“Memaknai dari kepopularitasan ini tak melihat dari unsur Bahasa Jawa ngoko dan gampang diingat, namun lebih kepada defenisi dari syair itu terkesan menantang. Terdapat susunan kata yang berucap secara terbuka yang mengarah kepada rasa kekecewaan, sakit hati, serta sifat negatif lainnya.” - Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kabupaten Jombang, Toni Budiman, S.Pd. -

JOMBANG –
Bahasa Jawa bisa dikatakan sedang naik daun. Bersamaan digadangnya penyanyi Jawa populer Didi Kempot sebagai The Godfather of Broken Heart atau bapak patah hati karena sebagian besar lirik lagunya menceritakan kandasnya cinta. Baik dari latarbelakang manapun akhirnya semua menyanyikan dengan lantang. Seolah memiliki satu rasa namun menjadikan kekecewaan itu sebagai suka cita.


Baca Juga : Loji PG Djombang Baru Menggambarkan Jabatan

Berdasarkan analisa dari Guru Kesenian SMA Negeri 1 Jombang dan pendamping grup musik Kerocong Pelajar, Drs. Tinop Harsono bahwa jenis lagu saat ini irama serta liriknya mudah dipahami. Secara mayoritas, lagu yang diciptakan dan tersampaikan mengarah kepada jenis musik atau jenre yang ceria. Hiburan inilah yang kini masyarakat suka. Sehingga pada setiap kesempatan memperdengarkan musik dengan berbagai situasi kegiatannya. Bagi sebagian besar masyarakat, mendengar musik ceria untuk memberikan semangat dalam aktivitasnya. Hingga tanpa sadar pula mengajak untuk meniru menyanyikannya.


“Tak heran kemudian seluruh masyarakat dengan mudahnya mampu menirukan serta mengingat lirik tersebut. Ditambah sekarang pemilihan musik yang rancak dan mengajak untuk menggerakkan anggota tubuh,” terang pria yang sering dipanggil Tinop tersebut.

Dirinya juga mengulas, jika lagu yang mengandung makna lirik kebimbangan hati atau kekecewaan, dan sedih, namun masih terdapat unsur keceriaan disana. Ditelisik lebih terperinci, beberapa lagu terdapat kolaborasi kreativitas yang seketika membuat seseorang ikut merasakan defenisi lirik tersebut.

Pehaman ini selaras oleh salah satu Anggota Komite Musik Dewan Kesenian Jombang, Dra. Hastuti Irin Pamursih yang menyampaikan jika saat ini masyarakat mendahulukan menilai lagu tersebut enak untuk diperdengarkan. Kemudian hal lainnya seperti makna dari isi liriknya tersebut hanya mengikuti saja.

“Tren tersebut mendukung sajian isi lirik lagu. Sehingga jika ditarik sebuah kesimpulan tentu sangat menguntungkan bagi masyarakat asli Jawa. Sebab sebagai orang Jawa akan selalu diingatkan untuk tidak akan pernah lupa dengan adat, budaya, sisi kemurnian Jawa,” tutur perempuan berhijab tersebut.

Menurut Hastuti Irin Pamursih perlu diingat, bahwa pembawaan lirik lagu Bahasa Jawa seperti saat ini, sudah melewati garis ketentuan. Artinya beberapa lagu kurang memperhatikan nilai kesopanan dan santun.

“Hanya hiburan semata, kalimat ini yang bisa menggambarkan penilaian saya saat ini. Ketika masyarakat suka, sudah tentu diminati. Berbeda halnya jika melihat beberapa dekade lalu. Terdahulu para penyanyi dan lagunya mengandung unsur pesan nasihat yang ingin disampaikan. Realita kini beberapa lirik lagu cenderung lepas, artinya hanya kepada hiburan semata dan selempang saja,” tutupnya.

Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kabupaten Jombang, Toni Budiman, S.Pd. berpendapat, memaknai dari kepopularitasan ini tak melihat dari unsur Bahasa Jawa ngoko dan gampang diingat, namun lebih kepada defenisi dari syair itu terkesan menantang. Terdapat susunan kata yang berucap secara terbuka yang mengarah kepada rasa kekecewaan, sakit hati, serta sifat negatif lainnya.


“Arti dari kata-kata lirik tersebut, lebih diminati oleh generasi saat ini. Hal ini dilandasi atas kata-kata yang dipergunakan menjurus ke hal yang fulgar dan secara langsung mengatakan hal negatif tanpa ragu. Rasa penasaran yang akhirnya berujung pada ketertarikan untuk lebih memilih menikmati lagu tersebut semakin besar. Jenis lagu yang populer dengan cepat ialah lagu yang mengandung lirik lagu fulgar tersebut,” terang pria yang juga menjadi guru Bahasa Jawa di SMP Negeri 4 Jombang.

Solusinya, perlu adanya pendampingan oleh seseorang yang lebih memahami Bahasa Jawa, guna mendefenisikan kepada peserta didik saat ini. Diantaranya pula menjelaskan maksud dari kata yang tersampaikan agar tak dimaknai hanya dengan begitu saja. Supaya tak salah arah dalam menafirkan sebuah lirik lagu.

“Nikmatilah sebuah karya tersebut sebagai lagu yang harus dihormati dengan nyamannya. Jangan sampai terpengaruh oleh syair-syair yang sifatnya negtaif atau merugikan diri sendiri,” harapnya. chicilia risca
Lebih baru Lebih lama