“Jika dana yang digelontorkan untuk PSID Jombang terlalu kecil. Meski dengan kondisi finansial yang masih kembang kempis, PSID tetap harus mengikuti kompetisi dan menuntaskannya hingga akhir.” - Ketua Komisi D DPRD Jombang, Muhammad Syarif Hidayatullah –

JOMBANG – Jangan mengaku orang Jombang jika tak kenal Persatuan Sepakbola Indonesia Djombang (PSID). Klub sepakbola kebanggaan warga seribu pesantren ini telah berdiri sejak tahun 1953. Bahkan tim yang mempunyi julukan Laskar Kebo Kicak ini pernah menorehkan prestasi membanggakan dan disegani di Jawa Timur dan kompetisi liga Indonesia wilayah Timur saat dipegang oleh Bupati Jombang kesepuluh, R. Soedirman Metoadikosoemo.

Puncak kejaayaan itu terjadi kisaran tahun 1970 hingga 1980-an, namun sekarang seolah ditelan bumi tak terdengar lagi karena minim prestasi. Bahkan 66 tahun usia PSID seakan hanya sebagai pemeriah saja dalam kancah sepakbola nasional.

Sudah banyak yang merindukan kejayaannya kembali. Diantaranya adalah para suporter yang tergabung dalam Jomber (Jombang Bersatu), para suporter tak kenal lelah dan rela merogoh kocek sendiri untuk memberikan dukungan sepenuh hati kepada tim kesayangannya.

Pengurus Jomber, Luqman Hakim, menyebutkan bahwa PSID diharapkan bisa mengalami peningkatan prestasi. Seharusnya sudah mentas dari kasta terendah dalam strata kompetisi sepakbola nasional. Masa paceklik prestasi yang dialami mesti segera diakhiri guna membangkitkan semangat persepakbolaan di Jombang.

Baca Juga : 74 Tahun Indonesia Merdeka Perang Melawan Ideologi Radikal

“Kami mengharapkan PSID semakin maju dan dapat naik kasta ke Liga 2. Kalau bisa juga naik Liga 1. Sebenarnya bukan tidak mungkin untuk direalisasikan, asal ada kemauan dari semua pihak. Jika suporter, manajemen, serta pemerintah dan pihak swasta mau bekerjasama, saya yakin bukan sekedar mimpi,” papar laki-laki empatpuluh tahun itu.



Faktor paling penting, lanjut Lukman, adalah komitmen manajemen untuk berbenah dan memiliki tekad kuat untuk membawa PSID lebih berprestasi. Manajemen diharapkan tidak hanya bergantung dari dukungan dana dari APBD. Potensi pendanaan dari sektor swasta juga perlu digali untuk membiayai oprasional selama kompetisi.

Ketua Komisi D DPRD Jombang, Muhammad Syarif Hidayatullah, mengakui jika dana yang digelontorkan untuk PSID terlalu kecil. Meski dengan kondisi finansial yang masih kembang kempis, tetap harus mengikuti kompetisi dan menuntaskannya hingga akhir. Sebagai klub berlatar belakang perserikatan dan menjadi ikon sepakbola Jombang, eksistensinya diharapkan tetap terjaga dalam percaturan sepakbola nasional.

“PSID merupakan klub bersejarah milik warga Jombang. Bagaimanapun caranya, laskar Kebo Kicak harus dijaga agar bisa tetap eksis di persepakbolaan nasional. Menurut pandangan saya, PSID itu sejarah. Jadi tetap harus kita perkuat dengan improvisasi,” ujar laki-laki yang kerap disapa Gus Sentot itu.

Kondisi minimnya anggaran yang didapatkan dari pemerintah, cara yang bisa dilakukan untuk mengembangkan sepak bola di Jombang adalah dengan menggandeng investor. Improvisasi yang dimaksud adalah tidak harus anggaran dari APBD. Tetapi bagaimana PSID harus mencari donatur atau investor yang mengerti cara untuk memajukan sepakbola.

PSID Jombang, sejak tahun kemarin memperoleh kucuran dana hibah sebesar Rp 22,5 juta. Pada tahun ini, subsidi dari pemerintah yang diterima PSID, masih sama yakni Rp 22,5 juta. Untuk mengarungi Liga 3 Jawa Timur, besaran dana tersebut jauh dari kata ideal. Secara hitungan kasar, biaya untuk satu kali pertandingan, memerlukan dana sekitar Rp 15 juta. Sementara, pada setiap pertandingan kandang, panitia pelaksana hanya mampu meraup pemasukan rata-rata Rp 8 juta. aditya eko/chicilia risca
Lebih baru Lebih lama