bisa merefleksi dan belajar tentang proses kelahiran untuk menghormati kedua orangtua kita.

 

Salam.

Penulis :  Abdan Eiza Karim Siswa dan Santri Kelas VIII Salaf 1 SMP Al Furqan MQ Tebuireng


أحدث أقدم