“Mahasiswa Kampus Desa menemukan bakatnya dan mulai bergerak agar mampu berjuang dengan berbagai latar belakang kondisinya.” - Penggagas Kampus Desa, Dr. Muhammad Mahpur, MA. –

MOJOWARNO – Belajar dapat dilaksanakan dimana saja sesuai bakat dan minat. Inilah yang kemudian dikembangkan secara masif oleh Kampus Desa. Melalui kebersamaan dari gotong-royong menjadi pondasi utama kehadiran Kampus Desa.

Penggagas Kampus Desa, Alfin Mustikawan, M.Pd. menyatakan, “Kami tekankan bahwa gotong-royong ini mampu menjadi semangat yang menggugah. Bahwa sebagai filososi desa yang ekonominya juga bersistem gotong-royong.”

Sebagai orang asli Jombang, Alfin Mustikawan memiliki ikatan batin dengan kota kelahirannya. Munculan keingan untuk mengambi di desanya dan melahirkan Kampus desa sebagai realisasi pengabdian masyrakat dengan membawa ide dari sahabatnya Dr. Muhammad Mahpur, MS.


Baca Juga : Bursa Inovasi Desa Menggali Potensi Menjadi Supremasi

“Di desa memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, bahkan lebih dari 70 ribu desa yang Indonesia memiliki, melahirkan nilai beragam. Inilah yang menjadikan kekuatan Indonesia,” terang Muhammad Mahpur.

Pria yang sering dipanggil Mahpur ini menambahkan, bentuk simpatisasi dari pengabdian masyarakat sangat terlihat hasilnya. Artinya sebagai wadah pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) jelas. Secara realisasi contohnya ialah selama ini dosen tak jarang memiliki wadah yang jelas yakni wadahnya bersifat personal. Oleh karenanya, kemudian dengan hadirnya Kampus Desa ini sebagai wadah kolektif.

“Kampus Desa yang disebut sebagai kegiatan pengabdian masyarakat yang kekuatannya dilakukan secara kolektif. Kegiatannya pun beragam, seperti yang dilaksanakan pada kesempatan Bedah Web for Digital Literacy kerjasama kampus desa dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bestari kali pertama ini,” terang Mahpur.

Kegiatan ini berasal dari diskusi dalam forum Ojo Leren Dadi Wong Apik (OLDWA) pada pertemuan Jawa Timur 2017. Setiap pertemuan enam bulan sekali melakukan konvensi pendidikan. Kampus Desa merupakan salah satu desain dari konvensi pendidikan yang bertugas sebagai pengispirasi dan memiliki tanggung jawab yang di emban. Sehingga perlu untuk direalisasikan target perubahan.

Berdasarkan ulasan dari pendiri serta penyelenggara Kampus Desa, kehadirannya memberikan pembelajaran pendek materi kuliah pada kebutuhan yang nyata diperlukan mahasiswanya. Semangat inilah membentuk pembangunan manusia yang kemudian dilaksanakan secara cepat di lingkungan masyarakat dan tepat sasaran untuk pengembangan bakat yang menjadi bekalnya masuk ke Kampus Desa.

“Hal ini merupakan bentuk akselerasi atau kuliah percepatan karena kami memiliki cara pandang berbeda dengan kampus. Secara sistematis sulit secara masif, tetapi disini kami melakukan akselerasi kolektif belajar,” sahut Mahpur.

Kehadiran Kampus Desa guna melanjutkan sesuai dengan kemampuan bakat yang dimiliki untuk mampu mengembangkan diri dimasa depannya. Mahasiswa Kampus Desa menemukan bakatnya dan mulai bergerak agar mampu berjuang dengan berbagai latar belakang kondisinya. Sehingga tidak jauh berbeda dengan kampus pada umumya, jika di kampus berbicara tentang pekerjaan urusan tersendiri, belajar pun begitu. Maka di Kampus Desa mampu menemukan, bahwa kemampuan bakat adalah sumber belajar dan harapan sukses.

Mahpur menegaskan, “Kegagalan didunia pendidikan kini ialah sebab promosi diri itu tidak didahulukan untuk berpijak. Disini, dikenalkan promosi diri agar semakin terkonsep peluang usahanya untuk semakin dikenal masyarakat luas. Atau setidaknya jika setelah lulus, mereka tahu apa yang nantinya akan dilakukan.”

Konsepnya sudah terbentuk dan ketika lulus tinggal merintis dan hanya mengembangkan. Melihat akan hal itu, Kampus Desa secara mandiri menggali ilmu pengetahuan yang dikembalikan kepada SDM-nya. Sebab kurikulumnya melekat pada diri seseorang tersebut.

“Penyetaraan ini diterapkan agar mampu mengelola dirinya untuk semakin berdaya pada tujuannya dalam pengembangan usaha. Maka diperlukan untuk penataan diri dari berbagai jenjang setiap individu diantaranya membutuhkan interaksi yang selaras sesuai dengan beragam prosesnya,” tandas Mahpur.

Ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bestari, Astatik, S.Ag. berbangga, bahwa kegaiatan ini merupakan layanan berbagi Kampus Desa untuk pengembangan rintisan pilot percontohan literasi digital berbasis komunitas. Layanan ini dapat dikembangkan, khusus bagi PKBM yang ada di seputaran Jawa Timur.

Tak ada syarat khusus, jika ingin bergabung. Hanya keinginan yakin untuk belajar. Sebab di Kampus Desa, berinteraksi langsung dengan manusianya bukan dengan kampus atau lembaganya. Kegiatan ini bersifat non-profit, tetapi nantinya akan berjalan pada retribusi dari apa yang menjadikan laba bersama dan mampu dihidupkan. Hal ini sebagai bentuk realisasi kegiatan sebagai investasi kolektif dari penanam saham atau sponsorship dari produk temuan usaha yang diberikan.

Berbicara tentang lokasi kampusnya sangat fleksibel letaknya. Jika dipertanyakan letak kampusnya dimana, hal ini merujuk pada pemikiran jangka panjang ke dalam 4.0 atau perkembangan kecanggihan teknologi dan informasi. Artinya kemampuan manusia saat ini dalam menguasai teknologi ialah kekuatan yang dahsyat dan harus dikembangkan. Sehingga jika dijelaskan, lokasi Kampus Desa berada pada resorsis langit atau infrastruktur langit. chicilia risca
Lebih baru Lebih lama